Hari masih pagi sekali. Calvin berdiri tepekur di depan altar kakek dan neneknya sambil memegang beberapa batang hio yang dibakar pada ujungnya. Calvin berdoa memohon kesembuhan buat mamanya dan keselamatan bagi arwah Desi. Air mata Calvin jatuh ke lantai karena terbawa perasaannya yang sedih.
Saat Calvin berdoa papanya datang. Ia mengambil hio dan membakar ujungnya kemudian ia berdiri disamping Calvin. Sang papa memegang hio dengan kedua tangannya meletakkannya di dahi dan membungkuk tiga kali ke arah altar. Kemudian ia ikut tepekur disamping Calvin.
Setelah menyelesaikan doa mereka keduanya meletakkan hio di tempat hio yang ada di atas altar.
“Selamat ulang tahun pa,” kata Calvin, lalu memeluk papanya erat.
“Terima kasih nak,” sahut sang papa dan mencium rambut Calvin.
“Maaf pa, Calvin gak memberikan kado buat papa,” kata Calvin lagi.
“Enggak apa-apa sayang. Kamu tahu tadi sebelum kemari papa sudah menerima kado yang paling membahagiakan buat papa?” tanya sang papa sambil tersenyum lebar.
“Kado apa itu pa?” tanya Calvin.
“Mama kamu sudah sembuh sayang,” sahut papa.
“Apa? Bener pa?” tanya Calvin gembira, “Mama dimana pa? Calvin pengen ketemu mama sekarang,” kata Calvin.
“Sebentar sayang. Mama kamu sedang mandi. Ketika bangun tadi pagi ia langsung mengecup kening papa dan mengucapkan selamat ulang tahun. Mamamu ingat kalau hari ini adalah ulang tahun papa. Kemudian ia mengatakan akan mandi karena merasa kepalanya gatal sekali. Karena sakit beberapa hari ini mamamu kan tidak keramas sayang,”
“Kalau gitu Calvin mandi dulu pa. Setelah itu Calvin mau ketemu mama,” kata Calvin.
“Iya sayang. Kamu mandi dulu. Papa juga mau mandi sekarang,” sahut papa.
Calvin segera menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Sang papa juga kembali ke kamarnya yang berada di lantai satu. Pagi itu keduanya merasa sangat gembira dan bahagia.
Calvin mandi sebersih-bersihnya di kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Selesai mandi ia berpakaian rapi dan segera menuju kamar kedua orang tuanya. Ternyata kedua orang tuanya tak ada di kamar. Calvin mendengar suara-suara tertawa dari ruang makan, ia segera menyusul kesana.
Calvin menangis terharu begitu melihat mamanya dan papanya yang sedang berbincang-bincang sambil tertawa gembira di meja makan. Mbak Sum pembantu mereka terlihat juga sangat gembira sekali melayani sarapan kedua majikannya itu.
“Anak mama kok menangis?” tanya sang mama begitu melihat Calvin yang berdiri di pintu ruang makan sedang menangis, “ayo sini sarapan dengan mama dan papa,” sambung sang mama.
“Sini sayang,” kata sang papa juga.
Calvin menghambur ke mamanya. Dipeluknya tubuh sang mama erat-erat seolah-olah tak ingin dilepaskannya untuk sesaat saja.
“Calvin rindu sama mama,” kata Calvin diantara isaknya.
“Lho? Mamakan gak kemana-mana sayang. Udah dong nangisnya. Ayo kita sarapan,” kata mama lagi.
Di sudut ruangan, Mbak Sum–pembantu setia mereka–ikut menangis terharu.
***
Andre menarik selimut tebal menutupi tubuhnya dan tubuh Wisnu yang berpelukan dalam keadaan telanjang bulat. Hawa dingin dirasakannya merasuk ke tubuhnya karena selimut itu tadi tersibak sehingga sebagian tubuhnya tersentuh udara dingin.
Otong dan Didit sudah tak ada lagi di kamar itu. Tadi malam Andre dan Wisnu memuaskan diri ngentot dengan mereka. Andre dan Wisnu bergantian mengentoti Otong dan Didit setelah itu keduanya juga minta dikentoti oleh dua penduduk desa itu. Wisnu menyempatkan diri juga mengentoti lobang pantat Andre berdua dengan Otong dan setelah itu berdua dengan Didit. Melihat Andre yang keenakan dikentot ganda seperti itu Wisnu jadi penasaran juga pengen mencoba. Akhirnya Wisnupun merasakan nikmatnya dikentot ganda oleh Andre berdua dengan Otong dan juga oleh Andre berdua dengan Didit.
“Brrr…, dingin banget,” kata Wisnu sambil ngulet. Rupanya cowok itu terbangun juga karena kedinginan.
“Iya nih, kok rasanya dingin banget ya Wis,” kata Andre.
Wisnu mengeratkan pelukannya pada Andre untuk bertukar panas tubuh mengurangi rasa dingin yang terasa menusuk.
“Enaknya ngentot nih supaya hangat,” kata Andre meraba-raba tubuh kekar Wisnu. Lidahnya menjilat leher Wisnu dengan lembut.
Wisnu tak menyahut, tapi tangannya mulai bekerja juga meraba-raba tubuh kekar Andre. Kemudian keduanya berciuman sambil menggesek-gesekkan tubuh mereka. Perlahan-lahan kontol mereka mulai menegang dan suhu tubuh mereka mulai meningkat. Sedang asik-asiknya mereka bercumbu tiba-tiba pintu kamar mereka diketuk.
“Siapa sih itu?” kata Andre, “mengganggu aja,” katanya lagi.
“Biarin aja Ndre. Paling juga Didit atau Mas Chris dan Mas Sony. Kalau mereka masuk kita ajakin aja gabung,” sahut Wisnu.
Pintu diketuk sekali lagi.
“Masuk aja. Gak dikunci!” seru Andre.
Pintupun terkuak. Sony berdiri di depan pintu dengan pakaian lengkap dan menyandang ransel.
“Lho? Kok pada belum beres-beres sih?” tanya Sony.
“Masih dingin Mas. Pengen menghangatkan badan dulu,” sahut Wisnu nyengir.
“Ayo bangun dan beres-beres. Kita balik ke Jakarta sekarang. Saya udah ngomongin ke Christian semalam kalau kalian akan pulang dan tidak melanjutkan lagi latihan jasmani. Christian setuju, dia juga lagi beres-beres,” kata Sony.
“Ngomonginnya sambil ngentot di jip ya Mas,” goda Andre. Sony terkekeh.
“Udah dong, jangan ngentot mulu. Didit udah nyiapin sarapan tuh,” kata Sony. Tangannya menarik selimut yang menutupi tubuh Andre dan Wisnu yang bugil.
Kedua cowok itu kemudian bangun sambil ngomel-ngomel.
“Mas Sony gangguin aja deh,” kata Andre.
“Iya nih, dingin-dingin gini juga. Buru-buru banget sih balik ke Jakarta,” kata Wisnu.
Sony tertawa saja mendengar omelan kedua remaja ganteng itu.
Andre dan Wisnu kemudian berpakaian dan membereskan barang-barang mereka ditungguin Sony. setelah beres ketiganya keluar kamar dan menuju ruang makan dimana Didit sudah memasakkan nasi goreng untuk mereka semua.
“Jadi kamu serius gak akan ikutan seleksi Akmil, Ndre?” tanya Christian sambil menyendok nasi goreng di piring.
“Iya Mas Chris,” sahut Andre.
“Apakah kamu sudah memikirkannya masak-masak. Bagaimana nanti kalo papamu tidak setuju dengan keputusanmu itu?” tanya Christain lagi.
“Saya sudah memikirkannya masak-masak Mas. Mengenai papa, saya yakin ia akan bisa menerima keputusan saya dengan bijak,” sahut Andre.
“Baiklah kalo menurutmu begitu Ndre. Lalu kalo kamu gimana Wis? Apakah masih berminat untuk ikut seleksi Akmil?” tanya Christian pada Wisnu.
“Saya akan tetap ikut seleksi tahun depan Mas. Doakan saya lulus ya,” kata Wisnu.
“Kalo kamu perlu bantuan agar lulus, hubungi saya,” kata Christian.
“Saya akan berusaha sendiri Mas. Kalo memang ternyata saya tidak lulus itu artinya saya tidak layak untuk jadi taruna Akmil. Saya tidak akan memaksakan diri untuk lulus,” sahut Wisnu.
“Baguslah kalau begitu. Saya memang lebih suka kalau kamu lulus karena kemampuan kamu sendiri. Jangan lupa terus latihan,” kata Christian.
“Baik Mas,” sahut Wisnu.
“Kalau kalian perlu apa-apa di Jakarta, kalian bisa menghubungi saya,” kata Christian lagi.
“Terima kasih Mas,” sahut Andre dan Wisnu.
“Kalo mereka menghubungi Lo, entar mereka gak menghubungi Gue lagi dong Chris,” sela Sony.
“Kalo mereka gak menghubungi Elo, Gue aja yang menghubungi Elo Son,” sahut Christian.
Keduanya terlihat sudah sangat akrab.
“Ngapain Lo menghubungi Gue? Pengen Gue kenalin dengan teman-teman Gue, polisi-polisi doyan kontol?”
“Pasti dong. Lo juga entar Gue kenalin sama teman-teman Gue, tentara-tentara yang doyan kontol, hehehe,” sahut Christian. Keduanya tertawa terbahak-bahak membuat Andre, Wisnu, dan Didit yang ada disitu ikutan tertawa jadinya.
“Kamu gak sarapan Dit?’ tanya Andre.
“Udah Mas,” sahut Didit yang duduk di pojokan.
“Kamu bakalan rindu gak sama kita?” tanya Andre lagi.
“Rindu atuh Mas. Sayah gak bakalan bisah ngerasin kontol lagih setelah Mas-Mas semua pulang ke Jakarta,” kata Didit nyengir.
“Kamukan bisa ngentot dengan otong Dit,” kata Wisnu.
“Kurang mantap atuh Mas. Kontol Otong masih kecil. Kurang pas di pantat sayah. Kalo nanti udah gede baru mantap Mas,” sahut Didit.
“Hehehe, kamu udah ketagihan kontol gede ya Dit,” sambung Andre lagi.
“Iya Mas. Saya ada permintaan nih Mas kalo gak ngerepotin dan kalo Mas-Mas gak buru-buru balik ke Jakarta,” kata Didit.
“Permintaan apa Dit?” tanya Christian.
“Bisa gak Mas-Mas berempat ngentotin saya dulu sebelum pulang. Saya pengen ngerasain terakhir kali enaknya batang kontol di lobang pantat sayah,” kata Didit malu-malu.
“Gimana Mas Chris?” tanya Andre pada Christian.
“Boleh dong Chris. Kesian tuh Didit yang udah Lo ajarin ngentot sekarang dia pingin masak Lo tega ninggalin gitu aja,” kata Sony.
“Oke deh. Selesai makan ya Dit,” kata Christian.
“Hatur nuhun Mas. Hatur nuhun,” kata Didit senang sekali.
Keempatnya segera menyelesaikan sarapan pagi mereka. Setelah itu Didit mencuci piring-piring dan sendok yang tadi digunakan untuk makan sementara Christian, Sony, Andre, dan Wisnu duduk santai di ruang tamu menunggu Didit selesai menyuci piring.
Sepuluh menit kemudian Didit muncul di ruang tamu. Ia membawa sebotol minyak goreng. Setelah itu pemuda desa itu melepaskan celana panjang dan celana dalamnya. Batang kontolnya terlihat sudah keras, rupanya ia sudah horny membayangkan akan dikentot keempat pria itu. Christian, Sony, Andre, dan Wisnu juga membuka celana panjang dan celana dalam mereka. Kelima pria itu sekarang hanya menggenakan baju dan baju hangat saja. Didit melumasi lobang pantatnya dengan minyak goreng yang dibawanya dan kemudian menungging di kursi tamu. Sony yang pertama kali mendatangi Didit dari belakang. Disaksikan oleh Andre, Wisnu, dan Christian, Sony mengentoti pemuda desa itu dengan penuh nafsu.
Setelah lima menit Sony digantikan oleh Christian, kemudian disusul Wisnu, dan Andre. Karena mereka ngentotnya gantian tentu saja keempatnya lama sekali orgasme. Didit tak peduli. Dia terus saja meminta keempat cowok itu berganti-ganti mengentotinya. Berbagai gaya sudah mereka lakukan. Lobang pantat Didit sudah menganga dan berwarna kemerahan karena terus-terusan dihajar empat batang kontol gede. Tapi Didit terus minta dimasuki dan dimasuki lagi. Pemuda desa itu menjadikan dirinya sebagai obyek sex keempat cowok jantan itu. Akhirnya setelah satu setengah jam keempatnya memuntahkan sperma mereka secara bergantian di dalam lobang pantat pemuda desa itu. Setelah itu Didit onani. Ia mengocok kontolnya dengan menggunakan sperma keempat cowok itu yang telah bercampur di dalam lobang pantatnya sebagai pelumas. Tak lama Didit memuntahkan spermanya sendiri sambil mengerang keras saking keenakannya.
Setelah itu kelimanya mandi dengan air hangat yang sudah dimasak oleh Didit. Sambil mandipun Didit tanpa malu-malu menyempatkan untuk menyElomoti batang kontol Christian, Sony, Andre, dan Wisnu bergantian. Sepertinya ia tak rela melepaskan mereka yang telah mengajarkannya kenikmatan ngentot dengan sesama lelaki. Didit, Didit, padahal bulan depan ia akan menikah dengan Dedeh, gadis cantik yang alim yang sudah dipacarinya setahun ini. Kenikmatan kontol memang membuat laki-laki sejantan dan senormal apapun mulanya kalau sudah pernah merasakannya akan ketagihan dan sulit melupakannya.
***
Hari itu Papa Calvin tidak berangkat ke kantor. Ia sudah menelepon Sonya, sekretarisnya, agar meng-cancel semua janji dan jadwalnya hari itu. Ia ingin menghabiskan waktu seharian bersama anak dan istrinya yang baru sembuh.
Papa Calvin, Mama Calvin, dan Calvin bersantai di teras belakang rumah mereka. Ketiganya duduk di kursi malas sambil mendengarkan kicauan puluhan burung peliharaan Papa Calvin yang dirawat dengan baik dalam beberapa sangkar.
“Mama minta maaf atas semua yang telah terjadi,” kata Mama Calvin tiba-tiba. Ia memandang ke arah Papa Calvin dan Calvin bergantian.
“Kenapa mama harus minta maaf? Mama gak ada salah kok,” sahut Papa Calvin tersenyum bijak pada istrinya.
“Mama salah pa. Selama ini mama menyimpan rahasia tentang Desi pada Papa dan Calvin,” sahut mama terus terang. “Sudah saatnya mama menceritakan semuanya,” sambung mama.
“Mama kan baru sembuh, lebih baik mama menenangkan diri dulu,” sahut Papa Calvin. Sementara Calvin hanya diam mendengarkan.
“Tidak Pa. Inilah saatnya,” sahut sang mama. “Desi sudah meninggal dunia. Tidak ada lagi yang harus dirahasiakan,” suara Mama Calvin lirih. Air matanya mengalir.
Papa Calvin mendekati istrinya. Dipeluknya bahu istrinya itu erat sambil menciumi kepalanya dengan sayang.
“Sudah Ma. Sudah,” kata sang papa.
“Mama hanya sedih pa. Mama gak papa,” sahut Mama Calvin sambil menghapus air matanya. Kemudian sang mama mulai bercerita.
***
Dua puluh dua tahun yang lalu.
Thomas Handoyo adalah seorang pemilik bank swasta nasional yang terkemuka di Indonesia. Hubungannya yang sangat baik dengan para pejabat orde baru menjadikannya salah seorang konglomerat yang hidup bergelimang harta. Thomas Handoyo memiliki satu orang istri yang sah disamping banyak gundik yang dirahasiakannya. Dari istrinya yang sah itu ia dianugerahi dua orang putri yang cantik dan tengah beranjak dewasa. Yang pertama Rini Handoyo (Tante Rini) berusia 22 tahun dan yang kedua Rina Handoyo (Mama Calvin) berusia 19 tahun. Sementara gundik-gundik Thomas Handoyo tidak ada yang memiliki anak. Para gundik itu hanya digunakannya sebagai pemuas nafsu sexnya saja dan bila sudah bosan dicampakkan. Tentu saja para gundik itu tak ada yang berani protes apabila dicampakkan karena takut Thomas Handoyo akan menggunakan kekuasaannya untuk menghabisi mereka.
Rini Handoyo memiliki sifat yang sabar dan penurut pada orang tuanya. Saking menuruti apa keinginan orang tuanya gadis cantik itu rela menikah di usia muda demi ambisi Thomas Handoyo yang ingin memperbesar kerajaan bisnisnya. Rini Handoyo dinikahkan dengan Hendra Tandanu (Calvin memanggilnya Om Hendra), putra konglomerat perbankan juga bernama Philip Tandanu yang punya ambisi sama dengan Thomas Handoyo.
Meskipun menikah tanpa dilandasi cinta, kehidupan rumah tangga Rini Handoyo dan Hendra Tandanu tetap langgeng. Sifat Rini Handoyo yang sabar dan penurut membuat nyaman Hendra Tandanu yang liar dan suka dengan kebebasan. Apapun yang dilakukan Hendra tidak pernah dilarang ataupun dipermasalahkan oleh Rini.
Hendra Tandanu adalah pria mandul yang doyan sex. Kebiasaan melakukan sex bebas yang dilakoninya saat kuliah di Amerika dilakukannya juga di Indonesia. Meski sudah menikah dengan Rini, Hendra seringkali membawa perempuan-perempuan cantik bahkan laki-laki tampan ke rumah mereka untuk memuaskan nafsunya. Buat Rini itu semua bukan masalah. Ia memegang teguh prinsip hidup yang diajarkan oleh ibu kandungnya bahwa istri harus taat pada suami yang pintar mencari uang. Hendra Tandanu yang menjalankan roda kerajaan bisnis perbankan keluarga mereka telah membuktikan pada Rini kepintarannya mencari uang. Ia memberikan kehidupan yang bergelimpangan harta pada Rini. Karena itu meski tidak dapat memberikan keturunan dan doyan sex, Rini tetap menjaga keutuhan rumah tangganya bersama Hendra Tandanu.
Berbeda dengan Rini Handoyo yang sabar dan penurut, Rina Handoyo adalah gadis cantik yang ambisius dan tidak suka dikekang. Sifatnya sangat mirip dengan Thomas Handoyo, ayahnya. Setamat SMP, gadis itu tidak mau melanjutkan SMA-nya di Indonesia. Ia meminta pada sang ayah agar mendaftarkannya di sebuah SMA di California, Amerika Serikat. Thomas Handoyo yang kelebihan duit dan sangat menyayangi anaknya tentu saja menyanggupi permintaan putri bungsunya itu. Akhirnya Rina bersekolah disana. Sejak usia remaja gadis itu sudah biasa dengan kehidupan liberal Amerika yang penuh kompetisi dan kebebasan.
Setamat SMA, Rina Handoyo melanjutkan kuliahnya di UCLA. Ia mengambil jurusan teknologi informasi karena ingin setelah lulus ia berambisi untuk mengembangkan bisnis teknologi informasi yang saat itu belum marak di Indonesia. Bisnis yang sangat potensial menurutnya. Kepulangan Rina ke Indonesia saat liburan musim dingin mengubah sebagian rencana hidupnya.
“Rina, papa akan memperkenalkanmu dengan seseorang,” kata Thomas Handoyo di suatu pagi hari Sabtu saat Rina akan menemani papanya itu jalan pagi di Senayan. Untuk menjaga kesehatan dan vitalitasnya Thomas Handoyo memang rutin berolah raga termasuk melakukan jalan pagi mengelilingi Senayan setiap hari Sabtu dan Minggu. Kalau Rina ada di Indonesia, gadis itulah yang selalu menemani papanya.
“Siapa pa?” tanya Rina sambil mengencangkan tali sepatunya. Gadis itu menggenakan baju kaos ketat tanpa lengan warna putih dan celana short warna merah yang juga ketat. Lelaki akan terpesona melihat penampilannya saat itu yang semakin menegaskan kecantikannya.
“Erick Wijaya,” sahut sang papa.
“Siapa itu pa? Rina gak kenal,” sahut Rina.
“Dia manajer di salah satu anak perusahaan kita yang bergerak di bidang properti. Sejak papa angkat dia menjadi manajer tahun lalu, perusahaan itu berkembang pesat sekali. Sepertinya dia bawa hoki dan juga memiliki kemampuan menjalankan bisnis yang baik,”
“Untuk apa papa mengenalkannya dengan Rina? Papa mau jodohin Rina dengan dia? Rina gak mau dijodohin seperti Ci Rini, pa. Lagipula Rina masih mau sekolah dan setelah lulus Rina pengen mengembangkan usaha sendiri di bidang teknologi informasi,” sahut Rina ketus dengan wajah cemberut.
“Enggak, siapa juga yang mau jodohin kamu dengan dia,” sahut Thomas Handoyo cepat. Ia sangat mengenal tabiat putri bungsunya ini yang tidak suka diatur-atur. Meskipun niatnya memang ingin menjodohkan putrinya dengan Erick Wijaya namun teknik menyampaikan maksudnya pada Rina harus lebih hati-hati tidak seperti berbicara dengan Rini, putri pertamanya. “Papa cuman pengen mengenalkan kamu dengan dia. Kamu bisa bicara tentang mengembangkan bisnis baru dengannya. Seperti tadi papa katakan Erick memiliki kemampuan bisnis yang baik,” tambah Thomas Handoyo.
“Bener nih, gak ada niat terselubung?” tanya Rina menyelidik.
“Rin, papa tau kamu itu beda dengan Cicimu. Kamu bisa menentukan mana yang terbaik untukmu. Termasuk soal jodoh, papa yakin kamu akan bisa menemukan yang terbaik untukmu dan untuk keluarga kita,” sahut sang papa dengan bijak menetralisir kecurigaan putri bungsunya.
Rina tersenyum senang mendengar kata-kata papanya. Ia percaya dengan apa yang dikatakan oleh Thomas Handoyo. Gimanapun juga Thomas Handoyo sudah banyak makan asam garam menghadapi berbagai tipe manusia. Tentu saja sangat mudah baginya menghadapi Rina, putri bungsunya sendiri yang sudah dikenalnya sejak bayi. Rina tak sadar ia telah termakan oleh kata-kata sang papa.
“Oke pa, Rina mau ketemu dengan Erick,” sahut Rina.
“Sebentar lagi Erick datang. Dia selalu menemani papa jalan pagi kalau kamu sedang di Amerika,” sahut sang papa.
“O, ya. Erick udah deket banget sama papa kayaknya,” tanya Rina lagi menyelidik.
“Pemikiran-pemikiran Erick sangat cocok dengan papa. Meski usianya masih muda tapi wawasannya sangat luas. Padahal dia cuman lulusan lokal lho, dari UGM tapi pemikirannya gak kalah dengan lulusan luar negeri seperti kamu, hehehe. Papa udah anggap dia seperti anak. Kamu dan Rini kan enggak punya Saudara laki-laki. Kamu anggap dia seperti kakak kamu, ya. Masak papa mau jodohin kamu dengan orang yang sudah papa anggap anak sendiri. Tapi kalau memang jodoh itu soal lain lho, hehehe,” sahut sang papa tertawa lebar.
“Dasar papa,” sahut Rina. “Udah jam setengah enam nih. Kok dia belom muncul juga sih pa? Entar kita kesiangan lagi,” kata Rina.
“Ayo kita ke depan aja. Erick kayaknya udah datang tuh. Dia gak pernah telat kalau janji,” sahut sang papa.
Rina dan Thomas Handoyo menuju teras rumah mereka. Ternyata benar di kursi teras sudah duduk menunggu seorang pria muda berpakaian olah raga. Cowok itu adalah Erick Wijaya. Wajahnya yang khas oriental sangat tampan. Tubuhnya yang kekar dibalut kaos biru muda lengan pendek. Cowok itu menggenakan celana basket selutut dan sepatu olah raga warna putih. Bulu-bulu kakinya yang lebat di kulitnya yang putih membuat penampilannya semakin macho. Cowok itu tersenyum menyambut kedatangan Thomas Handoyo dan putri bungsunya. Senyumannya itu membuat ketampanannya makin bertambah. Meskipun sudah sering melihat laki-laki, Rina mau tak mau harus mengakui bahwa dirinya terpesona melihat bagusnya fisik cowok itu.
“Kenalkan ini putri bungsu saya Rina,” kata Thomas Handoyo pada Erick.
“Erick,” kata Erick sambil mengulurkan lengannya yang berotot bagus pada Rina untuk menjabat tangan gadis cantik itu.
“Rina,” sahut Rina dan mengulurkan tangannya juga. Keduanya kemudian berjabatan tangan untuk beberapa saat sambil saling memandang satu sama lain. Tak sadar kalau Thomas Handoyo tersenyum senang melihat keduanya berjabatan tangan dan saling memandang untuk beberapa saat yang telah dapat dijadikan sebagai bukti bahwa keduanya saling tertarik.
“Ayo kita berangkat,” kata Thomas Handoyo menyadarkan keduanya. Ketiganya kemudian berangkat menuju Senayan dengan mobil yang dikemudikan Erick.
***
“Terus terang mama langsung tertarik melihat Erick saat pandangan pertama itu. Erick ternyata memang memiliki wawasan yang luas. Pendapat-pendapat yang dikemukakannya saat jalan pagi menunjukkan keluasan wawasannya. Mama semakin tertarik padanya,” kata Mama Calvin sambil menarik napas panjang.
Calvin dan papanya mendengarkan dengan serius cerita sang mama.
***
Selesai jalan pagi pukul tujuh, Thomas Handoyo, Rina, dan Erick kembali ke rumah. Ketika Erick pamitan hendak pulang, Thomas Handoyo menahannya. “Kamu sarapan disini aja,” katanya. Erick tak bisa menolak tawaran itu.
Saat sarapan itu Rina melihat Erick sangat akrab dengan kedua orang tuanya. Ia menilai pemuda itu sangat disukai oleh kedua orang tuanya. Sesekali ia mencuri pandang pada Erick dan ternyata pemuda itu juga melakukan yang sama padanya.
“Rin, jadi kamu ke rumah Cicimu hari ini?’ tanya sang papa.
“Jadi pa,” sahut Rina.
“Inikan hari Sabtu. Erick biasanya nemenin papa main golf, tapi hari ini rasanya papa males banget main golf. Kayaknya Erick gak ada kegiatan Sabtu ini, gimana kalo Erick nganter kamu ke rumah cicimu?” kata sang papa.
“Gak usah deh pa. Entar ngerepotin Koh Erick,” tolak Rina.
“Enggak ngerepotin kok. Kalau hari ini Bapak tidak main golf, saya jadi gak ada kegiatan sore ini,” sahut Erick melemparkan senyumannya yang menawan pada Rina.
“Ya, kalau gak ngerepotin, makasih banyak,” sahut Rina membalas senyuman Erick dengan senyuman juga. Hati Rina berbunga-bunga.
Sorenya Erick datang menjemput Rina. Keduanya kemudian berangkat menuju rumah Rini dan Hendra. Cukup lama mereka disana. Kembali Erick menunjukkan prilaku yang sangat simpatik. Rini dan suaminya pun sangat nyaman dengan Erick. Setelah makan malam di rumah Rini, Rina dan Erick pulang.
“Kita langsung pulang atau mau jalan dulu?” tanya Erick pada Rina di dalam mobil yang baru saja meluncur dari rumah Rini.
“Terserah Koh Erick aja,” sahut Rina yang sudah semakin nyaman bersama Erick.
“Kalau saya ajak nonton gimana? Rina keberatan?” tanya Erick.
“Enggak. Asik juga tuh. Lagian udah lama banget saya gak nonton di bioskop Indonesia,” sahut Rina.
Keduanya pun nonton berdua di bioskop. Entah siapa yang memulai keduanya sudah saling berpegangan tangan sejak film diputar sampai film berakhir. Saat berjalan menuju parkir mobil keduanyapun tetap bergandengan tangan. Setibanya di dalam mobil keduanya langsung berciuman seolah-olah sudah bertahun-tahun tidak pernah bertemu.
Erick kemudian membawa Rina ke tempat tinggalnya sebuah rumah kontrakan yang tidak terlalu besar namun isinya cukup lengkap. Rina yang sudah biasa melakukan sex bebas selama di Amerika tak kuasa lagi menahan dirinya. Ia menarik tangan Erick membawa pemuda itu menuju kamar tidur. Begitu sampai ke kamar dengan kasar ia menolak tubuh kekar Erick ke ranjang.
“Sabar dong sayang,” kata Erick tersenyum nakal pada Rina yang binal.
Rina yang sudah sangat bernafsu tak peduli. Ia segera mempreteli ikat pinggang Erick. Buru-buru ia membuka resleting celana jeans pemuda tampan itu. Kemudian menarik celana jeans itu kebawah dan mengeluarkan batang kontol Erick dari dalam boxer putih yang dikenakan pemuda itu. Begitu melihat batang kontol Erick, Rina semakin suka dengan pemuda itu. Erick tidak hanya berwajah tampan dan bertubuh tinggi atletis saja, batang kontolnya ternyata gemuk dan panjang. Erick tak kalah dengan pria-pria bule yang pernah tidur dengan Rina.
Batang kontol Erick langsung dihisap oleh Rina. Kepala kontol Erick yang merah dijilat-jilat Rina dengan penuh nafsu. Mulut Rina menelusuri batang kontol Erick yang berurat sampai ke buah pelernya yang lebat dengan bulu jembut. Mulut dan lidah Rina sibuk mengerjai batang kontol Erick yang sebesar terong ungu itu.
Erick membiarkan saja Rina melakukan segala keinginannya sepuas hati. Sebagai pemuda yang juga biasa dengan sex bebas Erick memang sudah sering ngentot dengan berbagai wanita. Umumnya wanita-wanita yang pernah ngentot dengannya memang sangat tergila-gila melihat batang kontolnya yang gemuk dan panjang itu.
Puas menghisapi batang kontol Erick, Rina meminta Erick mengentotinya. Erick segera memberikan kentotan terbaiknya pada gadis itu. Rina tak pulang malam itu ke rumah. Berkali-kali ia meminta Erick mengentotinya.
Tentu saja apa yang dilakukan Rina dan Erick saat ngentot tidak diceritakan secara detil oleh Mama Calvin pada suami dan anaknya. Penceritaan secara detil di atas hanya untuk konsumsi pembaca novel ini saja.
Selama sepekan di Indonesia, Rina dan Erick selalu bersama-sama dalam setiap kesempatan. Rina banyak mendapat pengetahuan bisnis dari Erick. Gadis itu semakin menyukai Erick yang berwawasan luas dan ahli sex di ranjang. Ia merasa Erick adalah pria yang tepat untuk mendampinginya kelak.
Usai liburan di Indonesia Rina kembali ke Amerika. Selama Rina di Amerika ia dan Erick tetap berkomunikasi melalui telepon. Meskipun Erick tak pernah mengatakan cinta padanya begitu juga Rina tak pernah menyatakan cintanya pada Erick, namun Rina merasa mereka berdua menjalin hubungan yang serius. Rina menganggap Erick juga merasakan hal yang sama seperti dirinya dan siap untuk menikahinya kelak.
Saat liburan di Indonesia Rina dalam keadaan subur. Ia tak pernah meminta Erick untuk memakai kondom saat ngentot dengannya, akibatnya Rina hamil. Kehamilannya itu dirahasiakan Rina pada Erick dan keluarganya di Indonesia. Ia sengaja ingin memberikan kejutan pada Erick dan keluarganya.
Di Amerika gadis hamil tanpa suami adalah hal yang biasa. Teman-temannya sesama mahasiswa banyak membantu Rina dalam masa kehamilannya. Akhirnya Rina melahirkan seorang putri cantik yang dinamainya Ericka untuk mengingatkannya pada Erick. Tepat setahun kemudian, Rina membawa Ericka ke Indonesia pada liburan musim dingin. Saat itu usia Erika sudah tiga bulan.
Kedatangan putrinya ke Indonesia yang membawa bayi tentu saja mengejutkan Thomas Handoyo dan istrinya.
“Ini anak siapa Rin?” tanya Thomas Handoyo saat menjemput putrinya di bandara.
“Ini cucu papa. Ericka namanya,” sahut Rina dengan senyum gembira.
“Siapa ayahnya?” tanya Thomas Handoyo.
“Erick, manajer kesayangan papa itu. Rina suka dengan Erick, pa. Rina siap untuk menikah dengannya,” kata Rina.
Mendengar penjelasan Rina itu kekagetan Thomas Handoyo dan istrinya berubah menjadi kegembiraan. Kedua orang tua Rina itu sangat mendukung keinginan putrinya yang akan menikah dengan Erick. Thomas Handoyo ingin segera mengabarkan kedatangan Rina pada Erick. Rina meminta papanya agar tidak menceritakan dulu pada Erick tentang Ericka. Rina mengatakan akan memberikan kejutan pada pemuda tampan yang disukainya itu. Thomas Handoyo memenuhi permintaan putrinya itu dan segera mengundang Erick untuk hadir malam nanti.
Erick datang malam itu ke rumah keluarga Thomas Handoyo. Ia terlihat gembira saat melihat Rina. Namun kegembiraan Erick sontak hilang saat Thomas Handoyo menanyakan rencana Erick untuk menikahi Rina dan tentang kelahiran Ericka. Pemuda tampan yang biasanya pandai bicara itu langsung tergagap dan terlihat bingung. Ia berusaha menutupinya dengan berusaha berbicara sebijak mungkin merespon kata-kata Thomas Handoyo.
“Saya akan membicarakannya berdua dengan Rina terlebih dulu, Pak. Setelah itu kami akan membicarakannya dengan Bapak,” kata Erick pada Thomas Handoyo.
“Bagus, begitu lebih baik. Saya menunggu kabar dari kalian segera,” kata Thomas Handoyo.
Malam itu Erick berusaha bersikap sewajar mungkin dihadapan keluarga Thomas Handoyo. Ia juga menunjukkan sikap yang sangat menyayangi Ericka. Berkali-kali ia menggendong putrinya yang dilahirkan Rina itu. Rina sendiri merasa sangat bahagia melihat sikap yang ditunjukkan Erick. Rina tidak tahu Erick sedang bingung dengan kenyataan Rina telah melahirkan bayi darah daging mereka berdua.
Besoknya Erick mengajak Rina berbicara berdua. Ia menjemput Rina dari rumah keluarga Thomas Handoyo dan membawanya ke rumah kontrakan Erick. Sepanjang jalan menuju rumah kontrakannya Erick terlihat tegang.
“Koh Erick kenapa?” tanya Rina di dalam mobil.
“Nanti kujelaskan,” sahut Erick ketus.
Rina tak bertanya lagi. Perasaan gadis itu mulai tak nyaman. Sepanjang jalan keduanya hanya terdiam. Menatap lurus jalan raya yang sepertinya tak ada habis-habisnya. Perjalanan menuju rumah kontrakan Erick terasa sangat lama.
Meskipun perasaannya tak enak Rina mencoba untuk menetralisir suasana saat tiba di rumah kontrakan Erick. Gadis itu melakukan godaan-godaan nakal pada pemuda tampan itu. Ia mencium pipi Erick sambil memeluk tubuh kekar pemuda itu. Namun Erick tak menggubris sama sekali. Ia malah mendorong tubuh Rina agar menjauh darinya. Rina sadar, Erick tak mau diganggu saat itu apalagi ngentot. Rina segera menghentikan godaan nakalnya. Meski kesal dengan sikap Erick itu, Rina berusaha tetap wajar.
“Ada apa Koh? Kenapa dari tadi Koh Erick kelihatan tegang sekali?” tanya Rina dengan lembut.
“Rin, kenapa kamu tidak pernah mengatakan padaku kalau kamu hamil? Kenapa kamu harus melahirkan Ericka?” tanya Erick. Bahasa tubuh Erick menunjukkan ketidaksukaan sama sekali.
“Maksud Koh Erick?” tanya Rina masih berusaha tetap lembut.
“Kamukan masih kuliah Rin, bukankah lebih baik kamu menggugurkan kandunganmu?”
“Aku memang sengaja membiarkan kehamilanku. Aku ingin punya anak dari Koh Erick karena aku ingin Koh Erick jadi suamiku,” sahut Rina. “Aku kira Koh Erick juga ingin menikahiku, atau aku salah?” tanya Rina.
“Rin, aku memang suka sama kamu. Tapi aku mengira apa yang kita lakukan saat kamu liburan itu adalah sekadar have fun saja. Hal yang biasa dilakukan dua orang dewasa,”
“Maksud Koh Erick hanya memuaskan nafsu saja?”
“Apalah namanya.Bukankah kamu sudah biasa melakukan hal itu di Amerika?”
“Aku tak menyangka Koh Erick menganggapnya seperti itu. Aku mengira Koh Erick mencintaiku, ternyata aku salah,”
“Maaf, Rin. Aku menyukai kamu. Tapi aku belum siap untuk menikah denganmu saat ini,”
“Kapan Koh Erick siap menikahiku?”
“Aku tak bisa menjawabnya Rin,”
“Kenapa?”
“Rin, aku bingung menjawabnya,”
“Katakan saja Koh, aku siap mendengarnya,”
Erick terdiam. Ia menunduk cukup lama.
“Katakan Koh, kenapa harus diam?”
“Aku sudah menikah Rin. Aku sudah punya anak dua orang. Mereka selama ini tinggal di Palembang bersama orang tuaku,” sahut Erick.
“Apa?!!!” seru Rina terkejut.
“Maafkan aku Rin,” kata Erick.
“Kamu terlalu Rick. Kenapa kamu tidak pernah menceritakannya padaku. Kenapa kamu membiarkan saja ketika papa berusaha mendekatkan kita? Aku yakin kamu ngerti maksud papaku jangan bohong kalo kamu gak ngerti. Tapi kenapa kamu merahasiakan ini semua? Apa maksudmu melakukan ini semua? Jangan-jangan kamu punya maksud buruk pada keluargaku,” kata Rina berang.
“Aku gak punya maksud buruk Rin. Aku hanya ingin hidup layak dan bisa membiayai keluargaku juga dengan layak. Untuk itu semua karirku harus baik. Untuk itu aku harus bisa menyenangkan papamu sebagai pemilik perusahaan. Aku ngerti maksud papamu, tapi aku tak kuasa untuk menolaknya. Aku juga tak mengira kamu akan mencintaiku Rin. Aku mengira kamu juga hanya sekadar have fun saja denganku karena kupikir sebagai putri Thomas Handoyo kamu bisa menemukan pria lain yang jauh lebih baik dariku,” kata Erick dan kemudian menangis sesenggukan.
Rina tercenung beberapa saat melihat Erick. Namun gadis itu masih penuh dengan luapan emosi.
“Kamu bangsat Rick!” maki Rina. Gadis itu kemudian meninggalkan Erick yang masih menangis sesenggukan.
***
“Saat itu mama masih sangat muda. Rasa kebencian pada Erick menguasai jiwa mama. Mama hanya menganggap Erick sudah menipu mama. Tidak mama sadari bahwa mama juga salah karena tidak pernah memastikan perasaan Erick pada mama. Dengan penuh kebencian mama menceritakan tentang Erick pada kakekmu,” kata Mama Calvin sambil memandang anak semata wayangnya yang masih mendengarkan dengan serius.
“Terus apa tanggapan kakek ma?”
“Kakekmu sangat sayang pada putri-putrinya. Apapun yang kami kehendaki pasti dipenuhinya,”
“Lalu apa yang terjadi kemudian?” tanya Calvin
***
“Apa yang kamu mau Rin, akan papa lakukan. Papa tidak mau anak papa terluka hatinya,” kata Thomas Handoyo. Meski nada suaranya terdengar sangat biasa namun bahasa tubuh Thomas handoyo menunjukkan ketidaksukaan atas perbuatan Erick pada putrinya.
“Rina mau, papa membuat Erick dan keluarganya menderita,” sahut Rina dengan ekspresi dingin.
“Baiklah kalau itu maumu. Papa akan memerintahkan orang untuk melakukan apa saja agar Erick menderita,” sahut Thomas Handoyo.
Setelah pembicaraan dengan putrinya itu, Thomas Handoyo segera melaksanakan keinginan putrinya. Erick kemudian dipecat dan dengan kekuasaannya Thomas Handoyo memenjarakan Erick dengan tuduhan penipuan dan menggelapkan uang perusahaan. Ia membayar jaksa dan hakim agar menjatuhkan hukuman seberat-beratnya pada bekas manajernya itu. Seluruh harta Erick disita oleh pengadilan dan diserahkan kepada Thomas Handoyo sebagai pengembalian atas penggelapan uang perusahaan yang dituduhkan kepada Erick. Selain hartanya disita Erick juga harus menjalani hukuman penjara selama dua tahun.
Thomas Handoyo membayar kepala penjara agar meletakkan Erick dalam sel yang sama dengan begundal-begundal kriminal kelas kakap. Erick tentu saja menjadi santapan empuk begundal-begundal yang doyan lobang pantat dan mulut laki-laki itu. Sudah menjadi rahasia umum bahwa para narapidana melakukan sex sejenis di penjara karena tak bisa melakukannya dengan perempuan.
Ketampanan Erick membuat posisinya semakin sulit. Erick sangat disukai dan jadi rebutan begundal-begundal itu. Bila ia menolak ajakan ngentot para begundal-begundal itu maka Erick harus siap dihajar oleh mereka. Dua tahun di penjara dirasakan Erick ibarat di neraka saja. Meskipun Erick tak bisa membohongi dirinya kalau pada akhirnya ia menikmati melakukan hubungan sex sejenis namun ia merasa dirinya sangat nista karena dirinya digunakan oleh para begundal itu tak lebih sebagai obyek pemuas nafsu saja.
Keluar dari penjara Erick pulang ke Palembang menemui keluarganya dengan segala penderitaannya. Erick tak lagi segagah dulu. Ia terlihat jauh lebih tua dari usia sebenarnya. Ia juga sering sakit-sakitan akibat penyiksaan fisik yang dialaminya di penjara. Erick tak lagi bisa bekerja. Untuk membiayai hidup mereka sejak Erick di penjara istrinya harus banting tulang sebagai pencuci pakaian tetangga mereka dan membuka warung kecil-kecilan di rumahnya.
Sementara itu setelah meminta papanya membuat Erick dan keluarganya menderita, Rina langsung kembali ke Amerika untuk melanjutkan kuliahnya. Sebelum berangkat ia meninggalkan Ericka pada Rini. Kepada kakaknya itu ia meminta agar Rini memelihara Ericka dengan baik seperti anak kandungnya sendiri. Rina juga meminta agar Rini tidak pernah memberitahukan pada Ericka siapa orang tua kandungnya sebelum Ericka dewasa.
Rina juga meminta Rini mengganti nama Ericka karena tak mau mengingat Erick lagi. Nama Ericka kemudian diganti menjadi Desi oleh Rini dengan alasan karena peristiwa itu terjadi di bulan Desember. Desi kemudian diasuh dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh Rini yang tidak bisa memiliki anak dari Hendra.
***
“Setelah itu mama tidak pernah lagi mendengar kabar tentang Erick. Mama berusaha melupakan pria itu dan tidak mau lagi memikirkannya. Kemudian mama bertemu dengan papa di kampus dalam sebuah acara pertemuan mahasiswa asal Indonesia,” kata Mama Calvin sambil tersenyum mesra pada suaminya. Sang papa memeluk erat istrinya. “Papamu orang yang menyenangkan dan bisa membuat mama gembira dan melupakan sakit hati mama. Mama jatuh cinta pada papa dan ternyata papa pun jatuh cinta pada mama. Kami kemudian menikah di Amerika. Dua tahun setelah Desi lahir kamu lahir Vin. Mama dan papa menyelesaikan kuliah sampai S2 disana sambil membesarkanmu. Setelah kuliah S2 kami selesai kami kembali ke Indonesia. Itulah semua ceritanya pa, Vin. Mama sekali lagi minta maaf karena sudah menyembunyikan ini semua,” kata Mama Calvin.
“Ma, kita semua punya masa lalu. Seringkali masa lalu yang menyakitkan memang sulit untuk kita bagi pada orang lain bahkan pada orang yang kita sayangi. Kejujuran mama menceritakan masa lalu yang menyakitkan, adalah hal yang luar biasa. Papa sangat menghargai itu. Buat papa itu semua tak ada artinya dibandingkan kebahagian yang telah kita jalani sejak menikah sampai saat ini,” kata sang papa.
“Terima kasih pa,” sahut mama.
“Sekarang lebih baik kita membicarakan tentang langkah-langkah yang harus kita ambil pada Dion,” kata sang papa.
“Dion? Kenapa dia?” tanya sang mama terkejut. Ia terkenang pada kekasih Desi yang ganteng itu. Beberapa kali ia merasakan juga kejantanan cowok ganteng itu.
“Dion punya andil atas kematian Desi,” sahut sang papa.
“Apa?!! Gimana ceritanya pa?” tanya mama.
Papa Calvin lalu menceritakan tentang Desi yang hamil karena perbuatan Dion. Lalu Dion meninggalkan gadis itu hingga membuat gadis itu kecewa dan bunuh diri. Sementara Calvin hanya diam mendengarkan penjelasan papanya pada mamanya. Calvin tak mungkin menceritakan apa yang terjadi antara dirinya dengan Desi. Ia tak mau mamanya yang baru sembuh akan kembali syok. Sang papa juga memenuhi janjinya pada Calvin. Ia tak menceritakan apapun yang terjadi antara Calvin dan Desi pada sang mama.
Mama Calvin terdiam mendengar penjelasan Papa Calvin. Ia tak menyangka Desi hamil atas perbuatan Dion dan kemudian bunuh diri karena ditinggalkan pria itu. Mama Calvin merasa sangat sedih. Ia tak mengira peristiwanya terjadi seperti itu. Meskipun ia tak bisa melupakan kenikmatan mengentot dengan Dion, namun terbersit penyesalan karena telah pernah mengentot dengan laki-laki yang menjadi penyebab kematian putri kandungnya itu.
“Lalu apa yang akan papa lakukan?” tanya Mama Calvin setelah sang papa menyelesaikan penjelasannya.
“Papa telah berbicara dengan seorang reserse kenalan papa mengenai masalah ini. Kami sudah merencanakan sebuah skenario penangkapan Dion malam ini ma,” jawab Papa Calvin.
“Bagaimana skenarionya pa?” tanya Calvin.
“Detilnya reserse kenalan papa itu yang menyusunnya Vin,” sahut sang papa pada Calvin ia tak mungkin menjelaskan skenario cabul yang telah disusunnya bersama Antonius pada Calvin. “Ma, papa akan ikut memantau langsung penangkapan itu. Karena itu malam ini papa tidak pulang ke rumah. Mama tidak keberatankan?” tanya papa.
“Tentu saja tidak pa. Papa ijinkan mama melakukan apa saja untuk menangkap Dion,” kata Mama Calvin geram. Seandainya Mama Calvin tahu bahwa Papa Calvin telah merencanakan sebuah pesta sex dengan para pejantan tangguh, termasuk Dion sebelum menangkapnya, mungkin Mama Calvin tak akan mengijinkan (atau malah pengen ikutan? Hehehe).
“Calvin ikut pa,” kata Calvin bersemangat.
“Tidak usah Vin. Kamu sebaiknya di rumah saja menemani mamamu,” sahut sang papa cepat. Kalo Calvin ikut bisa berabe dong, pikir sang papa.
Calvin yang tidak tahu alasan sebenarnya dibalik penolakan sang papa akhirnya mengangguk saja karena alasan penolakan sang papa sangat tepat agar Calvin menemani mamanya di rumah.
“Baiklah, sebelum papa pergi nanti malam, gimana kalo sekarang kita jalan-jalan sekalian makan siang di luar. Hari inikan ulang tahun papa, karena itu papa pengen kita bersenang-senang hari ini dan melupakan dulu semua kesedihan. Gimana Calvin?” tanya sang papa pada anak semata wayangnya.
“Calvin setuju pa,” sahut Calvin.
“Kalo mama gimana?” tanya sang papa pada istrinya.
“Mama juga setuju. Tapi mama pengen kita juga ke rumah Tante Rini,” sahut sang mama.
“Papa setuju kita harus ke rumah Tante Rini ma. Tapi tidak sekarang. Doakan Dion dapat tertangkap sesuai rencana papa, ma. Setelah itu kita langsung ke rumah Tante Rini mengabarkan kabar bahagia itu. Kalo sekarang kita kesana, pasti mama dan Tante Rini akan bersedih-sedihan. Papa gak mau mama bersedih lagi soal Desi. Kita semua juga. Papakan tadi sudah bilang, hari ini kita lupakan dulu semua kesedihan. Pokoknya hari ini, mama, papa, dan Calvin harus bergembira. Gimana ma?” tanya sang papa sambil memeluk hangat istrinya.
“Papa benar. Hari ini Mama merasa bahagia sekali dianugerahi suami seperti papa,” sahut sang mama memeluk sang papa lebih erat dan mulai menangis lagi.
“Eit, tadikan papa sudah bilang. Gak ada lagi kesedihan, ma,” kata sang papa membujuk.
“Mama gak sedih pa. Mama terharu,” sahut sang mama membela diri.
Calvin tersenyum haru melihat kedua orang tuanya berpelukan erat seperti itu. Rasanya sudah lama sekali ia tidak melihat kehangatan dan kemesraan seperti yang dipertunjukkan kedua orang tuanya hari ini. Dalam hatinya Calvin bersyukur dan berdoa semoga kehangatan kedua orang tuanya ini akan tetap bertahan selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Andre & Calvin
RandomWARNING!!! CERITA DEWASA!!! ADULT ONLY!!! 17+ Created and Story by: NicoLast Edited by: Edy Cahyadi Cerita ini bukan hasil karangan gue. Ini cuma cerita hasil copas. Gue di sini cuma mau nge-repost karena suka sama cerita satu ini.