23. Hearthquake

286 23 0
                                    

Lily berjalan bolak-balik di teras rumahnya menunggu kepulangan Irena. Tadi setelah pulang dari toko bunga, Lily tidak mendapati Irena berada di rumah seperti biasanya. Ponselnya pun tidak bisa dihubungi. Akhirnya Lily menelepon Jasmine dan bisa sedikit bernapas lega saat tahu Irena bersamanya.

Deru suara motor membuat Lily langsung menghampiri pagar untuk menyambut Irena. Sedikit berbasa-basi dengan Jasmine sebelum sahabat putrinya itu pamit pergi.

“Kamu dari mana aja, Na? Bunda sampai khawatir karena kamu nggak bisa dihubungi,” tanya Lily saat mereka masuk ke dalam rumah.

Irena menghempaskan tubuh lelahnya di sofa dan memejamkan mata. Sejenak membiarkan kenyamanan sofa menenangkan hatinya yang masih terguncang.

Tak mendapat jawaban dari Irena, Lily duduk di samping putrinya. Dari jarak sedekat ini Lily bisa melihat wajah kusut Irena dan jejak air mata di pipinya. “Kamu kenapa, Na?”

Irena perlahan membuka matanya. Dia bisa melihat kecemasan di wajah bundanya. Sungguh dia tidak berniat untuk membuat bundanya cemas.

“Ya udah kalau nggak mau cerita nggak apa-apa. Sebaiknya kamu bersihin diri kamu terus kita makan malam.” Lily beranjak untuk menyiapkan makan malam yang sudah terlambat.

Irena meraih tangan bundanya. “Apa Bunda tahu Altair yang menabrak Kak Raehan dan aku?” tanya Irena lirih. Sebenarnya Irena tak ingin membahasnya lagi, tapi rasa ingin tahunya tak bisa menunggu. Biarlah hatinya sekalian merasakan sakit hari ini.

“Altair?” tanya Lily terkejut lalu menggeleng pelan. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?”

Irena mempelajari wajah Lily. Berusaha menemukan kebohongan di sana karena Irena lelah menjadi orang terakhir yang tahu tentang keluarganya. Namun, mata bundanya berkata jujur.

“Irena.”

Tanpa diminta lebih lanjut, Irena menceritakan semua kejadian hari ini. Mulai dari mimpinya semalam sampai kejadian di rumah sakit. Semua itu kembali membuat Irena menitikkan air mata.

Lily langsung memeluk putrinya. Dia juga merasakan rasa sakit yang sama. Dulu saat polisi menutup kasus kecelakaan itu tanpa kejelasan, Lily memang tidak menuntut lebih jauh karena tidak ingin membuka luka kehilangan lebih dalam. Saat semua biaya rumah sakit Raehan dan Irena dilunasi tanpa tahu siapa yang membayarnya, Lily pun terlalu lelah untuk mencari tahu. Menjadi orang tua tunggal dengan musibah yang datang bertubi-tubi tanpa ada yang menguatkan membuat Lily pasrah dengan kenyataan. Namun, sekarang dia menyesal karena harus Irena yang pertama kali mengetahui kebenaran dari hal yang menyakitkan itu.

Akhirnya malam itu mereka lewati dalam tangis dan pelukan. Menjadi sepasang ibu dan anak yang saling menguatkan dengan keberadaan masing-masing. Saling bersandar tanpa perlu banyak kata-kata.

***

Ruangan ICU itu terasa dingin dan sunyi. Hanya suara elektrokardioraf yang berbunyi teratur menandakan seseorang yang terbaring lemah di sana masih bernyawa. Theo menggenggam tangan Altair dengan erat. “Maafkan Papa, Altair. Papa mohon buka mata kamu. Kalau kamu sadar, kamu boleh marah sepuasnya pada Papa.”

Altair tetap bergeming. Terlalu nyaman dalam tidur lelapnya. Theo tak bisa lagi menyembunyikan kesedihannya. Dia menangis tanpa suara di sebelah Altair. Tak tega dengan kondisi Altair dengan berbagai peralatan medis yang menunjang hidupnya. Jika bisa bertukar, Theo rela menggantikan rasa sakit yang dialami Altair. Namun kenyataanya, itu tidak mungkin. Theo merasa gagal sebagai seorang ayah.

Ketika tahu Altair mengalami kecelakaan, dunia Theo terasa runtuh. Rasa takut kehilangan langsung menyergapnya. Tanpa pikir panjang dia langsung menuju rumah sakit, tidak peduli saat itu masih dini hari. Dia hanya ingin memastikan Altair baik-baik saja. Nyatanya kondisi putranya sungguh memprihatinkan bahkan nyaris meregang nyawa.
Saat ini, setiap detik terasa berharga bagi Theo. Dia tidak ingin Altair tiba-tiba pergi meninggalkannya. Dia berharap Tuhan mau memberikan kesempatan kedua. Kehidupan untuk Altair dan kesempatan baginya untuk memulai lagi dari awal hubungan mereka sebagai ayah dan anak. Semoga Tuhan berbaik hati pada manusia egois sepertinya.

Dream Catcher [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang