"Hi..."
"Who are u?"
"See.. like my nick name."
"Seriously???"
"Ha-ha."
"No, sound likes a joke. Felicitatem it means Makmur in my lingo.... Emm Indonesian?"
"Yes u'r right."
"Oh stupid me. Okay Makmur, maaf sepertinya saya tidak bisa berteman dengan anda."
"Why? Kalo yang lo takut gue jelek. Makmur sekedar nama. Atau lo ngarep gue punya nama Oscar, Max or something."
"Bukan itu, maaf. Tapi saya tidak berteman dengan orang yang tidak saya kenal terutama pria."
"Lo yang bakalan nyesel kalo lo gak lanjutin obrolan sama cowok misterius moss wonted di sekolah. Gue tau lo tertarik sama dunia teknologi informasi. Right?"
"Betul, tapi mohon maaf saya harus left."
"Umur lo berapa miss? Bahasa lo kayak angkatan kakek gue."
"What! ini orang nyolot." Batin Janan tidak terima.
"Miss.. r u there?"
Janan masih tak bergeming.
"Oke, besok gue lanjut." Lanjut pria itu lagi yang perlahan membuat percikan emosi sampai ubun-ubun.
"Eeh ini anak dia mikir apa coba?" Janan masih bicara dalam hati tapi kini dia semakin gemas dengan lawan chat diseberang entah berantah dan entah siapa seseorang itu.
Dari nick name dan bahasa yang dipakai, jelas dia absurd, anti-mainstream, manusia super PD really ever. Mungkin dia terlalu banyak makan micin makanya pertumbuhan sistem sarafnya dipercepat oleh monosodium.
Atau mungkin dia terlalu banyak main game sehingga lupa bagaimana cara berkomunikasi dengan manusia lain di dunia nyata, atau dia tipe yang suka balapan motor dijalanan lalu sering jatuh dari motor, makannya otaknya agak geser. Dikit 25 derajat.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hafizah Janan
Teen Fiction"Aku butuh kamu mbak, untuk membantuku menata hidupku. Membantu menenangkan hatiku." Nah kan mulai nih anak... "Membantu bukan berarti harus menikah. Ini bukan sekedar persoalan memiliki buku nikah." "Justru itu, ijinkan aku untuk menghalalkan kamu...