“Akhirnya kamu ke sini juga,” Bu Anna menyambut kedatangan Altair.
Altair hanya duduk diam di kursi yang berada di depan meja Bu Anna. Sementara Bu Anna mencari kertas yang akan diberikan kepada Altair.
Bu Anna menyerahkan kertas itu. Altair membacanya dengan teliti.“Itu tugas dari beberapa guru mata pelajaran. Mereka ingin tahu sejauh mana pemahaman kamu tentang materi pelajaran sebelum pindah ke sini. Kamu dikasih waktu seminggu buat mengerjakannya. Ada yang ingin ditanyakan?”
“Tidak ada, Bu.” Altair merasa sudah sangat jelas.
“Oh Irena. Kemari sebentar,” Bu Anna memanggil Irena yang akan keluar dari ruang guru.
“Ada apa, Bu?” Irena bertanya dengan sopan.
“Begini, Altair mendapat tugas dari beberapa guru karena dia anak baru…,” Bu Anna menjeda kalimatnya. Irena menoleh pada Altair yang duduk tenang di kursi. “Tolong bantu dia kalau dia merasa kesulitan.”
“Iya Bu.”
“Ya sudah, kalian bisa kembali ke kelas.”
Setelah mereka berdua keluar, Bu Anna menyandarkan diri pada sandaran kursi. Dia mendapat permintaan langsung dari kakeknya Altair untuk membantu cucunya itu bersosialisasi di sekolah baru. Permintaan yang ternyata cukup sulit karena Altair anak yang tertutup. Permintaan itu pun tak bisa ditolak karena kakeknya Altair adalah sosok berpengaruh di SMA Persada.
***
Sementara itu di koridor kelas, Irena dan Altair berjalan dalam diam. Irena yang tidak tahan, mencoba memecah keheningan, “Emang lo dapet tugas apa?”Altair menyerahkan kertas yang tadi diberikan oleh Bu Anna. Irena membuka lipatan kertas itu. Keningnya berkerut. “Banyak juga ya. Gimana kalau nanti pulang sekolah gue bantuin cari referensi di perpustakaan?” Irena menawarkan bantuan.
“Hmm.”
Irena pikir Altair akan melanjutkan kalimat berikutnya, tapi ternyata tidak. “Apa maksud lo?”
“Terserah.”
“Kok terserah? Kan yang punya tugas lo.” Irena tidak mengerti jalan pikiran Altair.
“Hmm.”
“Apa?”
“Iya.”
Irena melongo mendengar jawaban Altair. Sepertinya dia harus belajar untuk menerjemahkan bahasa yang digunakan Altair.
Saat Irena sadar, Altair sudah beberapa langkah jauh di depan. Dia teringat ada hal yang lebih penting untuk ditanyakan. “Altair tunggu!”
Altair mendengar panggilan Irena, tapi dia tetap berjalan.
“Gue bilang tunggu.” Irena berhasil mensejajarkan langkahnya dengan Altair.“Oh ya, gue minta nomer hape lo.”
Bukannya menjawab, Altair malah mengambil ponselnya dan menyerahkannya kepada Irena. “Ketik nomer lo.”
“Kok jadi gue? Gue kan yang minta nomer lo.”
“Cepetan!” Altair menggoyangkan ponselnya di depan Irena.
Irena mengambil ponsel itu dan mengetikkan nomornya. “Nih udah.”
Tiba-tiba ponsel Irena bergetar di saku roknya. Sebuah nomor tidak dikenal memanggil.
“Itu nomer gue.” Altair mengakhiri panggilan teleponnya dan berjalan masuk ke kelas.
“Gue nggak ngerti sama lo. Ribet banget,” Irena sedikit protes dengan sikap Altair.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Catcher [END]
Teen FictionIrena selau memimpikan laki-laki yang sama setelah mendapat dream catcher sebagai hadiah ulang tahun ke 17. Dream catcher itu adalah hadiah terakhir dari kakaknya yang meninggal karena kecelakaan. Siapa sebenarnya laki-laki itu? Dan mengapa dia sela...