19. Rahasia Pertama

313 32 1
                                    

Irena merasa hatinya lebih lega. Dia memilih untuk percaya pada bundanya karena beliaulah satu-satunya yang Irena miliki saat ini. Kecurigaan juga membuat hatinya merasa lelah.

Irena melangkahkan kakinya dengan ringan di sepanjang koridor sekolah. Saat melihat Altair berjalan di depannya, dia segera menyusul. Irena melupakan satu fakta jika kemarin dia melihat amarah yang menyala di mata Altair entah karena apa.

"Altair!" Irena berhasil berjalan di samping Altair.

Altair yang menyadari keberadaan Irena di sampingnya langsung menghentikan langkah. Dia menatap tajam Irena lalu mendengus dan berlalu begitu saja.

Irena yang mendapat perlakuan seperti itu mematung seketika. Altair itu memang biasa bersikap dingin, tapi tidak pernah menatap tajam dan menusuk seperti tadi. Sebenarnya Irena cukup takut dengan sikap Altair. Emang gue salah apa? Irena menerka dalam hati apa dirinya berbuat sesuatu yang tidak disukai Altair.

Selama beberapa hari ini Altair terus saja menghindari Irena, kecuali saat mereka berlatih musik. Jika memang terpaksa berinteraksi, Altair akan menanggapi Irena lebih dingin dari dirinya yang biasa atau dengan perkataan ketus yang menyulut emosi. Untungnya sampai saat ini Irena masih berhasil mengendalikan diri.

"Iya gue udah tahu!" balas Altair ketus saat Irena memberinya partitur baru yang ada sedikit gubahan lagunya.

"Dia itu kenapa sih? Tiba-tiba ketus nggak jelas gitu," Irena mengomel sendiri sambil kembali ke tempat duduknya. "Padahal waktu itu udah bersikap manis." Dia jadi teringat saat mereka pulang kehujanan.

"Siapa yang manis?" tanya Rose tiba-tiba.

Irena memukul lengan Rose pelan. "Kaget tahu!"

Rose cuma nyengir. "Eh siapa yang manis? Altair ya?" goda Rose.

Irena memutar bola matanya. Dia sedang malas mendengar nama itu.

"Ngomong-ngomong lo ada apa sama Altair? Kalian berantem?" tanya Jasmine yang ikut dalam percakapan.

"Nggak ada apa-apa kok," Irena menghindari pertanyaan Jasmine. Dia sedang tidak ingin membahasnya. Irena ingin fokus ke kompetisi musik.

"Lo pikir kita nggak lihat perubahan yang terjadi di antara kalian? Lo itu satu-satunya cewek yang deket sama Altair, tapi akhir-akhir ini dia jadi ngehindariin lo, terus ngomongnya ketus," kata Jasmine.

Irena mengembuskan napas lelah. "Gue juga nggak tahu."

Sikap Altair akhir-akhir ini cukup mempengaruhi permainan mereka saat berlatih musik. Beberapa kali mereka mendapat teguran dari Bu Melody.

Jasmine dan Rose yang menyadari Irena sedang tidak ingin membahas hal ini tidak memaksa Irena untuk bercerita. Mereka bersamaan menepuk-nepuk bahu Irena.

"Eh Na, kita boleh nggak ikut nonton latihan musik lo?" Rose mengalihkan topik pembicaraan.

"Gue tanyain Bu Melody dulu ya," jawab Irena.

***

Jasmine dan Rose diperbolehkan untuk melihat latihan musik Irena dan Altair. Menurut Bu Melody, mereka bisa berperan sebagai penonton pertama dan memberikan masukan.

Altair yang tahu tentang hal itu sedikit merasa terganggu dengan kedatangan mereka. Dan dia semakin merasa terganggu saat melihat Orion memasukki ruang musik dengan senyum konyolnya-setidaknya itu menurut Altair.

Permainan dimulai dengan denting piano oleh Irena lalu disusul oleh petikan gitar dari Altair. Harmonisasi yang mereka mainkan menghasilkan perpaduan melodi yang bersahutan antara piano dan gitar.

Namun, di tengah permainan itu Orion mengerutkan dahinya. Dia menyadari ada yang salah dengan permainan Altair dan Irena. Mereka seakan bermain sendiri. Orion tidak menemukan keselarasan di antara keduanya.

Dream Catcher [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang