Siangnya. Usai makan siang dan sholat zuhur, Indra dan Asep pamitan pada Yudha dan Cinta. Indra beralasan akan membawa Asep jalan-jalan keliling Jakarta. Alasan yang tepat, mengingat sejak Asep tinggal menumpang di rumah Yudha dan Cinta, pemuda desa itu belum pernah ke luar rumah selain ke kantor Yudha.Indra membawa Asep menemui sang germo yang di ceritakannya tadi pagi pada pemuda desa lugu itu. Berboncengan sepeda motor milik Indra, keduanya menuju rumah sang germo di kawasan Depok.
Ricky, nama sang germo. Dia tinggal di sebuah rumah kontrakan bersama tiga orang temannya yang sama-sama masih duduk di bangku kuliah. Dari cerita Indra sebelum mereka berangkat tadi, Asep mengetahui bahwa seluruh penghuni rumah kontrakan ini adalah cowok bayaran juga. Ricky merangkap sebagai cowok bayaran dan sekaligus germo bagi mereka semua.
Ketika Indra dan Asep tiba, keempat penghuni kontrakan itu sedang ada di rumah semuanya. Mereka menyambut kedatangan Indra dan Asep dengan ramah dan bersahabat. Setelah mempersilakan Indra dan Asep duduk di karpet yang ada di ruang tamu, keempatnya memperkenalkan diri pada Asep.
Yang pertama adalah Ricky, sang germo. Dari logatnya yang halus dan santun, kentara sekali kalo cowok ini berasal dari daerah Sunda. Kulitnya yang kuning langsat membalut tubuhnya yang ramping atletis. Wajahnya yang tampan di hiasi rambut gondrong yang di tata seperti aktor-aktor sinetron Asia.
Yang kedua adalah Albert, anak Medan. Dibandingkan ketiga temannya yang lain, si Albert ini yang bertubuh paling tinggi dan atletis. Kaos ketat tanpa lengan yang di kenakannya memperjelas otot-otot tubuhnya yang terbentuk sempurna di bungkus kulit sawo matang. Rambut cepaknya yang menghiasi wajahnya yang tampan semakin menambah kesan jantan pada cowok itu.
Yang ketiga adalah Bimo, anak Semarang. Kaca mata minus yang bertengger di hidung mancungnya, memberi kesan kalo cowok ini adalah tipe mahasiswa rajin belajar. Ketika Indra dan Asep datang tadi, cowok ini sedang asik membaca buku “Aplikasi Rekayasa Konstruksi” sambil tiduran di atas karpet yang sekarang menjadi tempat mereka duduk. Sambil ngobrolpun buku itu masih tetap di pegangnya dan sesekali halaman buku itu di bolak-baliknya seperti mencari sesuatu. Seperti Ricky, Bimo ini juga memiliki tubuh ramping dengan kulit kuning langsat. Namun tidak seperti Ricky yang miskin bulu-bulu tubuh, Bimodi anugerahibulu-bulu tubuh yanglebih banyak. Rahangnya saja terlihat bekas cukuran yang semakin menambah pancaran ketampanan di wajah gantengnya.
Yang keempat adalah Stefanus, anak Manado. Sepertinya Tuhan memiliki waktu yang lebih banyak saat membentuk wajah cowok ini. Garis wajahnya menampilkan ketampanan yang sempurna. Andai saja tubuhnya seatletis Albert, lengkaplahkesempurnaan fisik yang di miliki Stefanus. Namun demikian, tubuhnya yang tinggi ramping sudah lebih dari cukup membuat setiap orang yang melihatnya akan terpesona dan mabuk kepayang (jadul banget istilahnya ya, hehehe).
Sebenarnya Ricky pernah mengajak Indra untuk tinggal bersama di rumah kontrakan itu. Namun Indra lebih memilih tinggal bersama Yudha, karena lebih hemat. Tinggal di rumah Yudha tidak perlu membuatnya berpikir untuk urunanmembayar rumah kontrakan.
Indra, Ricky, Albert, Bimo dan Stefanus, sesungguhnya adalah cowok-cowoknormal yang dengan sengaja menceburkan diri dalam dunia mesum. Sebagai cowok bayaran, karena di paksa keadaan. Awalnya karena kebutuhan materi dan imbas pergaulan kosmopolitan kota besar.
Fenomena cowok bayaran tersembunyi, seperti yang mereka lakukan sangat umum terjadi di Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia. Penampilan yang terpelajar, sopan, bahkan ada juga yang relijius membuat mereka dapat menyembunyikan identitas ganda mereka dari lingkungan masyarakat.
“Kamu kuliah Sep?” tanya Bimo.
“Enggak Mas. Otak sayah butek kalo belajar. Lagian juga di kampung gak perlu sekolahan. Yang penting bisa cari duit. Saya ke Jakarta ya mau cari duit untuk ngirim ke kampung Mas,” sahut Asep.
Ricky manggut-manggut mendengar jawaban lugu Asep.
“Kamu gay?” tanya Ricky.
“Maksud Aa’?” tanya Asep.
Pemuda desa ini menyebut Ricky dengan kata Aa’ karena sudah mengetahui kalo Ricky juga orang Sunda sama seperti dirinya.
“Kamu gak ngerti gay?” kali ini Bimo yang bertanya.
“Gak ngerti A’,”
“Gay itu maksudnya, cowok yang suka dengan cowok juga,” sahut Ricky menjelaskan.
“Banci maksudnya? Enggak atuh A’, Asep enggak banci,” sahut Asep cepat. Terlihat pemuda desa ini sewot.
“Lho? Siapa yang bilang kau itu banci Sep?” kata Albert dengan logat Medannya yang kental.
“Itu tadi, A’ Ricky bilang saya suka sama cowok. Kalo cowok suka sama cowok itu artinya banci atuh.”
“Kalo kamu gak suka sama cowok, kok kamu mau ngentot sama cowok? Kumaha atuh Sep,” kata Ricky.
“Asep mau ngentot sama cowok, bukan karena banci. Asep emang suka ngentot ajah.”
Ricky terkekeh. Yang lain pun ikut terkekeh jadinya.
“Maklum orang kampung Rick,” kata Indra.
“Okehlah Sep. Terserah kamu aja deh. Yang penting kamu udah pernah ngentot dengan cowokkan?”
“Udah A’. Tapi enggak sering.”
“Kamu top, bottom, apa versatille nih?” tanya Ricky lagi.
“Gue rasa Asep gak ngerti juga tuh Rick,” sahut Indra. Asep memang terlihat kebingungan dengan pertanyaan Ricky itu. “Menurut Gue, Asep versatille Rick,” kata Indra menjawab pertanyaan Ricky.
“Masih seret gak Ndra?” tanya Stefanus sambil nyengir.
“Lumayan sih, tapi gak seret banget, kenapa emangnya?”
“Kalo masih seret, Asepkan bisa ngaku virgin. Bisa di bayar gede dia,” jawab Stefanus cepat.
“Asep udah gak virgin. Udah pernah kemasukan kontol sih dia. Kayaknya malah udah lumayan sering, hehehe,” jawab Indra terkekeh.Yang lain pun kembali terkekeh. Asep cuman bengong mendengarkan percakapan cowok-cowok di sekitarnya.
“Buka baju kamu Sep,” kata Ricky.
“Buat apaan A’?” tanya Asep bingung.
“Aku mau liat kamu bugil seperti apa?” sahut Ricky santai.
Asep melirik ke Indra, seolah-olah meminta pendapat Indra apakah Asep harus mengerjakan apa yang di katakan Ricky tadi. Indra kemudian menganggukkan kepalanya. Asep kemudian berdiri dari duduknya dan mulai melepaskan bajunya.
“Buka semuanya Sep,” kata Ricky.
Asep kemudian menelanjangi dirinya sendiri. Tak sampai dua menit tubuh telanjang bulat Asep sudah terpampang di hadapan lima orang cowok yang ada di ruang tamu itu. Tubuh Asep di perhatikan dengan serius oleh Ricky dan teman-temannya. Sementara Indra yang sudah pernah melihat Asep bugil hanya memperhatikan biasa saja. Di pandangi dengan serius oleh banyak cowok seperti itu membuat Asep kikuk juga.
Ricky kemudian mendekati Asep. Ricky kini duduk tepat di depan Asep. Kepala Ricky berhadapan dengan selangkangan Asep. Tanpa tedeng aling-aling mulut Ricky kemudian membuka dan memasukkan kepala kontol Asep kedalamnya. Mulutnya kemudian mengempot, menyedot kepala kontol Asep tanpa permisi. Asep tersentak, Asep mengerang. Kontol pemuda desa itu mulai mengeras di dalam mulut Ricky.
Indra hanya memandangi perbuatan Ricky dengan bibir tersenyum. Albert, Bimo dan Stefanus, sepertinya kepingin juga merasakan batang kontol Asep yang gemuk dan panjang itu. Namun mereka tidak mengikuti apa yang di lakukan Ricky, mereka hanya diam di tempat duduk masing-masing dan menyaksikan saja Ricky yang sibuk menyElomoti kontol Asep.
Untuk beberapa saat Asep menikmati oral yang di lakukan Ricky padanya. Sekitar lima menit kemudian, mulut Ricky melepaskan batang kontol Asep. Batang kontol Asep kini mengacung tegak ke arah atas. Dari jarak yang sangat dekat Ricky memandangi batang kontol yang panjang dan gemuk itu sambil sesekali menjilat-jilatnya dengan lembut.
“Lo gak salah bawa Asep ke sini, Ndra,” kata Ricky.
Indra tersenyum lebar. Albert, Bimo dan Stefanus segera mendekati Ricky. Mereka berebutan menyerbu batang kontol pemuda desa nan lugu itu, jadilah Asep menikmati kuluman di batang kontolnya dari empat mulut cowok yang berbeda-beda bergantian.
***
Sony meminta Andre menemaninya ke kantor operator seluler yang di gunakan oleh si peneror untuk meneror Andre. Sebagai seorang reserse cyber crime Sony memiliki koneksi di perusahaan IT dan sejenisnya. Kebetulan Sony juga memiliki kenalan di kantor operator seluler yang di gunakan sang peneror.
Wisnu tidak ikut bersama Sony dan Andre karena akan kembali ke rumahnya setelah semalaman menginap di rumah kontrakan Antonius. Kepulangan Wisnu ke rumahnya, sekaligus juga untuk meminta ijin orang tuanya untuk ikut bersama Andre berangkat ke Sukabumi besok.
Sesampainya di kantor operator seluler itu, Sony langsung menuju ruang kerja kenalannya yang menjabat sebagai manajer di sana. Ruang kerja kenalan Sony itu terletak di lantai 15 dalam sebuah gedung pencakar langit yang terletak di jantung kota Jakarta. Seorang wanita cantik yang merupakan sekretaris sang manajer menyambut mereka dengan ramah.
“Selamat sore Pak Sony, ada yang bisa Nita bantu,” katanya hangat dan ramah begitu melihat kedatangan Sony dan Andre.
“Selamat sore Mbak Nita. Pak Rasyid ada di tempat?” tanya Sony dengan gaya formal.
“Maaf Pak Sony, sebelumnya Bapak sudah ada janji?”
“Sudah Mbak Nita. Kemaren saya sudah telepon Pak Rasyid dan beliau katakan saya bisa ketemu beliau hari ini,” sahut Sony.
“Kalau begitu Pak Sony silakan duduk dulu, saya akan sampaikan ke Pak Rasyid kalau Bapak sudah datang.”
“Terima kasih Mbak Nita.”
“Sama-sama Pak,” kata Nita.
Sekretaris cantik ini kemudian mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan sang manajer. Sementara Nita berada di dalam ruangan sang manajer, Sony dan Andre duduk menunggu di sofa. Tak lama Nita segera keluar dan mempersilakan Sony dan Andre untuk masuk ke ruangan Rasyid.
Sang manajer menyambut kedatangan Sony dan Andre dengan ramah. Dengan hangat keduanya di persilakan duduk di kursi tamu yang ada di dalam ruangannya. Rasyid adalah seorang pria ganteng dengan penampilan perlente. Wajahnya mirip dengan Fachry Albar, namun dengan tubuh yang lebih atletis. Usianya sepantaran dengan Sony. Kacamata yang menghiasi wajahnya membuat ketampanannya semakin terpancar.
Sony segera mengutarakan maksudnya kepada Rasyid yang hendak meminta data kepemilikan nomor telepon seluler sang peneror. Tentu saja kepada Rasyid, Sony tidak menceritakan peristiwa yang di alami Andre dan Calvin.
Memperhatikan pembicaraan antara Sony dan Rasyid, Andre menilai sepertinya hubungan keduanya tak lebih dari sekadar hubungan profesional semata. Tak lebih dari itu. Di dalam hati, Andre berharap seandainya hubungan keduanya lebih dari itu. Mereka bisa ngesex bertiga di ruangan sang manajer. Saling mengentot dan mengisap batang kontol di atas meja Rasyid yang berserakan berkas (hehehe).
Rasyid memang menarik secara fisik. Sambil memperhatikan Sony dan Rasyid berbicara, Andre membayangkan sebatang kontol gemuk panjang yang menempel kokoh di selangkangan sang manajer ganteng itu. Sibuk membayangkan hal yang cabul, membuat Andre tak sadar bahwa pembicaraan Sony dan Rasyid telah selesai. Andre juga tak sadar bahwa Nita, sang sekretaris, masuk ke dalam ruangan dan menyerahkan berkas fotokopi data-data pemilik nomor telepon seluler kepada Rasyid. Setelah itu Nita segera keluar lagi dari dalam ruangan itu.
“Ini datanya Pak Sony. Mudah-mudahan kasusnya segera tuntas,” kata Rasyid menyerahkan sebuah map kepada Sony.
“Terima kasih atas bantuannya Pak Rasyid,” sahut Sony.
“Kalau begitu, kami permisi dulu. Maaf sudah menganggu waktu kerja Pak Rasyid.”
“Tidak masalah Pak Sony. Kami senantiasa siap membantu kepolisian apa bila di perlukan,” sahut Rasyid.
Lamunan Andre buyar.
“Kamu kok termenung aja di dalam ruangan tadi Ndre,” kata Sony pada Andre saat keduanya sedang berada di dalam lift yang membawa mereka turun dari lantai 15 gedung itu.
Tak ada orang lain selain mereka berdua di dalam lift itu.
“Lagi mikirin sesuatu Mas,” sahut Andre.
“Mikirin apaan?”
“Enggg..,” Andre gelagapan.
“Mikirin manajer ganteng tadi ya?” tanya Sony tembak langsung.
Andre makin gelagapan. Mulutnya hanya bisa nyengir. “Dasar polisi, kerjaannya nyelidikin orang aja,” kata Andre dalam hati.
“Kontolnya si Rasyid gede banget lho, Ndre. Turunan Arab sih,” kata Sony. Bibirnya menyunggingkan senyum nakal sambil memandang penuh arti pada Andre.
“Ih, siapa juga yang mikirin kontolnya Pak Rasyid,” kata Andre membela diri.
“Jangan bohong deh.”
“Enggg… Mas Sony kok tau, kalo kontolnya Pak Rasyid gede?” tanya Andre malu-malu.
“Dari hasil olah TKP dong Ndre,” kata Sony tertawa.
Andrepun jadi ikut tertawa geli mendengar jawaban Sony. “Andre jadi pingin ngelihat kontol Pak Rasyid nih Mas!” kata Andre.
“Pengen ngelihat doang?”
“Ya ngelihat, ya ngeremas, ya semua deh.”
“Hehehe, dasar kamu. Bawaannya nafsu terus,” kata Sony.
“Habisnya Pak Rasyidnya emang nafsuin sih Mas,” kata Andre, sekali lagi remaja itu nyengir.
Sony tertawa, tangannya mengacak-acak rambut Andre.
***
Calvin membuka matanya. Sebuah kecupan lembut di pipinya membuatnya terbangun dari tidur yang telah cukup lama sejak pagi tadi.
“Mama?” katanya sambil mengucek-ucek matanya yang masih terasa mengantuk.
“Iya sayang,” sahut sang Mama yang sedang duduk di tepi tempat tidur, sambil mengelus dengan lembut rambut anak semata wayangnya yang masih berbaring di atas tempat tidur.
“Kapan Mama pulang? Calvin rindu banget sama Mama,” kata Calvin.
“Baru aja sayang. Mama juga rindu banget sama anak Mama, makanya Mama langsung ke kamar Calvin.”
“Mama kemana aja sih Ma? Mama gak pernah nelpon Calvin ke rumah?”
“Mama sibuk banget sayang, tapi sekarang Mama udah pulangkan.”
“Tapi pasti Mama mau pergi lagi nanti,” kata Calvin manja.
“Calvin gak mau Mama pergi lama-lama lagi.”
“Kok anak Mama jadi manja sekarang?”
Calvin cemberut. Tubuhnya bangkit dari tidur dan duduk bersandar di tempat tidurnya.
“Papa sama Mama kenapa sih suka pergi lama-lama?”
“Papa dan Mama kan kerja sayang.”
“Iya, tapi masak perginya hampir tiap hari sih. Calvin sepi sendirian di rumah Ma.”
Sang Mama lalu memeluk tubuh anaknya tersayang.
“Anak Mama ada masalah ya? Ceritain ke Mama sayang. Mama siap dengerin kok.”
Calvin terdiam. Tangannya memeluk tubuh sang Mama erat-erat. Rasanya dia ingin mencurahkan segala beban di hatinya pada sang Mama. Ingin sekali ia menceritakan apa yang yang di alami Desi, namun mulutnya tak bisa terbuka. Calvin menangis sesenggukan di pelukan sang Mama.
***
Ricky, Indra, dan Asep sedang duduk bertiga di sebuah cafe di bilangan Rasuna Said. Ricky sudah mengatur pertemuan di tempat itu dengan seorang calon klien yang rencananya akan mem-booking Indra dan Asep. Sang calon klien meminta untuk bertemu terlebih dahulu dengan Indra dan Asep sebelum memutuskan untuk mem-booking mereka berdua. Melalui pembicaraan telepon dengan Ricky tadi, sang calon klien ingin memastikan apakah Indra dan Asep sesuai dengan seleranya atau tidak (emangnya makanan, hehehe).
Setelah menunggu sekitar setengah jam sang calon klien pun muncul. Begitu melihat Ricky, sang calon klien langsung mendekati meja ketiga cowok itu. Ricky memang sudah kenal dengannya.
“Dia udah pernah make Gue tiga kali,” terang Ricky di rumah kontrakan tadi kepada Indra dan Asep.
“Katanya sih pengen juga nyobain yang laen.”
Asep dan Indra secara hampir bersamaan memandang sang calon klien yang sedang menuju ke meja mereka. Sang calon klien itu adalah seorang pria dengan penampilan rapi. Tubuhnya yang tinggi ramping di balut kemeja biru muda lengan panjang. Celana panjang yang di kenakannya berwarna biru gelap, sehingga serasi dengan kemejanya. Wajahnya tampan dengan mata sipit terlindung kaca mata minus yang menggantung di atas batang hidungnya yang mancung.
“Udah lama nungguin saya?” tanyanya ramah pada Ricky, Indra dan Asep saat tiba di meja tempat ketiga cowok itu duduk.
“Belum kok Mas,” sahut Ricky.
“Silakan duduk Mas, kenalin ini Indra dan Asep yang tadi saya omongin,” kata Ricky.
“Willy,” kata pria itu memperkenalkan namanya.
Tangannya terulur menjabat tangan Indra dan Asep bergantian. Indra dan Asep menyebutkan nama mereka sebagai balasan perkenalan dari Willy. Selanjutnya Willy duduk bersama-sama mereka.
“Udah pesan makanan?” tanya Willy.
“Gak usah deh Mas,” sahut Ricky.
“Mas Willy ada kegiatan gak malam ini?”
“Kebetulan gak ada tuh Rick,” sahut Willy.
Ini adalah kalimat yang menandakan Willy berkenan dengan Indra dan Asep yang di suguhkan oleh Ricky. Apabila Willy tidak berkenan, maka ia akan beralasan ada kegiatan. Sehingga Ricky tidak akan melanjutkan pembicaraan lagi.
“Kalo gitu Mas Willy bisa ngobrol-ngobrol dengan dua teman saya ini. Mereka juga sedang gak ada kegiatan,” sambung Ricky.
“Ricky juga ikutan dong, sayakan belum terlalu kenal dengan mereka berdua,” jawab Willy.
Nah lho! Willy pengen maen berempat rupanya.
“Ayo kita berangkat.”
Dengan sedan mewahnya, Willy membawa tiga cowok itu menuju hotel yang tidak terlalu jauh dari tempat mereka bertemu tadi. Hotel itu adalah sebuah hotel berbintang yang megah. Saat Willy check in kamar, ketiga cowok itu menunggu di lobby. Setelah urusan check in beres, mereka mengikuti Willy menuju kamar yang terletak di lantai tiga hotel itu. Sepanjang jalan menuju kamar, Asep memperhatikan sekitarnya dengan penuh kekaguman. Berbeda dengan Ricky dan Indra yang cuek karena sudah biasa.
Saat memasuki kamar, Asep semakin terkagum-kagum. Sepanjang hidupnya ia tidak pernah melihat kamar semewah itu. Saking terkagum-kagumnya, ia tak menyadari kalau Willy, Ricky dan Indra sudah melepaskan seluruh pakaian mereka dan tersenyum-senyum lucu melihat tingkah Asep yang sedang terkagum-kagum dengan suasana kamar hotel.
“Maklum Mas, Asep asalnya dari ndeso. Jadinya kaget ngelihat hotel semewah ini,” kata Ricky.
“Maaf Mas, saya memang baru sekali ini masuk ke hotel yang mewahnya seperti ini,” sahut Asep malu-malu.
“Nanti lama-lama kan jadi biasa Sep,” sahut Willy tersenyum penuh arti sambil berjalan menuju spring bed besar yang ada di kamar itu.
Ricky dan Indra tergelak mendengar kata-kata Willy sambil mengikuti pria itu. Tubuh telanjang Willy, Ricky dan Indra kemudian saling tindih di atas spring bed. Mulut Ricky dan Indra berebutan melumat bibir Willy, sambil tangan-tangan mereka menjelajah lekuk tubuh pria itu. Willy berbaring di tengah-tengah di antara Ricky dan Indra. Mulut Ricky sibuk menjilati seluruh tubuh Willy yang di lapisi kulit kuning langsat, sementara Indra asik mengoral batang kontol Willy yang mengacung tegak dengan warna kuning langsat kemerahan.
“Sep, ayo kemari! Jangan bengong aja di situ,” kata Ricky.
Asep kemudian mendekati ketiga lelaki yang sudah mulai saling mengumbar syahwat itu. Sambil memandangi perbuatan ketiganya, Asep melepaskan seluruh pakaiannya satu per satu. Setelah bugil total, ia menaiki spring bed.
“Siniin kontol kamu Sep,” kata Willy.
Asep lalu mengangkangi wajah Willy. Kontolnya yang gemuk dan panjang di suguhkannya tepat di mulut pria itu. Segera Willy memasukkan kepala kontol Asep dalam mulutnya dan mulai menyedot dengan penuh gairah. Permainan pun di mulai.
***
Andre, Sony, dan Antonius sedang mempelajari berkas yang berisi data-data penggunaan telepon seluler sang peneror Andre, di rumah kontrakan Antonius. Selain mereka bertiga tidak ada orang lain di situ, sehingga mereka bisa berdiskusi dengan bebas.
Nomor yang di gunakan sang peneror adalah nomor telepon prabayar, sehingga data sang peneror tidak terdokumentasikan lengkap. Nama dan identitas diri yang di gunakan sang peneror saat registrasi kartu menurut Sony di ragukan kebenarannya. Andre sependapat dengan Sony mengenai hal ini.
Namun demikian dari berkas itu mereka memperoleh titik cerah tentang lokasi penggunaan telepon saat aktif. Sebagian besar telepon tersebut saat aktif di gunakan di satu daerah tertentu di wilayah Jakarta Selatan yaitu Pondok Indah.
“Kamu punya banyak teman yang tinggal di Pondok Indah Ndre?” tanya Sony.
“Ada Mas, tapi tidak banyak. Tapi saya rasa sang peneror ini bukan teman saya Mas karena saya sudah menanyakan beberapa teman namun mereka juga tidak mengenal nomor telepon itu,” sahut Andre.
“Kamu salah kalau menyimpulkan seperti itu Ndre,” kata Sony.
“Maksud Mas?” tanya Andre bingung.
“Dalam penyelidikan, setiap orang yang terkait dengan data yang kita peroleh layak diduga sebagai pelaku Ndre. Kalau kita langsung mengeliminasi setiap orang, maka kita tidak akan menemukan lagi orang yang layak di duga sebagai pelaku,” kata Antonius menjelaskan maksud Sony.
Andre mengangguk-angguk memahami penjelasan Antonius.
“Nah, sekarang coba kamu ingat-ingat siapa aja teman-teman kamu yang tinggal di Pondok Indah?” tanya Sony lagi.
Andre terdiam. Ia mulai mengingat-ingat siapa saja teman-temannya yang tinggal di kawasan Pondok Indah. Dalam kondisi mendadak seperti ini, ternyata Andre sulit mengingat siapa saja teman-temannya yang tinggal di Pondok Indah. Hanya Cindy yang diingatnya tinggal disana. Yang lainnya ia tidak ingat.
“Mas Sony, saya rasa ada cara yang lebih efektif dari pada sekadar mengharapkan ingatan Andre,” kata Antonius.
Sepertinya dia memahami kesulitan Andre saat itu.
“Bagaimana caranya Ton?” tanya Sony.
“Kita mintakan saja data murid-murid yang tinggal di kawasan Pondok Indah dari sekolah Andre,” sahut Antonius.
“Kamu benar Ton, tidak salah saya memilih kamu jadi mitra. Kamu memang benar-benar cerdas,” kata Sony.
“Mas memilih saya jadi mitra gara-gara saya cerdas atau karena yang lain?” goda Antonius.
“Hahaha, ya gara-gara yang lain juga sih. Hahaha,” kata Sony tergelak-gelak.
Tak urung Antonius dan Andre pun tergelak-gelak mendengarkan jawaban Sony itu.
***
Seperti kesetanan, Willy mengoral batang kontol milik Indra, Ricky dan Asep berganti-ganti. Duduk di atas ranjang dengan tiga cowok ganteng telanjang bulat berkontol besar berdiri mengelilinginya membuat pria itu seperti anak kecil yang menemukan permainan baru. Batang kontol ketiga cowok itu yang sudah basah mengkilap karena penuh ludah, tak puas-puas di hisap, di sedot, di kulum dan di jilati oleh Willy.
Sementara Ricky, Indra dan Asep juga tak diam saja. Mulut mereka bergantian saling berciuman satu sama lain. Ketika mulut mereka tak menemukan mulut lain untuk di lumat maka mulut itu mencari bagian tubuh apa saja yang bisa di lumat.
Cukup lama Willy memuaskan mulutnya dengan tiga batang kontol gemuk panjang milik cowok-cowok muda yang di bayarnya itu. Ketika akhirnya mulutnya terasa lelah mengerjai batang-batang nan perkasa itu, pria itu kemudian memposisikan dirinya rebah di atas spring bed.
Bantal yang ada di atas spring bed, diletakkannya di bawah buah pantatnya. Bantal itu di gunakannya sebagai penyangga sehingga belahan pantatnya terlihat jelas bagi Ricky, Indra dan Asep ketika kedua pahanya di kangkangkannya lebar-ebar di hadapan ketiga cowok itu. Lobang pantatnya terpampang jelas, keriput danberwarna kemerahan.
“Jilat lobang pantat Gue Sep! Isep kontol Gue Ndra!” perintah Willy dengan kasar.
Wajar bila Willy memerintahkan ketiga cowok itu untuk melakukan apa yang di perintahkannya. Ketiganya memang di bayar untuk memuaskan dan mematuhi perintah Willy yang membayar mereka.
Asep dan Indra segera mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Willy. Sementara Ricky tanpa di perintah, langsung menyusupkan wajahnya ke ketiak Willy yang di penuhi rambut lebat. Ketiak pria itu di jilat dan di hisap-hisap oleh Ricky dengan penuh nafsu, ternyata Willy menyukai apa yang di lakukan Ricky padanya. Rupanya setelah beberapa kali bercinta dengan Willy, Ricky sudah memahami apa yang di sukai pria itu dalam bercinta.
Di bandingkan kontol Indra, Ricky dan Asep, kontol Willy ukurannya jauh lebih kecil dan tidak gemuk. Dalam keadaan ngaceng seperti saat itu saja, kontol itu panjangnya tak lebih dari 12 cm.
Bila tidak di bayar seperti saat ini, Indra sebenarnya kurang suka menghisap kontol mungil seperti milik Willy itu. Kurang puas rasanya buat Indra menghisap kontol yang kurang gemuk dan kurang panjang. Fantasi sexnya tidak tereksplorasi sempurna. Namun mengingat saat itu posisi Indra sebagai orang yang di bayar, ia harus bisa berpura-pura sangat sangat menikmati menghisap batang kontol milik pria itu. Dengan demikian Willy akan terpuaskan dan apa bila Willy terpuaskan, tentu pria itu akan tak segan-segan merogoh koceknya lebih dalam untuk memberikan bayaran yang lebih besar pada mereka.
***
Calvin dan mamanya sedang makan malam berdua di ruang makan rumah mereka. Hati Calvin terasa lebih relaks malam itu karena sang Mama ada bersamanya. Andaikan sang Papa ada bersama mereka saat itu, perasaan Calvin pasti akan bertambah tenang. Namun karena sang Papa masih punya kesibukan di luar sana, hanya dua anak-beranak itu saja yang bisa makan bersama malam itu.
Calvin memang jarang sekali bisa berkumpul bersama-sama dengan kedua orang tuanya. Kesibukan kedua orang tuanya membuat mereka sulit bertemu setiap hari.
Ketika suasana hati senang, ketidak hadiran orang tua bersamanya tidak terlalu mempengaruhijiwanya. Namun ketika suasana hati sedang gundah seperti ini, kehadiran orang tua dirasakan Calvin sangat membantu menenangkan susanan hatinya.
“Kapan pengumuman kelulusan kamu sayang?” tanya sang Mama sambil memandangi wajah ganteng Calvin yang sedang mengunyah nasi di dalam mulutnya.
“Minggu depan Ma,” sahut Calvin singkat.
“Mama yakin kamu pasti lulus dengan nilai yang paling bagus di antara semua teman-teman kamu sayang.”
“Doakan aja Calvin, Ma,” sahut Calvin lagi singkat.
“Mama selalu mendoakan kamu sayang.”
“Terima kasih Ma.”
Keduanya kemudian terdiam melanjutkan menyantap makanan yang sudah terhidang di hadapanmereka. Ketika keduanya sedang melahap makanan, tiba-tiba Mbak Sum, pembantu rumah mereka masuk ke ruang makan.
“Maaf Bu, ada tilpun buat Ibu,” kata si mbak dengan sedikit takut-takut.
Mengganggu majikannya makan, memang perbuatan yang kurang sopan. Tidak biasanya Mbak Sum berani melakukan hal itu.
“Telepon dari siapa Mbak? Apa gak bisa di suruh telepon lagi nanti?” kata sang Mama.
Meskipun suara sang Mama mengatakan itu dengan lembut, namun Mbak Sum yang telah bekerja sekian lama di rumah itu terlihat semakin grogi.
“Maaf Bu. Saya juga tadi sudah bilang begitu. Tapi yang nelpon bilang sangat penting.”
“Siapa sih yang menelepon?” tanya sang Mama.
“Bu Rini,” sahut Mbak Sum.
Calvin tersedak. Bu Rini yang di sebut pembantunya itu adalah Tante Rini, Mamanya Desi. Ada apa tiba-tiba Tante Rini menelepon, pikir Calvin.
“Baiklah kalau begitu. Bilang sama Bu Rini, teleponnya di tutup saja. Saya akan meneleponnya dari sini,” kata sang Mama.
“Baik Bu,” sahut si Mbak.
Pembantu rumah yang sangat setia itu, kemudian bergegas menuju ruang tamu tempat telepon rumah berada.
Mama Calvin kemudian mengaktifkan ponselnya yang tadi memang sengaja di nonaktifkan, supaya tidak mengganggu makan malamnya bersama anak tersayangnya. Begitu telepon aktif, nada pesan masuk segera terdengar.
“Tante Rini rupanya nelepon bolak-balik ke ponsel Mama dari tadi sayang,” kata sang Mama menjelaskan tanpa ditanya Calvin. Rupanya pesan masuk itu berisi pesan pemberitahuan telepon dari Tante Rini.
“Ada apa sih Tantemu malam-malam begini menelepon?”
“Coba Mama telepon segera. Mungkin ada hal yang perlu segera Tante Rini sampaikan ke Mama,” kata Calvin.
Cowok itu juga jadi tak sabar pingin segera mengetahui ada apa dengan Tante Rini. Sang Mama kemudian mengontak nomor telepon Tante Rini yang tersimpan di memory ponselnya. Tak perlu lama sang Mama sudah terhubung dengan Tante Rini.
“Ada apa Ci, malam-malam begini nelepon, penting banget ya? Apa?” belum satu kalimat sang Mama selesai, tiba-tiba ekspresi sang Mama sudah terkejut seperti melihat setan saja.
Calvin jadi semakin kuatir, ponsel sang Mama kemudian terlepas dari genggaman dan terhempas jatuh ke lantai porselen ruang makan. Ponsel yang berharga jutaan itu hancur berserakan.
“Ada apa Ma? Ada apa?” tanya Calvin kebingungan.
Sang Mama hanya terdiam memandangi Calvin dengan tatapan kosong dan sesaat kemudian tubuh sang Mama limbung, wajahnya jatuh menimpa piring yang berisi makananyang tadi di santapnya. Piring itu pun ikut pecah tertimpa wajah sang Mama. Calvin segera bangkit dari duduknya dan memburu ke arah tubuh sang Mama. Tangannya memegang tubuh sang Mama kuat-kuat agar tidak semakin jatuh dari atas kursi tempatnya duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Andre & Calvin
RandomWARNING!!! CERITA DEWASA!!! ADULT ONLY!!! 17+ Created and Story by: NicoLast Edited by: Edy Cahyadi Cerita ini bukan hasil karangan gue. Ini cuma cerita hasil copas. Gue di sini cuma mau nge-repost karena suka sama cerita satu ini.