13. Kemarahan Patrick

9.9K 654 21
                                    

Hilanglah kepolosanku-Alisha-

-

Aku masih diam, lalu mengerucutkan bibirku. Sesekali aku menggerutu di dalam mobil. Lalu mendumel sebal.

Sementara Patrick masih terus menyetir mobil dengan santai. Aduh! Aku ini gimana sih? Dia pasti marah besar. Lalu kenapa dari tadi aku mendumel.

Salahkan dia, menggendongku di depan banyak orang. Emangnya aku karung apa?

"Turun."

Jantungku berdegup kencang, saat dia mengucapkan kata itu dengan nada dingin.

Dengan kaki gemetar, aku turun. Sial. Dia membawaku ke apartemennya. Aku berpikir sebentar. Gimana kalau aku kabur?

Aku melihat Patrick sudah berjalan lebih dulu memasuki gedung itu. Aku menampilkan smirk di wajah. Lalu berjalan pelan kearah berlawanan.

"Setidaknya, kali ini gue harus lepas dari si ice." Gumamku.

Aku tertawa keras, saat sudah berhasil sampai di sebuah halte. Aku mengusap peluh lalu menaiki angkot yang membawaku ke kontrakanku.

Setelah sampai di rumah, aku membasuh diri lalu merebahkan diri di kasur kecilku.

"Nyaman."

"Drrtt...drt..."

Aku melihat ponsel, lalu melihat nama Gaby disana.

"Jahat banget lo kampret ninggalin gue, dasar sahabat durhaka!" Dumelku kesal.

"Haha sorry Sha, habisnya gue takut sama Pak Patrick. Sialan dia kalau marah tetep tampan yah."

"Jiah. Gaje Lo!" Balasku sambil tertawa.

"Eh btw Lo lagi dimana?"

"Di kontrakan."

"Oke dah, gue otw rumah Lo yah."

"Oke. Gue tunggu."

Pip.

Aku tertawa pelan, dasar Gaby memang.

"Brak!"

Jantungku hampir copot mendengar suara yang cukup keras, yang berasal dari luar.

Dengan langkah cepat, aku keluar dari kamar. Mataku membulat sempurna, saat melihat pintu rumahku hancur berantakan. Yang lebih membuatku ingin pingsan sekarang adalah Patrick berdiri sambil menatapku nyalang.

"Kesalahan terbesarmu Alisha. Berani bermain-main denganku."

Patrick mendekat, Aku mundur. Patrick memegang bahuku kuat, hingga membuatku meringis pelan.

"Lepasin." Ucapku.

"Ngelepasin kamu? Gak akan. Mulai sekarang, kamu pindah ke apartemenku."

Aku ingin menjawab, tapi suaraku tertahan saat tiba-tiba Patrick menyumpal mulutku dengan bibirnya.

"Hmppt..."

Patrick melumat kasar bibirku, dia menggigit bibirku kuat hingga membuatku membuka bibir. Lalu dengan cepat dia memasukkan lidahnya disana. Menciumku penuh gairah.

Aku berusaha melepas diri, tanganku mendorong dadanya kuat. Tapi dengan cepat Patrick menarik kedua tanganku dengan satu tangan kirinya lalu menaikkan ke atas. Sementara tangan kanannya menahan leherku.

Kenapa pria harus sekuat ini?

Aku benar-benar hampir kehabisan nafas. Mengetahui itu dia melepaskan tautan bibir kami.

Boss And Me (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang