#25 Sex Fiesta

14.5K 139 3
                                    

Mama Calvin sudah bisa duduk di atas tempat tidurnya, namun sang Mama belum berkata sepatah katapun sejak tadi. Ia hanya terdiam dan pandangan matanya kosong menatap lurus ke dinding kamar. Calvin yang menjagai Mamanya merasa terharu melihat kondisinya seperti itu.
Papa Calvin sejak tadi sudah pergi dari rumah. Sang Papa merasa penasaran, karena tak bisa menghubungi Tante Rini dan keluarganya sejak pagi sampai sore tadi. Akhirnya sang Papa memutuskan mendatangi rumah sang Tante untuk melihat apa yang terjadi di sana. Pukul tujuh malam tadi sang Papa berangkat dan sampai sekarang belum pulang juga. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Calvin mulai terkantuk-kantuk sementara sang Mama masih tetap terdiam seribu bahasa.
Calvin lalu keluar dari dalam kamar. Ia kemudian mencoba menghubungi sang Papa dengan menggunakan telepon selulernya. Nada sambung terdengar, sesaat kemudian sang Papa menjawab panggilan Calvin.
“Halo Vin. Sebentar ya, ini Papa sudah mau pulang,” kata sang Papa dari seberang.
“Ada apa Pa? Apa yang terjadi dengan Tante Rini?” Tanya Calvin penasaran. Ia sudah tak sabar ingin mengetahui apa yang sesungguhnya telah terjadi.
“Nanti saja Papa ceritakan di rumah. Papa masih di kantor polisi nih.”
“Kantor polisi? Ada apa sih Pa?” Calvin makin penasaran.
Tapi sang Papa ternyata sudah memutuskan sambungan telepon. Dada Calvin bergemuruh, jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Perasaan bingung menari-nari di benaknya. Apa yang sebenarnya telah terjadi? Kenapa Papanya bisa berada di kantor polisi? Bukankah tadi sang Papa ke rumah Tante Rini?
***
Udara dingin pedalaman Sukabumi terasa menembus kulit sampai ke tulang. Andre dan Wisnu kedinginan. Padahal keduanya sudah membungkus tubuh mereka dengan beberapa lapis baju, di tambah baju hangat di lapisan terluar. Bahkan keduanya sudah tidur berpelukan, namun tetap saja tak sanggup mengusir udara dingin yang menerpa ini.
“Gue gak bisa tidur Nu, dingin banget,” kata Andre. Suaranya bergetar karena kedinginan.
“Gue juga Ndre,” sahut Wisnu. Dieratkannya pelukannya di tubuh Andre, berharap kehangatan akan bertambah segera.
“Mas Christian apa bisa tidur dingin-dingin begini?” Tanya Andre.
“Kali aja dia bawa selimut tebal Ndre.”
“Kalau Gue perhatiin ransel bawaannya, sepertinya dia gak bawa apa-apa selain pakaia Nu,” kata Andre.
“Kali aja dia minjem punyanya si Didit,” kata Wisnu lagi.
“Kali aja ya. Eh, gimana kalo kita juga minjem ke si Didit. Siapa tau dia punya stok selimut tebel yang banyak,” usul Andre.
“Bener juga lo. Ayo kita temuin dia,” kata Wisnu.
Segera keduanya bangkit dari tidur dan ke luar kamar menuju ruang tamu. Tak ada siapa-siapa di ruang tamu. Ruangan itu kosong dan gelap gulita. Kemana si Didit? Tanpa di komando, serentak Andre dan Wisnu mengarahkan pandangan ke kamar Christian. Keduanya langsung membayangkan Didit berada di dalam kamar perwira muda itu dan keduanya sedang memacu birahi di sana.
“Apa mungkin?” bisik Wisnu pada Andre.
“Siapa tau,” sahut Andre juga berbisik.
Keduanya lalu berjingkat-jingkat menuju kamar Christian. Mencoba mendengarkan suara dari dalam kamar. Tak ada suara aneh di dalam sana. Yang ada hanya keheningan.
“Gue rasa juga gak mungkin Ndre. Mas Christian kayaknya straight tulen deh,” kata Wisnu.
“Kali aja Nu. Trus si Didit kemana ya?” Tanya Andre.
Keduanya melayangkan pandangan ke seluruh sudut ruang tamu. Mata mereka sudah bisa beradaptasi dengan gelapnya ruangan itu. Tapi tetap saja mereka tak menemukan sebentuk tubuh manusia di situ.
***
Papa Calvin tiba di rumah. Calvin segera menyambut kedatangan sang Papa dengan berondongan pertanyaan.
“Ada apa Pa? Apa yang terjadi dengan Tante Rini? Kenapa Papa ke kantor polisi?”
“Sabar Vin. Pertanyaannya satu-satu dong sayang. Papa capek banget nih,” kata sang Papa, kemudian membaringkan diri ke sofa.
Calvin langsung terdiam. Papanya memang terlihat sangat letih. Calvin lalu berjalan ke dapur, dia membuatkan segelas air teh manis hangat untuk sang Papa.
“Minum Pa,” kata Calvin sambil meletakkan air teh manis panas yang di buatnya ke atas meja di depan sofa.
Sang Papa membuka matanya yang terpejam.
“Terima kasih sayang,” katanya. Sang Papa bangkit dari berbaringnya. Di seruputnya air teh itu, “Enak sekali air teh buatan anak Papa ini.”
Calvin tersenyum. Ia kemudian duduk di sofa di sebelah sang Papa.
“Apa yang sebenarnya terjadi Pa?” Tanya Calvin.
Sang Papa terdiam. Ia meletakkan gelas berisi air teh ke atas meja. Lalu pandangannya mengarah ke wajah anak semata wayangnya itu. Lama sang Papa menatap wajah Calvin tanpa berkata apa-apa.
“Ada apa Pa? Ceritakan ke Calvin. Apapun itu, Calvin siap mendengarnya,” kata Calvin.
Sepertinya Calvin memahami betapa sang Papa sangat berat untuk menceritakan apa yang terjadi kepada anak semata wayangnya itu. Sang Papa menghela napas berat.
“Vin, Desi telah tiada…” kata sang Papa.
Calvin terhenyak. Ia serasa tak percaya mendengarkan kata-kata sang Papa. Sesaat kemudian Calvin menangis sesenggukan. Sang Papa tak melanjutkan lagi kata-katanya.
***
Andre dan Wisnu bermaksud hendak keluar rumah, ketika tiba-tiba pintu rumah di buka dari luar. Didit muncul dari balik pintu. Pemuda itu tidak sendirian, dia bersama dengan seorang abege berusia sekitar lima belas tahunan. Keduanya sama-sama menggenakan baju hangat dan sarung serta kopiah menutupi kepala mereka.
“Eh, Mas Andre dan Mas Wisnu mau kemana?” tanya Didit.
Ekspresinya terkejut. Barangkali ia tak menyangka akan menemukan Andre dan Wisnu di dalam ruang tamu yang sedang gelap gulita seperti itu.
“Kami mau mencari kamu Dit,” sahut Wisnu, suaranya di pelankan seperti berbisik.
“Ada perlu apa ya Mas?” Tanya Didit ikutan berbisik seperti Wisnu. Ia segera menuju saklar yang ada di dekat pintu dan menghidupkan lampu ruang tamu.
“Kamu punya selimut tebal gak Dit? Di dalam kamar dingin banget,” sambung Wisnu.
“Waduh saya gak punya Mas,” sahut Didit.
“Kamu sama siapa Dit?” tanya Andre menyelidik.
“Ini sama ponakan saya Mas. Totong namanya, panggilannya Otong. Ayo Tong, kenalan sama A’ Andre dan A’ Wisnu,” kata Didit.
Totong alias Otong segera menyalami Andre dan Wisnu.
“Darimana malam-malam begini Dit?” Tanya Andre.
“Saya barusan ngejemput Otong dari mesjid. Habis Isya, anak-anak dan remaja disini pada belajar ngaji di Mesjid.”
“Emangnya Otong tinggal di sini juga?” tanya Wisnu.
“Enggak Mas. Otong saya bawa kesini buat mijat,” sahut Didit.
“Mijat siapa Dit?” tanya Andre.
“Mijat Mas Christian.”
“Emang Otong pinter mijat?”
“Pintar banget atuh Mas. Mas Christian tadi minta di pijatin saya. Tapi saya gak pinter mijat, makanya Otong yang saya bawa kemari.”
“Emangnya Mas Christian mau dipijat apanya?” tanya Andre nakal.
Wisnu tersenyum simpul mendengar pertanyaan Andre itu. Mereka masih tetap berbicara dengan suara pelan. Otong hanya mendengarkan saja percakapan ketiga lelaki itu.
“Badannya atuh Mas. Katanya kecapekan nyetir mobil sendirian dari Jakarta,” jawab Didit lugu. Ia tak mengerti arah pertanyaan Andre, “Sebentar saya bangunin Mas Christian dulu,” kata Didit.
“Entar aja banguninnya Dit. Kami ke kamar dulu,” kata Andre cepat.
“Emang kenapa Mas?” Tanya Didit.
“Kalo Mas Christian tau kami bangun, entar kami dapat hukuman lagi Dit,” sahut Andre. Kemudian kedua remaja itu masuk ke dalam kamar.
“Gue curiga sama si Christian itu Nu,” kata Andre pada Wisnu begitu keduanya sudah berada di dalam kamar.
“Curiga kenapa?”
“Ngapain juga dia minta di pijatin si Didit yang lugu itu. Jangan-jangan dia ada maksud cabul.”
“Elo pikirannya jorok mulu. Buktinya dia gak maksa si Didit. Kalo dia punya otak jorok kayak Elo, pasti si Didit di bujuknya sampe mau mijatin dia.”
“Gue tetap aja curiga. Gue mau mastiin apa yang bakalan terjadi sebentar lagi,” kata Andre.
“Udah deh Ndre, mendingan kita tidur aja. Besok kita harus latihan lagi.”
“Elo tidur duluan deh. Gue mau ngintip apa yang terjadi.”
“Dasar Lo,” kata Wisnu.
Andre membuka pintu kamarnya sedikit. Ia mengintip ke luar, melihat Didit yang sedang mengetuk pintu kamar Christian. Tiba-tiba rasa dingin yang tadi menghinggapinya terasa sirna. Rasa penasaran dan pikiran cabul ternyata berhasil menerpa udara dingin ini. Sementara Wisnu berbaring di alas tidurnya yang tipis. Remaja itu mencoba tidur.
Sebentar saja Didit mengentuk pintu kamar, Christian segera nongol dari balik pintu.
“Ada apa Dit?” tanya Christian. Kelihatannya perwira itu belum mengantuk.
“Ini tukang pijat yang tadi saya bilangin ke Mas Christian,” sahut Didit. Ia menarik bahu Otong hingga abege itu berdiri berhadapan dengan Christian.
“Apa bisa anak ini mijat Dit?” tanya Christian.
“Bisa atuh Mas. Orang-orang di kampung selalu manggil Otong kalo mau di pijat,” sahut Didit.
Christian menatap Otong dari atas kepala sampai ke kaki. Abege lugu bertubuh ramping dan jangkung itu hanya terdiam di pandangi oleh Christian.
“Oke deh kalo gitu. Tapi kamu ikutan masuk aja Dit. Siapa tau Otong pijatannya kurang keras,” sahut Christian.
Didit mengangguk.
“Lampu ruang tamu di matiin aja Dit,” kata Christian.
Didit kembali mengangguk.
Kemudian Otong masuk kedalam kamar dan Didit mematikan lampu ruang tamu. Setelah itu ia ikut masuk ke dalam kamar dan pintu kamar Christian di tutup, terdengar juga sepertinya di kunci dari dalam.
Nah lo, kata Andre dalam hati. Apa maksudnya Christian ngajakin Didit untuk ikut masuk kedalam. Andre semakin penasaran, pelan-pelan ia membuka pintu.
“Lo mau kemana Ndre?” Tanya Wisnu berbisik. Rupanya ia belum tidur.
“Mau ngintip kamarnya Mas Christian,” sahut Andre berbisik juga.
“Gila Lo. Entar kalo ketahuan gimana?”
“Liat aja nanti. Elo mau ikutan gak?”
Andre tak perlu bertanya dua kali, sahabatnya itu langsung ikutan berjingkat-jingkat ke ruang tamu menuju ke pintu kamar Christian. Keduanya lalu sibuk mencari celah yang pas untuk mengintip. Kebetulan ada dua celah yang mereka temukan dan posisinya tepat untuk mengintip.
Ruangan kamar Christian terang benderang, perwira muda itu tak mematikan lampu kamarnya. Tentu saja hal ini sangat di syukuri oleh Andre dan Wisnu, keduanya bisa mengintip dengan jelas apa yang terjadi di dalam kamar.
Christian sedang berdiri tegak di atas alas tidurnya. Perwira muda itu sedang menanggalkan seluruh pakaiannya di hadapan Didit dan Otong. Sebentar saja tubuhnya yang kekar tanpa lemak berlebih telah telanjang bulat dan terpampang di hadapan Didit dan Otong.
Posisi berdiri Christian entah di sengaja atau tidak, tepat di sebelah Otong yang sedang duduk bersimpuh di situ. Wajah bocah desa itu tepat berada di depan bantang kontol Christian, yang meski masih lemas namun tetap kelihatan gede dan berurat-urat. Kontol itu tidak disunat, kulupnya menutupi kepala kontolnya.
Christian masih berdiri saja tanpa melakukan apa-apa. Sementara Didit dan Otong hanya memandangi ketelanjangan perwira muda itu dengan tatapan lugu. Andre dan Wisnu menahan napas memandang kejadian di dalam kamar.
Christian kemudian merebahkan tubuhnya ke atas alas tidur yang tipis. Udara dingin sepertinya tak di rasakan oleh perwira muda itu. Tubuh kekarnya yang berkulit kuning langsat menelungkup memamerkan buah pantatnya yang padat nan sexy.
“Kamu mulai dari punggung saya ya Tong,” kata Christian. Ia menelungkup dengan posisi kepala ke arah tempat Didit duduk.
Otong yang duduk di samping Christian, mulai memoleskan minyak goreng yang dibawanya sebagai pelumas pijatan ke punggung Christian. Punggung kekar itu terlihat mengkilap dan semakin menambah keindahan tampilan otot-ototnya.
Otong mulai memijat. Jari jemarinya terlihat memang sudah terlatih melakukan pijatan-pijatan. Christian terlihat memejamkan matanya menikmati pijatan Otong.
“Enak banget pijatan kamu Tong. Kamu benar-benar gak salah bawa Otong kemari Dit,” kata Christian.
Didit terlihat tersenyum mendengar kalimat pujian Christian itu.
Sepuluh menit berlalu pijatan Otong semakin meluas sampai ke pinggang dan hampir menuju buah pantat Christian. Andre dan Wisnu masih tetap di posisi mengintip mereka. Jari jemari Otong mulai tiba di buah pantat Christian. Sesekali jari-jari bocah ganteng itu tergelincir ke celah buah pantat Christian. Perwira muda itu entah sengaja atau memang respon mendadak saja, langsung menggerakkan pantatnya perlahan apa bila jari-jari Otong tergelincir kesana.
“Dit,” tiba-tiba Christian memanggil Didit yang masih duduk menatap acara pijatan itu.
“Iya Mas,” sahut Didit. Suaranya terdengar serak.
“Kamu kemari deh, pijatin punggung saya,” kata Christian.
Didit patuh. Ia segera mendekat dan langsung mulai memijat punggung Christian perlahan-lahan. Meskipun tidak seterlatih Otong, pijatan Didit terlihat cukup bagus juga.
Otong terlihat serius memijat buah pantat Christian. Apakah itu emang teknik memijat atau tidak, yang pasti beberapa kali jemari bocah itu memijat ke arah lipatan paha Christian. Menyentuh buah pelir sang perwira muda yang berjembut lebat bak rambutan.
“Ehmmm… kalian berdua memang pinter memijat,” kata Christian mendesah.
Otong terus memijat sampai ke paha dan betis Christian. Tubuh belakang perwira muda itu kini sudah hampir merata di lumuri minyak. Andre dan Wisnu semakin terangsang. Batang kontol mereka sudah mengeras, sejak tadi mulai mereka remas dengan tangan mereka sendiri.
“Tong, kamu duduki pantat saya deh sambil mijatin paha dan kaki saya,” kata Christian.
Tanpa bertanya Otong langsung mengerjakan apa yang di katakan perwira muda itu. Abege ganteng itu menduduki buah pantat Christian dengan posisi duduk menyamping karena menggenakan sarung.
“Sarungnya di buka aja Tong. Biar posisi duduknya enak dan minyaknya gak kena sarung kamu. Sarung itu kamu pake untuk sholatkan?” tanya Christian.
Otong menggangguk. Padahal anggukan Otong itu tidak di lihat oleh Christian sama sekali, yang wajahnya menatap ke depan. Otong melepaskan sarungnya. Di balik sarung itu, ternyata Otong hanya menggenakan celana dalam saja. Ia lalu duduk mengangkang di atas buah pantat Christian.
“Lho? Kamu masih pake celana dalam?”
“Iya Om,” sahut Otong itu pelan.
“Buka dong celana dalamnya. Enggak enak banget rasanya pantat saya kegesek-gesek celana dalam kamu Tong,” kata Christian.
Otong kembali patuh. Ia melepaskan celana dalamnya. Ia kini hanya menggenakan baju dan kopiah saja, sementara bagian bawahnya sudah tak berpenutup sama sekali. Batang kontol Otong lumayan besar. Beberapa helai jembut terlihat mulai tumbuh di sana, batang kontol itu terlihat lemas.
Kemudian Otong kembali menduduki buah pantat Christian. Abege itu kembali melanjutkan pijatannya di paha dan kaki perwira muda itu. Tak ada lagi protes dari Christian. Yang pasti buah pantat Christian terlihat jelas mulai bergerak-gerak perlahan bergesekan dengan selangkangan Otong yang tidak berpenutup sama sekali.
“Betulkan kata Gue,” bisik Andre pada Wisnu.
Sahabatnya itu hanya menggangguk saja dan kembali melanjutkan intipannya.
Didit terlihat mulai gelisah dalam duduknya. Saat ia memijati punggung perwira muda itu, jemari Christian tanpa malu-malu mulai menyusup ke balik sarung sang pemuda desa. Jemari tangan Christian mulai menari-nari ‘memijat’ batang kontol Didit yang masih terbungkus di dalam celana dalam.
“Kamu juga sebaiknya melepaskan sarung dan celana dalam ini Dit,” kata Christian lembut.
Didit terlihat salah tingkah, namun ia tak membantah kata-kata Christian. Pemuda desa itu mulai melepaskan sarung dan celana dalamnya. Dari lobang pengintipan mereka, Andre dan Wisnu bisa melihat batang kontol Didit yang gemuk dan panjang itu telah mengeras dan mengacung tegak ke arah perut sang pemuda desa.
“Sekarang pijatannya ke bagian depan deh,” kata Christian.
Otong segera bangkit dari duduknya. Sementara Didit segera menarik sarungnya dan menutupi batang kontolnya dengan sarung itu. Sepertinya ia tak mau keponakannya melihat, dirinya dalam keadaan ngaceng seperti itu. Sepertinya Otong tak memahami apa yang terjadi, ia masih tetap biasa-biasa saja. Batang kontolnya pun masih tetap lemas tak bereaksi.
Tubuh Christian kini sudah menelentang di atas alas tidur yang tipis. Batang kontolnya sudah sekeras pentungan hansip. Berwarna kemerahan dan kepala kontolnya sudah keluar dari kulupnya. Didit terlihat menatap batang kontol itu dengan cermat, dia juga memperhatikan wajah sang perwira muda yang terlihat santai saja memamerkan batang kontolnya di hadapan orang lain seperti itu. Entah apa yang ada dibenak pemuda desa itu saat ini.
Sementara itu, Otong tanpa di suruh langsung menduduki paha Christian menghadap ke arah depan. Ia mulai memijat dada sang perwira dengan jari-jarinya yang terlatih. Batang kontol Christian yang keras, sesekali menggesek-gesek batang kontol Otong yang lemas.
Didit bingung akan melakukan apa. Ia hanya memandangi saja keponakannya yang sedang memijat tubuh bagian depan sang perwira muda dengan ahli. Christian memahami kebingungan Didit.
“Dit, kamu pijatin bagian bawah saya deh. Otong duduknya pindah kemari deh,” kata Christian memberi petunjuk.
Otong menuruti kata-kata Christian. Ia duduk di atas perut Christian yang keras dan berorot. Didit beringsut ke tubuh bagian bawah Christian. Lalu Didit duduk di atas paha sang perwira muda. Sarung yang tadi di gunakan menyembunyikan batang kontolnya dari pandangan Otong, di letakkannya ke samping. Tangannya mulai menyentuh batang kontol Christian. Melakukan remasan dan pijatan di batang kontol itu dengan lembut.
“Kamu bener-bener pinter Dit, ahhh…” kata Christian.
Dua pemuda desa berkopiah dan berbaju hangat itu kembali melanjutkan pijatan mereka masing-masing. Lima menit berlalu.
“Kalian enggak kepanasan pake baju hangat begitu?” Tanya Christian.
Tak ada jawaban dari Didit dan Otong.
“Di buka aja deh bajunya. Biar lebih nyaman,” sambung Christian.
Didit dan Otong segera melepaskan pakaian mereka semua. Jadilah ketiga lelaki beda usia itu bugil bertiga di dalam kamar itu. Andre dan Wisnu makin blingsatan menyaksikan pemandangan di dalam kamar.
Jemari Didit terus menari-nari di sekitar batang kontol dan selangkangan Christian. Sementara Christian mulai melakukan godaan-godaan cabul di batang kontol Otong. Tangannya sesekali meremas-remas batang kontol bocah itu.
“Om, kontol Otong di apain?” Tanya Otong kebingungan.
Bocah itu merasakan desiran aneh di dirinya, saat batang kontolnya di remas oleh Christian.
“Om lagi mijat kontol Otong. Supaya gede kayak punya Om dan Paman Didit,” kata Christian.
“Pijatan Om enak banget, terus Om,” kata Otong.
Christian tersenyum. Batang kontol abege itu sudah mengacung tegak.
“Gue pengen ikutan di pijat nih,” bisik Andre pada Wisnu.
“Gue juga,” kata Wisnu.
“Masuk aja yuk,” ajak Andre.
“Gila Lho,” kata Wisnu.
Kedua remaja yang horny berat itu kebingungan.
“Mau Om pijat yang lebih enak?” tanya Christian.
“Terserah Om ajah, yang penting enak,” sahut Otong.
“Kalau gitu Otong duduknya di dada Om deh,” kata Christian.
Otong langsung menurut, ia duduk di dada bidang Christian. Kedua kakinya menyiku di samping tubuh sang perwira. Batang kontol Otong tepat di depan mulut Christian.
“Dit.”
“Iya Mas.”
“Kamu liat nih, gimana saya mijat Otong. Trus kamu buat gitu juga ke saya ya!” kata Christian.
Didit mendekat, di lihatnya Christian memasukkan batang kontol Otong kedalam mulutnya. Lalu mulut itu mulai menghisap dan menjilat-jilat. Didit cepat menangkap pelajaran singkat dari Christian, segera saja ia mempraktekkannya ke batang kontol perwira muda itu.
“Ouhhh…” desah Christian keenakan.
“Ouhhh…” susul Otong mendesah keenakan juga.
Batang kontol Otong dinyonyot-nyonyot oleh Christian dengan mulutnya. Sepertinya Christian sangat menikmati menyonyot batang kontol abege itu. Christian rupanya tak puas hanya menikmati batang kontol Otong. Abege itu kemudian di suruhnya membalikkan tubuh menghadap ke arah Didit yang sedang asik mengulum batang kontolnya.
Otong segera berpindah arah. Otong mengangkangi wajah sang perwira muda. Celah lobang pantat Otong segera di serbu oleh Christian dengan mulut dan lidahnya. Otong mendesah keenakan sambil melihat bagaimana Didit, pamannya, asik ‘memijat’ batang kontol sang perwira dengan mulutnya.
Lobang pantat Otong sangat sempit, Christian sangat suka. Mulutnya terus mengeksplorasi celah sempit itu. Sesekali jarinya juga mengorek-ngorek kedalam celah lobang pantat itu. Otong tak merasakan sakit sedikitpun saat celah lobang pantatnya di korek-korek dengan jari Christian. Barangkali karena sebelumnya Chrstian sudah melumasi jarinya terlebih dahulu dengan minyak goreng yang di gunakan Otong untuk memijat. Otong hanya merasakan nikmat saja yang tak terkira.
Didit yang baru pertama kali melakukan hal seperti ini dalam hidupnya, benar-benar telah di lenakan nafsunya. Segala pelajaran mengaji yang pernah di dengar dan di amalkannya, seolah-olah hilang dari benaknya. Nafsu telah menguasai pemuda desa itu. Tak sadar, saat itu kopiahnya masih terus bertengger di atas kepalanya, sementara mulutnya terus menyeruput batang kontol Christian. Seperti anak kecil yang sedang menikmati es krim pertama dalam hidupnya.
Otong berubah jadi liar. Abege lugu yang biasanya pendiam itu kini mengerang-erang mengekspresikan rasa nikmat yang menjalari tubuhnya. Ia tak peduli bila erangannya terdengar di keheningan malam yang dingin. Pantatnya bergerak-gerak menggesek-gesek ke wajah Christian. Saat jari-jari Christian yang berlumuran minyak goreng mengorek-ngorek lobang pantatnya, Otong mendekap tubuhnya sendiri erat-erat. Tak kuasa menahan kenikmatan sodokan keluar masuk jari itu di dalam lobang pantatnya. Christian tau, Otong sudah siap dimasuki.
“Dit, mijatnya udahan dulu ya,” kata Christian.
Didit tak bereaksi, dia terus saja menyonyot batang kontol itu. Christian akhirnya bangkit dari telentangnya. Terlepaslah batang kontolnya dari dalam mulut Didit. Christian lalu membaringkan Otong telentang di atas alas tidur yang tipis. Sang perwira muda bersimpuh di antara selangkangan sang bocah yang kedua kakinya sudah di kangkangkannya lebar-lebar.
“Pijat Otong yang enak Om,” kata Otong.
Matanya memandang penuh harap pada Christian. Sang perwira muda mengangguk. Ia sudah siap memenuhi harapan sang bocah.
Christian tak pernah mengentoti seorang abege sebelumnya. Melihat Otong yang pasrah telentang seperti itu, nafsu Christian menggelegak. Christian tak mau menyakiti Otong saat merasakan surga dunia pertama kali dalam hidupnya. Karena itu Christian melumuri batang kontolnya dengan minyak goreng sebanyak-banyaknya.
Didit memandangi saja saat-saat Christian akan memasukkan batang kontolnya ke dalam lobang pantat keponakannya yang masih perjaka. Didit memahami apa yang akan terjadi. Dalam keluguannya sebagai pemuda desa, bukan berarti Didit tidak tahu dunia sex. Dia pernah menonton video porno sebelumnya, bersama teman-temannya. Dan ia sudah pernah melihat adegan di mana batang kontol memasuki lobang pantat. Namun ia tak pernah melihat hal itu di lakukan oleh sesama lelaki. Inilah kali pertama ia akan menyaksikan hal itu.
Kepala kontol Christian menyusup ke dalam celah lobang pantat Otong. Terasa ada yang menahan masuknya kepala kontol itu. Itu pasti celah lobang pantat Otong yang masih sangat sempit. Christian terus mendesak kedalam. Otong merasa aneh, tapi tak merasa sakit. Lumuran minyak goreng di batang kontol sang perwira muda, sangat membantu kelancaran penetrasi tersebut (cie bahasanya formal banget).
Perlahan kepala kontol itu terus menyusup masuk. Sedikit demi sedikit Christian terus membenamkan batang kontolnya. Otong merasa celah lobang pantatnya membuka. Tapi karena licin, ia tak merasakan sakit. Otong dan Christian saling menatap.
“Terus Om…” kata Otong menyemangati Christian.
Dan akhirnya, seluruh batang kontol itu terbenam di dalam lobang pantat Otong yang mencengkeram dengan kuat. Christian dan Otong sama-sama tersenyum lega. Christian menciumi bibir Otong dengan penuh rasa sayang. Setelah itu, di mulailah. Christian menggerakkan pantatnya perlahan maju mundur. Didit, Andre dan Wisnu menatap dari tempat mereka masing-masing. Tatapan mereka penuh nafsu, ingin merasakan juga nikmatnya mengentoti Otong seperti yang sekarang sedang di rasakan oleh Christian.
***
Malam semakin larut di Jakarta. Para gelandangan tertidur lelap di kolong jembatan atau emperan toko tanpa sedikitpun merasa terganggu. Tak ada beban, tak ada gundah gulana meskipun esok hari nasib tak kunjung berubah semakin baik. Malahan bisa jadi semakin terpuruk di hiruk-pikuk ibukota yang semakin kejam.
Calvin bukan gelandangan, tidur pun tak perlu di kolong jembatan atau emperan. Kasur empuk dalam kamar nan nyaman telah menantinya, namun matanya tak bisa terpicing sejenak jua. Remaja itu gundah, batinnya nelangsa. Sepucuk surat wasiat Desi tergeletak di sisinya, terbungkus rapi dalam amplop putih yang belum terbuka sama sekali.
“Surat ini khusus untuk kamu Vin. Desi hanya meninggalkan dua pucuk surat wasiat. Satu untuk kamu dan satu lagi untuk Om dan Tante kamu,” kata sang Papa saat memberikannya pada Calvin tadi.
Sejam sudah Calvin hanya bisa terpekur di dalam kamarnya. Hatinya terasa berat untuk memulai membaca surat wasiat itu.
***
“Ouhhh… ouhhh… yahhh… yahhh…” erang Otong keras.
Ia sama sekali tak peduli bila erangannya terdengar ke luar rumah. Kenikmatan telah di rengkuh Otong. Setiap gesekan batang kontol Christian di lorong lobang pantatnya, menimbulkan rasa nikmat yang luar biasa dirasakannya. Christian semakin garang menggoyang. Pantatnya menghentak-hentak dengan keras. Didit yang berada di dalam kamar itu semakin kuat mengocok batang kontolnya sendiri.
Andre dan Wisnu tak kuasa menahan diri lagi. Serta-merta tanpa di komando, keduanya mendobrak pintu kamar. Tiga lelaki beda usia di dalam kamar itu sontak terkejut. Didit menarik sarungnya, berusaha menutupi batang kontolnya yang tegak dan mengkilap karena lumuran minyak goreng. Sementara Christian menghentikan gerakan pantatnya, di mana kontolnya masih bersarang dalam pantat Otong. Matanya menatap marah ke arah Andre dan Wisnu. Otong memeluk Christian kuat-kuat, menyembunyikan wajahnya ke dada bidang sang perwira muda yang masih menindihnya.
“Mau apa kalian?” Tanya Christian berang.
Andre dan Wisnu tak langsung menjawab. Kedua remaja itu hanya tersenyum mesum menatap Christian, keduanya berdiri tegak di tengah kamar. Keduanya tak bercelana sama sekali. Batang kontol mereka sudah tegak mengacung.
“Kami akan menghukum Mas Christian, karena telah berbuat tak senonoh pada Otong!” kata Andre kemudian. Suaranya tegas.
“Kalian tidak berhak menghukum, saya yang berkuasa di sini!” Sahut Christian tak kalah tegas. Tapi wajahnya tak lagi berang, sesungging senyum cabul tergambar di wajahnya yang ganteng, “Saya yang akan menghukum kalian karena telah mengganggu,” sambungnya lagi.
Andre dan Wisnu semakin melebarkan senyum cabul mereka mendengar kalimat Christian.
“Kemari kalian berdua!” perintah Christian.
Andre dan Wisnu mendekat.
“Buka seluruh pakaian kalian!” kata Christian lagi.
Segera keduanya melucuti seluruh busana yang masih menempel di tubuh mereka.
“Didit, kesini kamu! Tunggingin pantatmu!” perintah Christian.
Didit segera menurut.
“Wisnu, kamu jilatin pantat Didit. Andre kamu jilatin pantat saya!” tambah Christian.
Benar-benar hukuman yang nikmat. Andre dan Wisnu segera menunaikan hukuman mereka. Christian kembali melanjutkan mengentoti Otong yang tadi terhenti. Andre sibuk menjilati celah lobang pantat sang perwira muda yang berkeringat. Wisnu dengan lahap menjilati lobang pantat Didit yang ramai dengan bulu. Kelimanya mengerang penuh kenikmatan.
***
“Elo kenapa sih Sep?” Tanya Indra. Wajahnya memancarkan aroma kekesalan.
“Saya minta maaf Mas Indra,” sahut Asep.
“Ada yang mau ngasih duit, Lo malah nolak. Bener-bener katrok Lo,” kata Indra lagi.
“Udah deh Ndra. Ngapain juga Lo marahin Asep. Emang dia gak bisa mau di apain?” kata Ricky.
“Lagian juga udah di gantiin kan sama Albert. Udah deh,” sambung Ricky lagi.
“Saya betul-betul gak bisa Mas Indra. Tadi saya juga udah berusaha sekuat tenaga. Sampai-sampai saya udah ngebayangin kontol saya di isep si Titin, tapi gak bisa juga,” sahut Asep. Wajahnya sendu dan penuh sesal.
“Titin? Siapa Titin itu?” tanya Indra makin kesal. Asep kok tiba-tiba ngomongin soal Titin yang tak di kenalnya.
“Titin itu istrinya Dudung,”
“Dudung siapa lagi Sep?”
“Dudung itu ya suaminya Titin,”
Indra garuk-garuk kepala. Ricky tertawa geli saja mendengar penjelasan Asep yang juga membingungkannya.
Ketiganya sedang mangkal di sebuah warung kopi pinggir jalan yang buka 24 jam. Mereka berbicara dengan suara yang di rendahkan karena mereka tak mau pembicaraannya terdengar oleh pemilik warung kopi yang sedang terkantuk-kantuk. Ketiganya menunggu Albert yang sedang melaksanakan tugasnya memuaskan birahi seorang klien di sebuah hotel bintang tiga yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat mangkal Ricky, Indra dan Asep.
Penggantian pemain dari Asep menjadi Albert, terpaksa harus di lakukan karena sang klien komplain dengan layanan Asep. Sekian lama di lakukan foreplay oleh sang klien, tetap saja kontol Asep tidak bisa ngaceng. Asep sama sekali tidak terangsang dengan klien itu!
Ricky akhirnya mengambil kebijaksanaan memanggil Albert, untuk menggantikan Asep. Kebetulan malam ini Albert sedang tidak ada job dan tipikal cowok yang di maui sang klien adalah pria kekar seperti Asep dan Albert.
“Sep, kamu tidak bisa memilih-milih klien yang sesuai selera kamu. Jangan pake perasaan di sini Sep. Gue ngerti perasaan Elo, siapa juga yang bisa nafsu ngeliat Mas Yance. Udah tampangnya jelek, item, gembrot, bancinya parah banget lagi. Mana rambutnya di cat pirang segala lagi. Gue juga kalo bawain perasaan gak bakalan bisa ngentot dengan dia, Sep. Tapi yang kita perlukan duitnya. Tuh orang duitnya banyak Sep. Gue harap laen kali Lo gak begini,” kata Ricky menasehati.
“Iya A’, saya juga udah berusaha. Tapi saat ini saya belum bisah seperti itu. Mudah-mudahan nantinya saya bisah begitu,” sahut Asep.
“Lo harus bisa Sep,” kata Indra.
“Saya akan berusaha Mas.”
“Usahanya harus lebih keras Sep,” kata Indra lagi.
“Iya Mas.”
“Lo harus ngerti Sep, orang-orang yang bersedia ngebayar kita umumnya seperti itu. Lo bayangin aja, kalo dia bisa dengan mudah ngedapetin cowok cakep di luaran. Gak bakalan dia mau ngebayar kita Sep. Karena dia nyadar, sulit dapetin cowok cakep. Makanya dia mau ngebayar kita,” kata Indra lagi.
“Ge er banget Lo Ndra,” kata Ricky.
“Bukannya ge er Rick, ini kan faktanya. Banci yang punya tampang dan body ancur, kan umumnya yang ngebayar kita. Memang ada juga cowok-cowok cakep yang nyembunyiin identitas gay mereka yang bersedia ngebayar kita, tapi gak sebanyak banci-banci itukan?” kata Indra lagi.
Mau tak mau Ricky mengangguk membenarkan kata-kata Indra.
***
Sementara itu di dalam kamar hotel, Albert sedang mengentoti Mas Yance yang sedang dibicarakan oleh Asep, Indra, dan Ricky, dalam posisi doggy style. Kentotan yang di lakukan Albert benar-benar sangat bernafsu. Tubuh kekar Albert yang berkulit kuning langsat terlihat kontras sekali dengan tubuh gembrot berkulit hitam Mas Yance. Albert benar-benar sudah sangat profesional. Ia bisa memberikan kepuasan bagi siapa saja klien yang membayarnya. Tak peduli seperti apapun tampilan fisik sang klien.
Mas Yance rupanya ingin bertukar posisi. Albert di mintanya berbaring telentang di atas ranjang. Setelah itu tubuh gembrotnya menduduki Albert. Lobang pantatnya menelan batang kontol gemuk panjang milik Albert. Meskipun sedikit susah bergerak naik turun karena kegendutan, ia berusaha menikmati batang kontol Albert di dalam lobang pantatnya. Albert membantu dengan turut menggerakkan pantatnya naik turun. Tangan Albert mengocok-ngocok batang kontol Mas Yance yang mungil. Tak lama Mas Yance pun orgasme. Spermanya muncrat ke perut Albert yang sixpack.
“Ohohhh… ohhh… enak bangethhh…” erang Mas Yance. Tubuh gembrotnya roboh di atas tubuh kekar Albert. Keringatnya mengucur deras. Albert tersenyum senang, dia merasa tugasnya usai sudah. Namun ternyata Mas Yance punya permintaan khusus.
“Muncratin sperma kamu ke wajah saya ya,” pintanya dengan suara centil.
Mau tak mau Albert harus memenuhi permintaan itu. Tubuh gembrot Mas Yance rebah telentang di atas ranjang. Albert mengangkangkan pahanya yang berorot di wajah Mas Yance. Batang kontolnya yang gemuk dan panjang di kocoknya di depan wajah Mas Yance. Tak lama dari lobang kencingnya menyemprot sperma kental. Mulut Mas Yance segera menangkap kepala kontol Albert, dengan penuh nafsu di seruputnya sperma Albert untuk kemudian di telannya tanpa ragu-ragu.
***
Andre telungkup di atas alas tidur yang tipis. Pahanya mengangkang, di atasnya menelungkup tubuh Otong yang langsing namun cukup berotot. Abege itu sedang mengentoti Andre dengan liar. Sambil menikmati kentotan Otong, Andre mengoral batang kontol Christian yang sedang duduk mengangkang di depan wajahnya.
Sementara di sudut lain dalam kamar itu, Wisnu menduduki Didit. Pemuda desa itu mengerang-erang keenakan menikmati gocekan pantat Wisnu yang mengeluar masukkan batang kontolnya dalam lobang pantat cowok Bali itu. Mereka benar-benar terbius nafsu birahi.
Kontol Otong belum terlalu besar ukurannya. Meski sensasinya beda karena ini kali pertama Andre merasakan kentotan seorang cowok semuda Otong, namun ia merasakan kurang puas karena lobang pantatnya tidak terasa penuh seperti biasanya. Andre sudah terbiasa dengan batang kontol yang besar dan panjang, bahkan ia juga pernah merasakan kentotan dua batang kontol besar dan panjang sekaligus di dalam lobang pantatnya, milik Sony dan Antonius. Karena merasa kurang puas dengan ukuran kontol Otong, Andre meminta Christian ikut mengentotinya bersama-sama dengan Otong.
“Maksud kamu, saya dan Otong mengentot kamu sekaligus berdua?” tanya Christian menegaskan permintaan Andre.
“Iya Mas,” sahut Andre singkat, “Cepatan!” katanya lagi saking tak sabarnya pegen merasakan enaknya dikentot ganda dengan dua kontol mengaduk-aduk lobang pantatnya sekaligus.
Christian belum pernah melakukan kentotan ganda, permintaan Andre sangat menggoda libidonya. Segera saja mereka bertiga mengatur posisi. Wisnu yang sedang menggocek Didit melirik apa yang akan di lakukan oleh ketiga lelaki beda usia itu. Ia tak menyangka Andre akan seekstrim itu dalam mengentot. Wisnu memang tidak tahu kalau Andre sudah pernah melakukan hal itu bersama Sony dan Antonius.
Christian lalu berbaring telentang, Andre menelungkup di atas tubuh sang perwira muda. Batang kontol Christian yang sudah di lumuri minyak goreng, di masukkan ke dalam lobang pantat Andre. Kemudian Otong menelungkup di atas tubuh Andre. Otong menekan batang kontolnya ke celah lobang pantat Andre yang sempit karena sudah terisi batang kontol Christian. Wisnu dan Didit menghentikan permainan sex mereka. Keduanya memperhatikan saat-saat batang kontol Otong yang mungil menyatu dengan batang kontol Christian di dalam lobang pantat Andre.
Tak lama permainan berlanjut, Andre mengerang-erang menikmati kentotan Christian dan Otong yang bersamaan di dalam lobang pantatnya. Wisnu menjadi sangat bernafsu melihat permainan bertiga yang di lakukan Andre bersama Christian dan Otong. Ia menggerakkan pantatnya dengan semakin liar pada batang kontol Didit.
***
“Boleh gak saya ngentotin pantat kamu?” Tanya Mas Yance pada Albert saat keduanya sedang berbaring di atas tempat tidur mengembalikan stamina usai orgasme.
Albert terkejut dengan pertanyaan itu, namun sebagai lonte lanang profesional ekspresi wajahnya tak berubah sedikit pun. “Emang masih tahan?” tanya Albert.
“Masih dong. Ngelihat kamu, saya nafsu terus nih,” sahut Mas Yance.
“Bayarannya jadi dobel lho,” sahut Albert.
“Oke, gak ada masalah,” sahut Mas Yance mantap.
“Maunya gaya apa?”
“Kamu telentang deh. Saya pengen ngelihat wajah kamu sambil ngentot,” sahut Mas Yance kenes.
Albert melirik kontol Mas Yance yang sudah keras. Cowok banci ini emang horny lagi. Albert mengangkangkan pahanya dan mengoleskan gel pelicin di lobang pantatnya.
“Sempit juga ya,” kata Mas Yance saat melakukan penetrasi ke lobang pantat Albert.
“Iya dong. Saya jarang jadi bottom,” sahut Albert.
Mas Yance makin semangat mendengar kata-kata Albert. Ia mulai menganal Albert. Gerakan pantatnya di lakukan dengan lembut. Ia benar-benar ingin menikmati setiap gesekan batang kontolnya di dalam lobang pantat lonte lanang yang ganteng itu. Albert memejamkan matanya, seolah-olah menikmati permainan Mas Yance. Padahal Albert memejamkan mata, karena tak mau memandang wajah cowok banci gembrot yang buruk rupa itu (hehehe).
Albert mencoba membangkitkan birahinya dengan membayangkan sosok Eric, pria macho berwajah imut yang meraih anugerah Best Body dalam kontes Pria L Mentahun 2005 yang sedang mengentotinya. Dengan begitu ia tidak ilfil saat dikentoti Mas Yance. Hasil imajinasinya membuat Albert terangsang, batang kontolnya yang gemuk dan panjang itu mulai mengeras. Hal ini membuat Mas Yance merasa dirinya berhasil membangkitkan libido sang lonte lanang, goyangan pantatnya semakin buas mengentoti Albert.
***
“Albert lama banget sih,” celetuk Indra. “Jangan-jangan dia jatuh cinta sama banci itu lagi.” Tambah Indra.
Ricky dan Asep tertawa terbahak-bahak mendengar kata-kata Indra. Pemilik warung kopi tempat mereka mangkal, yang terkantuk-kantuk langsung terbangun mendengar tawa mereka.
***
“Gue pengen ngerasain lobang pantat Lo bareng Otong, Ndre,” kata Wisnu.
“Bolehhh… ajahhh..,” sahut Andre dengan suara terengah-engah. Saat itu ia masih menikmati kentotan ganda yang di lakukan Christian dan Otong di dalam lobang pantatnya.
“Mas Christian, saya boleh gantiin ngentotin Andre?” Tanya Wisnu meminta ijin.
“Boleh, tapi tidak sekarang,” sahut Christian.
Wisnu pun mingkem. Sedangkan Didit terus melanjutkan mengentoti Wisnu.
***
“Saya keluarin di mana nih spermanya?” tanya Mas Yance pada Albert.
“Di luar aja,” sahut Albert. Ia masih memejamkan matanya.
“Di dalem ya.” Mas Yance memaksa.
“Jangan! Di luar aja!” ulang Albert. Cowok itu melotot, menolak kemauan Mas Yance. Tapi terlambat.
“Ohhh…” erang Mas Yance sambil ngecrot. Rupanya orgasmenya sudah di ujung kepala kontolnya saat bertanya pada Albert tadi.
Albert keki berat, dia segera melepaskan dirinya dari Mas Yance. Tubuh Mas Yance yang sedang meregang karena orgasme di dorongnya hingga terjerembab ke atas ranjang.
“Gimana sih, kan udah kubilangin keluarnya di luar aja,” kata Albert tanpa bisa menyembunyikan kekesalannya hingga tanpa disadarinya dialek Medannya keluar.
“Sorry, sorry. Saya gak bisa nahan lagi,” sahut Mas Yance.
Albert langsung ngacir ke kamar mandi yang ada di dalam kamar hotel itu. Begitu masuk segera ia berjongkok di lantai kamar mandi, mengeden. Sperma Mas Yance meleleh ke luar dari celah lobang pantat Albert bercampur dengan gel pelicin.
“Dasar banci gak tau diri,” kata Albert memaki dalam hati.
Sementara Mas Yance berbaring telentang di atas ranjang dengan senyum penuh kepuasan.

Serial Andre & CalvinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang