Niall’s POV
“What time is it?” tanya Louis pada Harry.
“Quarter past ten,” jawab Harry sambil melihat jam tangan di tangan kirinya.
“We must fast, guys. Jasmin still waiting,” ajak Liam menambah kecepatan berjalannya. Tapi ketika kami sampai di tempat tadi, kami tidak menemukan keberadaan Jasmin dan keberadaan sebuah barangnya pun.
“Where is she?!” seruku kaget dan terkejut. Pip. iPhone ku terdengar berbunyi dan kubuka sebuah pesan yang masuk dan membacanya, “’sorry, guys. Aku pulang duluan. Aku tidak ingin merepotkan kalian. Thanks for today (:’ guys look this! She’s already go home!”
“Oh damn, it’s bad…” kejut Zayn.
“Go go, dia pasti belum jauh!” lanjut Harry yang kemudian membuat the boys berlari keluar café dan berlari mencari Jasmin. Untung saja para fans tidak melihat kami keluar dan untung juga jalanan pun sepi.
“Kita berpencar. Hubungi yang lain jika kalian menemukan Jasmin,” usul Louis. Akhirnya pun kami semua berpencar. Aku berlari menuju jalan tak bernama tepat sekitar 50 meter sebelum perempatan antara Marlborough Road dan Iddesleigh Road, dan berharap dapat menemukan Jasmin.
“The number that you’re calling is on busy time. Please try again later,” sial. Mengapa aku tidak bisa mengontaknya? Ini sudah kelima kalinya aku mencoba meneleponnya tetapi tetap tak ada jawaban. Bukan karena kami memaksanya untuk pulang bersama kami. Melainkan sudah banyak sekali hal buruk terjadi di daerah sini jika malam mulai menjelang. Please be safe, Jasmin.
Jasmin’s POV
[At The Other Side]
Aku berjalan santai melewati gelapnya malam sambil membawa kotak biolaku. Angin terasa dingin dan betapa bodohnya aku tidak membawa blazer-ku. Baiklah, aku akan memotong jalan menuju jalan atau yang lebih tepatnya bisa dipanggil gang karena kurasa lewat sana akan lebih cepat. Tapi di sana sangat sepi. Hahaha, tak apalah toh firasatku berkata aku akan baik-baik saja sampai ke rumah.
Di sini sepi sekali. Aku dari tadi tak melihat satu pun kendaraan yang lewat dan seorang pun yang berlalu lalang. Lampunya pun terkesan redut. Kurasakan bulu kudukku mulai naik. Jangan takut, Jasmin. Sebentar lagi kau akan sampai jalan besar.
“Hello, girl,” sapa seseorang dari belakangku. Ketika aku menoleh kulihat sesosok pria berpenampilan seperti gangster keluar dari sela antara dua rumah. Sial. Ini bahaya. BUAK. Aku menabrak sesorang ketika aku berbalik ingin berlari.
“Don’t be scare, girl. Come one play with us,” ucap 3 orang sisanya yang terlihat semakin garang. Aku ketakutan. Aku tak punya jalan keluar. Aku terkepung. Mereka mendekatiku perlahan lalu seorang dari mereka menyerangku.
“Help!” teriakku sekuat tenaga tetapi laki-laki itu menutup mulutku. Aku berusaha meronta tapi kekuatanku hanya sebatas gelitikan bagi mereka.
“Argh!” kugigit tangan laki-laki itu dan berusaha berlari kembali. Tetapi seorang lainnya memegang kedua tanganku di belakang lalu menutup mulutku dan mengacungkan pisau kecilnya di leherku.
“Jangan melawan atau pisau kecil ini akan merobek leher indahmu,” ucap lelaki berkulit hitam yang menggunakan varsity hitam itu sambil menjilati leherku. “Sial. Sial. Sial. Kenapa aku tidak menuruti perkataan yang lainnya tadi. Bodoh, aku bodoh,” ucapku dalam hati sambil mulai memejamkan mataku sambil menangis dan menyerah pada apapun yang akan terjadi.
“Argh! Shit!” teriak laki-laki itu dan dia menjauh dariku sambil terhuyung.
“Go away from her!” teriak seseorang dari belakangku. Aku menoleh dan melihat Niall baru saja memukul wajah laki-laki itu, “are you ok, Jasmin?” ucapnya sambil memberikan jaketnyanya padaku. Aku tak menjawab dan hanya bisa terus menangis.
“Run, Jasmin! Run!” teriaknya.
“Wh-what? No, I won’t! it’s dangerous!” teriakku kembali padanya.
“Run! The other is come here!”
“But you….”
“Argh!” teriak Niall. Tiba-tiba aku melihat darah keluar dari tangan Niall. Laki-laki itu melukainya menggunakan pisau tadi.
“Don’t acting like hero, Niall Horan. You can’t fight us,” ucap laki-laki itu. Aku hanya bisa terdiam melihat apa yang terjadi di depan mataku. Badanku mulai kembali bergetar.
“Stop it!” teriak banyak orang di belakang sana. Itu mereka! One Direction dan beberapa polisi. Para gangster itu pun berlari pontang panting ketika yang lain berlari ke arah kami.
“Are you ok, Jasmin?” tanya Zayn dan Louis berlari ke arahku lalu membawaku masuk ke dalam mobil.
“Ni-Niall,” ucapku bergetar.
“Niall, are you ok? You’re blooding!” ucap Liam begitu kaget.
“No, I’m ok. It isn’t hurt….. aw,” erang Niall di akhir ucapannya.
“No time to talk much. We must go to hospital,” lanjut Harry lalu membawa Niall masuk ke dalam mobil yang lainnya.
.
.
“Good night, Jasmin,” ucap Louis dan Zayn setelah mengantarku ke rumah.
“Good night too, guys,” senyumku pada mereka berdua.
“Alone tonight? Atau kau bermalam di rumah kami?” tanya Zayn.
“No, thanks. I’m fine here alone,”
“Jika kau bosan atau apa, hubungi saja kami,” tambah Louis
“Ok, Lou,” senyumku kembali, “bye, guys,” lanjutku.
“Bye!” jawab mereka sambil masuk ke dalam mobil dan memacu mobilnya hingga tak dapat lagi terlihat oleh mataku. Aku masuk ke dalam rumahku. Ya ayahku sedang pergi bertugas ke Perancis untuk dua minggu ke depan. Ibuku pun ikut serta tapi tidak denganku. Aku malas. Hahaha, memang lucu ketika Natal mereka tak akan pulang. Tapi bukan salah mereka sih. Aku saja yang aneh. Oh iya, jadi intinya aku sendirian sampai dua minggu ke depan.
Aku masuk ke dalam kamarku dan melepas jaket…. Ini kan punya Niall! Aku lupa! Aku buru-buru mengambil iPhone-ku di dalam tas dan kucari nomer ponsel Niall. Aku khawatir padanya.
To: Niall
Hey, Niall. Where are you now? Are you ok? Sorry, I made your arm hurt ): I’m just the stupid one…
Oh yeah, your jacket still with me. I will come to Harry’s house tomorrow.
Bye, good night (:Kutunggu beberapa menit pertama tapi tak ada balasan darinya. Lalu aku mengganti bajuku dan membuat toast dan segelas susu plain. Setelah aku kembali ke kamar tetapi tetap tak ada balasan. Apakah dia marah padaku karena semua hal tadi? Oh God, I start crying now.
“Niall, I’m sorry. Maafkan aku atas kebodohanku tadi..” rintihku sambil terus memandang layar ponselku..
.

YOU ARE READING
When Asphodel Start to Bloom
FanfictionJasmin Aline Lareina, seorang gadis yang sangat menyukai One Direction. Menjadi seorang gadis biasa adalah kesehariannya. Tapi apa yang akan terjadi ketika laki-laki pujaan hatinya, Niall Horan, bertemu dengannya dan semakin lama sebuah perasaan 'an...