Raehan membuka pintu kamar adiknya. Saat masuk, dia disambut dengan kamar bernuansa ungu pastel berhiaskan wallpaper bermotif bunga lavender.
"Irena sekali," Raehan bergumam disertai senyuman yang memunculkan kedua lesung pipinya.
Kakinya terus melangkah menuju meja belajar Irena. Di sana dia menemukan beberapa foto yang digantung pada seutas tali di dinding. Foto-foto itu didominasi foto Irena dengan Rose dan Jasmine, Irena dengan Bunda dan Raehan, juga foto saat keluarga mereka masih lengkap.
Raehan melepas jepitan kayu yang menjepit salah satu foto. Foto Ayah, Bunda, Irena dan dirinya. Dia tersenyum melihat foto berlatar pantai itu.
"Ayah, gimana kabarnya? Oh ya, putri kecil Ayah yang dulu manja itu sekarang tumbuh jadi gadis yang kuat dan cantik. Hari ini dia ulang tahun yang ke tujuh belas."
"Ayah nggak perlu khawatir, aku akan ngejaga Bunda dan Irena."
Raehan mengembalikkan foto itu ke tempatnya semula. Jika semakin lama dia bernostalgia, maka kemungkinan hatinya akan emosional. Sebagai lelaki tertua di keluarganya sekarang, dia harus kuat.
Suara dering ponsel sedikit mengejutkannya. Ternyata dari Irena. Raehan segera menjawab telepon dari adiknya itu.
"Iya, Na. Iya ini Kakak mau berangkat. Tunggu ya." Raehan bergegas keluar dari kamar Irena.
Di meja belajar Irena terdapat sebuah kotak berwarna hitam dengan pita ungu. Hadiah ulang tahun ke tujuh belas dari Raehan untuk Irena.
**
"Iya aku tunggu." Irena menutup teleponnya dengan sedikit kesal. Kakaknya yang berjanji akan menjemputnya ternyata baru berangkat dari rumah. Padahal sebelum berangkat, kakaknya itu yang cerewet mengingatkan untuk pulang tidak lebih dari jam sembilan malam.
"Nggak usah cemberut gitu. Kita bakal nemenin lo sampai Kak Raehan dateng," Jasmine berusaha menenangkan Irena.
"Muka lo bakalan jelek kalau begitu. Inget, lo baru aja nambah tua. Mau dapet keriput di umur tujuh belas?" kali ini Rose yang bersuara.
Hari ini mereka bertiga berkumpul untuk merayakan ulang tahun Irena. Mereka memilih Haebaragi Cafe di daerah Dago karena sedang ada diskon yang tentunya menguntungkan Irena sebagai pihak yang mentraktir dua sahabat kembarnya dan surga bagi Rose yang penggemar K-Pop.
"Gue mau ke toilet dulu." Irena bangkit dari kursinya dan berjalan ke toilet.
Selama berjalan ke toilet, Irena masih mengomel tentang keterlambatan Raehan dan juga ejekan dari Rose. Tanpa sengaja, dia menabrak seseorang sehingga membuat minuman yang dibawa orang itu tumpah.
"Maaf. Maaf nggak sengaja," Irena refleks meminta maaf sambil menunduk.
"Kalau jalan matanya dipake!" Laki-laki yang ditabraknya mendesis kesal, kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Irena yang masih terdiam.
Irena membalikkan badannya menatap tajam punggung cowok itu. Sombong banget! Dia juga numpahin minumannya ke baju gue! Irena bergegas ke toilet untuk membersihkan bajunya.
**
"Jangan ngambek lagi dong. Kakak kan udah minta maaf," Raehan sedang membujuk Irena yang sejak masuk ke dalam mobil jadi mogok bicara. "Kan udah tujuh belas tahun. Masih mau kayak anak kecil?"
"Biarin!" jawab Irena ketus. Suasana hatinya bertambah buruk sejak kejadian di kafe tadi.
"Kakak tadi dapet panggilan dari rumah sakit," Raehan berusaha menjelaskan dengan sabar kepada adiknya. Kesibukannya sebagai koas memang menyita waktunya untuk berkumpul bersama keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Catcher [END]
Teen FictionIrena selau memimpikan laki-laki yang sama setelah mendapat dream catcher sebagai hadiah ulang tahun ke 17. Dream catcher itu adalah hadiah terakhir dari kakaknya yang meninggal karena kecelakaan. Siapa sebenarnya laki-laki itu? Dan mengapa dia sela...