S-34

3.8K 481 117
                                    

Gimana? Santet onlennya berhasil gak?


..

Jam makan siang ini, Yoongi memilih makan di restoran milik salah satu temannya. Matanya menatap keluar di mana banyak pengguna jalan berlalu-lalang. Tak jarang para remaja yang baru saja pulang dari universitas.

"Kau tahu? Hari pertama di kelas dosennya sudah menyebalkan"

"Ya. Dosenku bahkan tidak bisa di ajak bercanda"

"Beruntungnya hari ini di kelasku di gantikan asisten dosen. Tampan pula. Katanya sudah semester 7"

Setidaknya, itu yang dapat di tangkap oleh telinga Yoongi. Kini, pikirannya terbayang anak sulungnya. Apakah anaknya bisa melanjutkan pendidikan? Apakah dia di terima di universitas? Apakah mereka baik-baik saja? Apa yang mereka lakukan sekarang? Bagaimana cara mereka hidup dan makan?

Yoongi terlalu terlambat menyadari. Ternyata mereka sangat berarti. Yoongi terlalu mengabaikan luka yang mereka terima selama ini.

"Hei, bagaimana Kiyoon sekarang?  Apa dia akan melanjutkan pendidikan?"

Belum selesai Yoongi meredakan gelisahnya, atensinya sudah terarah pada anak remaja yang menyebut nama anaknya. Ada 4 anak laki-laki masuk ke restoran itu. Mungkinkah itu teman-temannya?

"Entahlah. Dimana dia saja kita tidak tahu"

"Aku kasihan padanya"

"Bahkan ponselnya saja di jual. Kita tidak bisa menghubunginya"

"Kurasa ayahnya itu gila"

Plak

"Jaga bicaramu. Kau tidak tahu apa-apa"

Yoongi semakin ngilu mendengarnya. Bahkan teman-temannya peduli padanya. Lalu, bagaimana dia sebagai seorang ayah?

Dia tidak tahu apa-apa. Mereka pasti sangat kesulitan. Sampai ponselnya di jual. Atau mungkin sengaja untuk menghindarinya.

Yoongi menghampiri temannya yang ada di bagian kasir. Lalu, menyodorkan beberapa lembar uang. "Sekalian untuk anak-anak itu" katanya seraya melirik empat anak yang sedang duduk menyantap makanannya.









.

Kini kebiasaan Kiyoon adalah menghampiri ibunya di kebun. Dia tidak punya teman. Tidak punya kegiatan. Kuliah satu, dua jam sudah selesai.

"Ibu!"

"Hmm"

"Aku sudah dapat pekerjaan paruh waktu"

"Bagus kalau begitu"

Rae Na mulai duduk di sampingnya. "Maafkan ibu, Kiyoon" ucapnya seraya mengusap punggung sang anak.

"Kenapa ibu minta maaf?"

"Karena ibu, kau harus ikut kesulitan"

"Ini bukan salah ibu"

"Kiyoon, demi ibu. Kau harus berhasil. Bertanggung jawab dan hidup dengan baik. Hanya ini yang bisa ibu lakukan. Ibu hanya bisa mendoakanmu"

"Doa ibu yang terbaik" jawabnya sembari memeluk sang ibu.

"Jadi, kapan kau mulai bekerja?"

"Besok"






"Ibu!"

Keduanya menoleh. Astaga! Apalagi ini? Kihoon ikut-ikutan menyusul ibunya.

"Kenapa kau sudah pulang?" Tanya Kiyoon.

"Kakak sendiri kenapa di sini?"

"Kakak biasa di sini"

"Untuk apa?"

"Makan stroberi" jawab Kiyoon seadanya.

"Ini! Makanlah" sang ibu menyodorkan buah stroberi pada anaknya.

"Manis" puji Kihoon. "Sayang, tidak semanis hidup kita"

Kiyoon yang ada di sampingnya langsung merangkul sang adik. "Tenanglah. Mulai dari sekarang hidup kita pasti manis"

"Tapi, tidak akan semanis dulu"

"Tentu saja. Karena kita akan membuat hidup kita lebih manis" sahut sang ibu. "Sudah sana, kalian pulang! Ibu harus kembali bekerja. Lihat bibi-bibi itu sudah bekerja"

"Baiklah!"

Rae Na kembali bekerja. Meski tersimpan rasa perih di hatinya.

"Kau sangat menyayangi anakmu?"

"Hanya mereka yang ku miliki. Tidak ada alasan untukku tidak menyayangi mereka"



.

Kembali pada Yoongi yang tengah melamun di ruang kerjanya. Otaknya benar-benar berkelana entah kemana. Tapi, separuh hati ingin memeluk anak-anaknya.

"Ada berkas untukmu" Entah sejak kapan Jimin sudah berada di ruangnya. "Sepertinya akan ada tugas keluar kota untukmu"

"Aku? Kenapa bukan kau?"

"Mana ku tahu"

"Tapi, itu bagus. Aku bisa sekalian mencari istri dan anakku"

"Istri? Istrimu sudah kau ceraikan, Min Yoongi" Jimin terkekeh seolah mengejek.

"Dia masih istriku, Park Jimin. Aku belum menyerahkan surat itu ke catatan sipil"

"Tetap saja istrimu sudah tanda tangan, Min Yoongi"

"Diam, Park!  Dia istriku. Sampai kapanpun. Dia akan kembali padaku, Park. Kupastikan itu"

"Yayayaya. Berdoa saja semoga dia masih mau kembali padamu. Dan berdoa juga agar kau tidak menyakitinya lagi. Tapi" Jimin menjeda ucapannya.

"Tapi apa, Park?"

"Tapi, jika aku jadi istrimu tentu aku menolak. Lebih baik aku dengan Hoseok, Hoseok itu. Muda, baik hati, tentunya mencintaiku"

Jimin pergi dengan tawa terbahak. Sangat bangga dapat mengejek rekan kerjanya.

"Sialan kau, Park Jimin!"





Bersambung--

Seadanya ya. Yg penting dabel. Ku munculin Kihoon.

Lavyu

Ryeozka

SEESAW / ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang