Irena sedang menulis di buku agendanya tentang Altair.
•Nama lengkap Altair Zachary Hadinata
•Pindahan dari Jakarta. Sekarang tinggal sama kakeknya
•Kakeknya salah satu donatur di SMA Persada
•Saudara sepupu Orion dan lumayan deket
•Tipe cowok pendiem, muka datar kayak tripleks, dingin macem es di kutubIrena menghentikan kegiatan menulisnya. Dia tidak tahu apa yang mau ditulis lagi. Sekali lagi tulisan itu dia baca, tidak ada satu pun yang berhubungan dengan dirinya.
Irena melihat dream catcher yang masih setia tergantung di kusen jendela kamarnya. Dia menghela napas pelan. Sampai saat ini masih belum mengerti arti semua mimpi-mimpinya tentang Altair. Dia mengacak rambutnya gemas.
Tiba-tiba terdengar pintu kamar Irena yang diketuk. “Masuk aja, Bun.” Irena menutup buku agendanya dan membereskan buku-buku pelajaran untuk sekolah besok.
“Kamu kok belum tidur? Udah malem lho.” Lily berjalan mendekat ke meja belajar putrinya.
“Ini juga mau tidur kok, Bun.” Irena memasukkan buku terakhirnya ke dalam tas.
“Belajar itu penting, tapi inget istirahat juga perlu. Jangan memaksakan diri ya.” Lily mengusap kepala Irena dengan sayang.
Irena menikmati usapan di kepalanya. “Iya Bundaku tersayang.” Irena memeluk bundanya manja.
“Dasar manja,” kata Lily saat Irena melepaskan pelukannya.
“Kalau bukan sama Bunda, aku mau manja sama siapa lagi?”
Lily hanya tersenyum mendengar jawaban putri satu-satunya. “Udah sekarang tidur.” Irena pun menuruti bundanya.
Saat Lily akan keluar dari kamar Irena, tiba-tiba Irena bertanya, “Bun, pernah mimpiin orang yang sama berkali-kali nggak?”
“Pernah.”
Jawaban dari bundanya membuat Irena yang tadinya sudah berbaring segera duduk bersandar di tempat tidurnya. “Siapa, Bun?” tanya Irena antusias.
“Kamu, Ayah, dan Raehan.” Terselip nada sedih saat Lily mengatakan suami dan putranya.
Irena sempat terdiam sejenak. Dia cukup peka untuk menangkap kesedihan yang dirasakan bundanya.
“Kalau itu sih aku juga pernah, tapi bukan itu maksudku,” Irena mengalihkan pembicaraan.
“Terus?”
“Bunda pernah mimpiin orang yang sebelumnya nggak pernah dikenal sama sekali dan mimpi itu berkali-kali?”
Lily tersenyum menangkap maksud ucapan anaknya. “Siapa yang kamu mimpiin?”
“Sekarang jadi temenku, sih. Eh?” Irena mengerjap bingung karena tanpa sadar menceritakannya.
“Bukan aku, Bun. Maksudnya temenku yang mimpiin itu.”
“Cakep?”
“Apaan sih Bun. Udah aku bilang bukan aku yang mimpiin. Jadi, mana aku tahu.” Irena masih tidak mau mengakui.
Lily tersenyum melihat Irena yang salah tingkah. “Iya deh iya. Emangnya temen kamu itu mimpiin tentang apa?” Lily menekankan kata ‘teman’ pada pertanyaannya.
“Dia mimpiin cowok yang sama berkali-kali. Bahkan ada beberapa mimpinya yang jadi nyata.”
“Hmm, mungkin dia pernah kenal sama cowok itu.”
“Nggak, Bun. Sama sekali belum pernah ketemu,” jawab Irena yakin.
“Terus sekarang mereka udah ketemu belum?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Catcher [END]
Teen FictionIrena selau memimpikan laki-laki yang sama setelah mendapat dream catcher sebagai hadiah ulang tahun ke 17. Dream catcher itu adalah hadiah terakhir dari kakaknya yang meninggal karena kecelakaan. Siapa sebenarnya laki-laki itu? Dan mengapa dia sela...