16

686 100 74
                                    


Hari itu datang. Hari dimana Jiyeon harus memutuskan bersama atau berpisah dengan Myungsoo. Bersamaan dengan itu, orang tua Myungsoo jg ada disana. Tak hanya mereka melainkan ayah Jiyeon pun juga. Pagi yg cerah ini layaknya hari pengadilan bagi kisah Myungsoo dan Jiyeon yg terjalin tidak sempurna.

Sepasang kaki dengan flat shoes merah melangkah masuk, meski ia masih bersembunyi di balik punggung ayahnya namun ia mulai berani menampakkan wajahnya. Ditatapnya pria dengan perban yg melilit dengan sempurna di kepala dan terduduk di sebuah kursi roda yg didorong sang ibu.

Ini mendebarkan.

Jiyeon mengerjap menatap sinar mentari pagi yg memantul dari salah satu sisi kursi roda yg terbuat dari stainleess. Kedua insan itu saling menatap, terasa sakit tiba tiba dalam dada Jiyeon. Gadis itu mengaduh dalam hati, tak tega menatap pria yg kini nampak makin rapuh itu. Ia bahkan tak tega untuk tak tersenyum ke arahnya. Dengan rasa iba yg mencuat, akhirnya Park Jiyeon tersenyum tipis hingga menimbulkan getaran dalam lubuk hati Myungsoo.

Bahkan sinar mentari pagi ini, tak bisa mengalahkan senyumanmu..

Pikir pria itu cepat. Meski ia sakit(?) tetap saja perasaannya masih berjalan normal. Ia tetap pria kecil yg menemui Jiyeon 20 tahun yg lalu. Dan pria yg sama yg mengucapkan -mari menikah denganku- pada gadis beriris bak permata itu.

Park Jiyeon, bisakah kita tetap bersama(?)

Suaranya tertahan oleh ego yg berhenti tepat di kerongkongannya. Myungsoo meneguk saliva nya, saat semua orang mulai duduk di sofa seolah siap mengadu argumen masing masing.

Park Jiyeon, aku tak bisa berhenti menatapmu..

Pria itu kembali bergumam di hatinya, sembari menatap ribuan pesona dari seorang Park Jiyeon.

"Jadi, bagaimana keputusanmu Kim Myungsoo?"
Tanya sang ayah, pria itu hanya menunduk. Tepatnya ia sudah kehilangan segalanya, perusahaan dan sesuatu yg ia sayangi. Tentu saja ia tak akan sanggup jika kehilangan istrinya itu.

"Micky sakit parah dan tak bisa diselamatkan, itu benar benar membuatku hancur.."
Gumamnya yg sekaligus membuat Jiyeon membulatkan matanya.

"Micky? Dia sakit apa??"
Tanya Jiyeon begitu antusias. Myungsoo tersenyum, ia mulai puas akan perhatian Jiyeon pada anjing kesayangannya. Sayang sungguh sayang, keperhatian Jiyeon itu kini tak ada gunanya karna anjing itu kini sudah mati.

"Kurasa Micky benar benar sehati denganku.."

Jiyeon terdiam menunggu jawaban dari pria itu yg masih menggantung kalimatnya.

"Anak anjingku sudah mati dengan damai-"

"Astagaaa.."
Jiyeon berkaca kaca. Paling tidak anjing itu pernah benar benar berarti bagi pasangan itu. Karna berkat mamalia berkaki 4 itu mereka bisa bertemu dan berada pada titik saat ini.

"Apa pembicaraan kalian hanya tentang anjing saja?"
Protes ayah Myungsoo, pria separuh baya itu tersenyum tipis. Ia mulai mengerti bagaimana eratnya ikatan putranya dengan gadis itu. Pria separuh baya itu lalu beranjak dari duduknya, membuat semua orang yg ada di dalam sana tercengang.

"Kalian lanjutkan saja bicaranya berdua, ayah, ibu dan besan akan bicara di luar.."
Ucapnya kemudian sambil keluar dari ruangan itu dan tinggalah dua orang disana, Myungsoo dan Jiyeon.

Hening.

"Hai.."
Ucap Myungsoo kaku. Mereka tak pernah berada dalam situasi seperti ini sebelumnya. Begitupun Jiyeon yg saat ini merasa sangat canggung.

"H-hai.."
Jawab Jiyeon terbata. Ia tak bisa mengatur ritme jantungnya yg berdebar. Sekali lagi, Myungsoo telah meruntuhkan semua keteguhan Jiyeon.

[NOT] YOUR GAME || myungyeon✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang