"Sayang, kamu jangan ngangkat yang berat-berat dong, kata dokter kamu gak boleh kelelahan loh."
Alisha memutar mata, saat mendengar suara Patrick kembali terdengar. Lagi, setelah mengetahui kehamilan Alisha minggu lalu, pria itu dilanda kebahagiaan bertubi-tubi, belum lagi tingkat bucin dan keposesifan pria itu melejit bak roket, Alisha sampe geleng kepala karenanya. Dia yang hamil, suami yang heboh.
"Kamu gak usah lebay deh, aku kan cuma angkat pakaian doang, sekilo juga gak nyampe."
Pria itu mengabaikan ucapan sang istri, buru mengambil keranjang berisi pakaian. Meletakkannya di lantai, lalu menyusun di lemari pakaian.
"Kok jadi kamu sih yang nyusun pakaiannya? aku ajah."
Patrick menggeleng, "gak. Aku ajah, aku takut kamu kecapean. Kenapa kamu gamau kita pake ART sih, Sayang? aku khawatir sama kamu, kalau aku kerja nantinya."
Alisha memutar bola matanya, ternyata kecerewetan Patrick, benar-benar mendarah daging.
"Iya, tapi tunggu aku mau lahiran ajah, jangan sekarang. Lagian, kata dokter aku gapapa kok bergerak itu mempermudah jalannya Dede nanti, asal aku gak berlebihan aiah. Kamu ajah yang lebay deh."
Patrick menghela nafas, mendengar gerutuan sang istri, setelah menyusun pakain, pria itu mendekati Alisha yang duduk di ranjang sambil membaca novel, mengecup kening wanita itu lembut.
"Kamu belum minum susu, kan?"
Patrick bergerak ke dapur, setelah Alisha menggumamkan kata belum, pria itu membuat susu untuk sang Istri, runititas yang baru dijalaninya seminggu ini, tapi tetap mencipta bahagia takkala mengingat sebentar lagi, ada suara bayi di rumahnya.
-
Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, tapi Patrick masih juga belum selesai menandaskan pekerjaannya di laptop, pria berkulit putih itu membuka kacamatanya sejenak, lalu meminum segelas air hangat yang terletak di meja. Para karyawannya yang shift pagi sudah pulang pukul 5 sore tadi, meski ada beberapa karyawan yang tampak loyalitas karena weekend, Patrick memijit kening, pria itu terpaksa lembur karena sedang mengejar tamu yang akan membooking hotel mereka dalam seminggu ini, mereka baru selesai melakukan meeting via zoom, tinggal menunggu deal, maka pekerjaannya, selesai.
Jantung Patrick berdegup kencang saat melihat notif di hapenya, pria itu memang sengaja mematikan suara notif agar dia bisa berkonsentrasi meeting dengan tamu penting yang akan menginap di Jw.
"Mati, mati!"
Deretan panggilan dari Alisha diabaikannya, dan resikonya adalah Patrick akan menghadapi amarah istrinya itu.
Patrick siap dimarah, dipukul, atau dimaki, tapi pria itu takut jika nanti amarah dan kesedihan Alisha berimbas kepada galon anak mereka, apalagi Alisha sudah semakin super sensitif sekarang.
Patrick tak lagi menunggu balasan sang tamu, pria itu mematikan laptop tergesa dan berpikir akan membalas email itu nanti saja.
"Astaga, Sayang. Maafkan aku."
Di sepanjang jalan, pria itu masih gelisah, dia membawa mobil dengan kecepatan rata-rata.
Sementara di rumah, Alisha membuang tisu kesekian kali yang dipakainya untuk membersihkan air mata dan ingusnya sendiri, wanita itu kembali menyuap kuah bakso sapi yang dibeli oleh satpam rumah mereka, Kang Asep. Sedari siang, Alisha sudah menginginkan bakso itu, wanita itu tidak bisa memesan dari grabfood karena lokasi warung bakso yang dipesan Alisha kelewat jauh, Kang Asep yang kasihan melihat majikannya yang duduk di depan menanyakan keinginan wanita hamil itu, awalnya Kang Asep ingin membeli bakso yang dekat komplek mereka saja, tapi majikannya tidak mau bakso itu, kecuali bakso Mas Sukri langganan Alisha dulu.
"Bu, apa saya boleh balik ke pos ajah?"
Asep bertanya dengan nada pelan, takut menganggu majikannya yang masih makan dalam keadaan terseduh-seduh itu, Alisha menyuruh pria itu duduk di depannya dan makan bersama. Awalnya Asep menolak, tapi wanita hamil itu memaksa.
Alisha menghentikan tangisnya lalu menandaskan kuah baksonya yang tersisa dikit, nikmat sekali, Alisha menyesal makan dalam keadaan nangis tadi, wanita itu terkekeh.
"Kang, boleh minta tolong lagi, ga?"
Asep menggaruk telinganya, "apa bu?" agak ragu mengatakannya.
"Ambilin susu hangat aku di dapur dong, tadi udah aku buat susu panas, mungkin udah anget. "
Asep mengangguk singkat, lalu bergerak ke belakang. Pria itu memberikan susu itu kepada Nyonyanya, saat melihat suara deritan pintu terdengar. Asep terkesiap, sementara Alisha menerima gelas itu santai, lalu menandaskan susunya.
"Kamu ngapain disana?"
"Maaf Pak, bu Alisha tadi minta dibeliin bakso sama diambilin susu." sahutnya cepat.
"Kenapa mangkok baksonya ada 2?"
Patrick meletekkan tas kerjanya di meja lalu duduk di sebelah Alisha yang memasang tampang santai.
"Tad ..."
"Aku yang nyuruh dia disini, lagian kenapa kamu yang sewot sih? Kang, kamu kenal pria ini, keknya yang jadi suami saya kamu deh, siapa sih. Masuk-masuk ke rumah orang."
Asep kelabakan, ini sangat tidak baik. Satpam itu menatap horor bosnya itu.
Patrick menghela nafas, tidak tau mau tertawa atau menangis, dia menyuruh Asep pergi dengan tatapannya, lalu mengikuti langkah sang istri.
Pria itu menatap Alisha yang merebahkan diri di ranjang, wanita itu tampak membersihkan wajahnya dengan kapas dan air yang dia ketahui cleanser water. Patrick membersihkan dirinya terlebih dahulu, sebelum menghampiri sang istri.
Keluar dari kamar mandi, Patrick mendapati Alisha yang sedang berbaring di ranjang sambil menonton film drama Korea, istrinya itu menggunakan lazy neck agar dapat menonton dengan baik, tapi masih dalam jarak yang aman.
"Sayang, aku minta maaf."
Patrick memeluk bahu istrinya lembut, lalu mengecup singkat pipi wanita itu. Patrick memasang tampang masam, saat melihat Alisha yang sama sekali tidak peduli dengan ucapannya.
"Hari ini, aku sedang meeting dengan beberapa klien yang mau booking hotel kita, Sayang. Aku matiin notif, maaf aku lupa angkat telp dan kabarin kamu."
Menjelaskan dengan nada lembut, plus mengusap kepala sang istri ternyata tak membuat Alisha luluh, wanita malah tetap fokus pada tontonannya.
Patrick memijat kepalanya dengan tangan, lelah di hotel membuat kepalanya mumet, belum lagi Alisha bersikap diam seperti ini, membuat pria itu rasanya ingin memecahkan kepala di dinding.
Patrick memeluk Alisha dengan sayang, mengambil ponsel istrinya lalu mematikan film itu. Alisha menatap tak suka pada Patrick, lalu mendengus sebal.
"Apaan sih, kamu. Balikin hape aku!"
Pria itu menggeleng lemah, menangkap pergelangan tangan Alisha, meraup wanita itu dalam satu pelukan, tidak membiarkan istrinya itu lepas dari dekapannya.
"Aku capek banget hari ini, Sayang. Aku tau kamu marah sama aku, tapi tolong jangan lama-lama, aku gak kuat dimusuhin sama kamu. Ini salah aku, aku yang matiin notif. Aku gak akan ngulangi lagi By, maaf yah. Aku juga belum makan, tapi aku gak akan mau makan kalau kamu gamau nemeni aku."
Nada lirih yang diucapkan Patrick membuat Alisha terenyuh, benar. Pria itu tampak kelelahan, belum lagi wajah pucat itu membuat Alisha semakin khawatir.
"Aku dah masak tadi sore, ayuk makan."
Patrick tersenyum senang, pria itu mengikuti langkah sang istri. Tak sia-sia dia memasang wajah paling menyedihkan yang dia punya.
#Tbc
Silahkan kritik dan saran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss And Me (End)
RomancePunya Bos galak, sombong, dan angkuh. Plus membuatmu berada di dalam drama, lingkaran kehidupannya. Kalian pikir aku baik-baik saja? Catat baik-baik, aku Siti Alisha. Membenci Patrlick Aliardo.