17

9.6K 650 39
                                    

Manusia mengekspresikan cintanya dengan cara masing-masing juga berbeda-Delima-

*

Bagaimana mungkin, aku bisa melakukan ini sekarang. Menatap Patrick dengan tatapan dalam. Pria sok dingin tapi mesum itu kelihatan damai tidur, rasanya dia seperti pangeran.

Alisnya agak tebal, seperti ulat bulu. Matanya sipit, tapi dia memiliki bola mata bermata coklat juga jika bertatapan denganku mampu membuat dada berdebar.

Padahal sesederhana tatapan? Sungguh. Aku telah jatuh pada pada pria ini. Kulitnya juga putih bersih, dia memang lelaki yang benar-benar tampan, cemburuan, kekanakan, tapi bisa menjadi pria yang cerdas juga luar biasa.

Patrick Alardo dengan segala keperfectionistnya. Juga segala sifat yang membuatku lelah berurusan dengannya.

Aku mendesah pelan, Alisha dengan Patrick berbanding 180 derajat. Meski kami sudah tunangan, tetap hatiku tidak bisa tenang. Aku takut, aku takut setelah ditinggikan lalu dijatuhkan. Itu pasti sangat sakit.

"Mau sampai kapan, menatapku seperti itu sayang?" Aku terkejut.

"Sejak kapan kamu bangun Patrick?"

"Sejak kamu melihatku, dari 2 jam yang lalu." sahutnya santai.

Gila. Untung aku tadi tidak menyuarakan isi hatiku, karena kalau iya. Aku pasti sudah berakhir.

"Nyebelin!" Aku memilih berdiri dan masuk ke kamar mandi, lalu membasuh diri.

Sayup-sayup aku mendengar suara Patrick, "Lis mandi bareng yok!"

"Sinting!" Balasku sambil berdecak kesal, disusul suara tawanya disana. Tanpa sadar, sudut bibirku melengkung membentuk sebuah senyuman disana.

Setelah membersihkan diri, aku mendapati Patrick duduk di kasur. Dia mengalihkan perhatiannya dari ponsel lalu menatapku, berdiri, mendekat lalu menarik tanganku.

"Kenapa?" Aku bertanya dengan raut wajah bingung, yang kentara.

"Kamu keramas." gumamnya, sambil mengelus rambutku yang masih basah.

"Iya, emangnya kenapa sih?" Dia tidak menjawab, masih mengelus rambutku. Sebelum mengambil hair drayer di atas nakas.

Semakin terkejut, saat dia mengeringkan rambutku dengan telaten.

"Aku bisa sendiri." ucapku.

"Aku ajah," balasnya tegas.

Selanjutnya aku diam, dan memilih memejamkan mata. Dia menyentuh kulit kepala juga rambutku begitu lembut. Membuat bulu romaku merinding.

"Nah, sudah kering!" Dia berseru dengan nada bangga, dan sedikit membusungkan dada. Dasar!

"Thanks." Sahutku.

Menampilkan senyum terbaik yang dia punya, aku jadi curiga.

"Kenapa kamu nyengir gitu?"

"Nothing gift?" Kedua alisnya naik turun, pertanda kalau jahilnya kambuh.

"Hadiah apa, maksud kamu?" Ketusku.

"Maybe, morning kiss."

Spontan aku menjauh, berdiri lalu melangkah mundur. "Gak!" Ucapku sarkas, "Kamu belum mandi, bau!"

Aku tertawa di akhir ucapanku, sejujurnya Patrick sama sekali tidak bau. Aku juga heran, selama aku berada di sisinya parfum maskulinnya selalu tercium. Biasalah, parfum orang kaya yang tahan lama.

Pria dewasa itu, mendengus kesal lalu mencium tubuhnya. "Aku gak bau!"

Semakin tertawa saat pria itu mengerucut bibirnya sebal, Ya Allah dia kekanakan dan lucu di waktu bersamaan.

Boss And Me (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang