Selesai makan, Koeun bergabung dengan Mark yang sudah bersantai di sofa sembari menonton TV.
Gadis itu meminjam kaus rumah milik Mark dipadu dengan celana pendek yang memang sudah sejak lama ia taruh di mobil Mark untuk berjaga-jaga.
Kaus milik Mark terlihat begitu kebesaran di tubuh mungil Koeun, membuat lelaki itu harus menahan diri untuk tidak memeluk gadis itu saking menggemaskannya.
"Gemes banget sih Eun, sering-sering deh lo lupa bawa baju biar bisa pake baju gue."
Koeun mencibir, "Ini gue lagi khilaf aja tiba-tiba setuju nginep di sini."
Mark tersenyum penuh arti pada gadis yang duduk di sampingnya itu.
"Bilang aja lo udah kangen banget kan sama gue makanya mau nginep."
"Hmm kangen gak ya?"
Mark tertawa kecil, ia menarik pinggang gadis itu agar duduk lebih dekat lagi dengannya. Ia lalu mendekap tubuh mungil gadis itu dengan kedua tangannya.
"Kalo tiap pulang ke rumah ada lo kayak gini, gue bisa tidur nyenyak tiap hari."
Koeun menatapnya bingung, "Emang lo sering susah tidur?"
"Kadang."
"Kenapa?"
"Nggak kenapa-napa."
Koeun tidak melanjutkan pertanyaannya, mungkin memang bukan karena hal serius lelaki itu kadang susah tidur. Hanya karena insomnia ringan.
"Nanti gue tidur di mana ya?" Tanya Koeun.
"Di kamar gue." Jawab Mark masih sambil menyandarkan kepalanya ke kepala Koeun. Kedua tangannya betah mendekap erat tubuh gadis itu.
"Terus lo tidur di mana?" Tanya Koeun polos.
Mark mengangkat kepalanya lalu menatap gadis itu, "Di kamar juga lah. Kita kan bisa sekasur."
"HAH! NGGAK MAU!"
Mark mengerucutkan bibirnya lucu, "Gue janji nggak akan ngapa-ngapain deh, cuma tidur aja."
"Idih gue nggak percaya."
"Serius. Sumpah deh!"
.
.Ucapan sungguh-sungguh Mark itu terbantahkan 30 menit kemudian, ketika keduanya kini sudah berada di dalam kamar Mark.
Kamar Mark harum, wangi yang sama seperti wangi yang Koeun hirup setiap ia berdekatan dengan lelaki itu.
Lelaki itu kini sudah mengurung Koeun di bawahnya. Keduanya berbaring di atas tempat tidur Mark. Ia menatap gadis itu dengan ekspresi tak terbaca.
Sedangkan Koeun hanya bisa menatapnya dengan gugup.
Ia tahu ia takkan bisa menolak segala sentuhan lelaki itu, tapi kali ini ia harus bisa kalau Mark semakin terbawa suasana.
Mark tersenyum tipis, senyum sialan yang selalu berhasil membuat jantung Koeun berdetak dua kali lebih cepat, "Udah lama gue nggak nyium lo."
Tanpa menunggu jawaban dari gadis di bawahnya, ia menurunkan kepalanya dan langsung mencium Koeun seenaknya. Tanpa intro kecupan ringan yang biasanya ia lakukan setiap bermanja pada gadis itu.
Koeun berusaha untuk mengikuti permainan Mark dengan sama semangatnya, lelaki itu melumat bibirnya berulang kali dan memulai French kiss pada bibir favoritnya itu.
Mark sudah cukup sabar menahan diri untuk tidak menyentuh Koeun selama berhari-hari, maka ia harus membayarnya semua malam ini.
Ia rindu kehangatan dan rasa manis yang hanya bisa ia dapatkan dari gadis itu.
Ia pun berharap lewat sentuhan-sentuhan yang diberikannya malam ini, Koeun bisa mengerti isi hatinya.
Berulang kali ia mencoba memberikan tanda pada gadis itu bahwa ia sudah jatuh hati, tapi gadis itu seakan seperti pisau yang tumpul, tidak menerima segala tanda itu sama sekali.
"Mark!" Teriak Koeun tertahan begitu ia merasakan tangan Mark yang mulai bergerilya menelusup masuk ke dalam baju dan menyentuh perut rata gadis itu.
Bibir lelaki itu tidak pernah meninggalkan bibir Koeun bahkan sedetik pun, terus menerus ia melumat dan memainkan lidahnya di sana.
Membuat gadis itu bahkan tidak tahu harus melakukan apa untuk menolaknya.
Segala sentuhan Mark terlalu memabukkan, membuat gadis itu bahkan tidak ingin berhenti dan terus mengharapkan lebih.
Beberapa menit kemudian, keduanya melepaskan pagutan pada bibir mereka lalu saling memandang. Koeun dapat melihat dengan jelas kilatan semangat dalam kedua mata Mark.
Mata biru itu terlihat begitu indah di mata Koeun.
Lelaki itu lalu tersenyum, ia melepaskan tangannya dari atas perut gadis itu kemudian mengusap pipi Koeun.
"You are so sweet, Eun."
Gadis itu memandangi bibir Mark, seakan mengharapkan bibir itu kembali menyentuh bibirnya.
She wants more.
And he knows it.
Mark menelan ludah sebelum akhirnya berganti posisi, ia duduk di pinggiran kasur, lalu menatap Koeun.
"Ternyata bener kata lo, kita nggak boleh satu kamar. Gue tidur di ruang tengah aja."
Koeun menatapnya dengan pandangan bertanya.
Lelaki itu kemudian mengusap lembut pelipis Koeun, "Gue tau gue nggak akan bisa berhenti kalo gue nyium lo lagi. Jadi daripada lo kenapa-napa, mending gue tidur di luar."
Ia kemudian mengambil satu bantal yang ada di samping Koeun lalu berdiri, "Night, Koeun."
Koeun tidak menjawab apa-apa, ia hanya memandang Mark yang kini sudah berjalan keluar dari kamar.
Ia menghela napas kasar, lalu memukul-mukuli kepalanya sendiri.
"Bodoh! Cewek barbar! Kenapa lo sedih dia tiba-tiba berhenti!!!" Ucapnya berteriak tertahan memaki dirinya sendiri.
Bagaimana bisa ia justru terus mengharapkan agar Mark melakukan lebih.
Dia jadi teringat pada apa yang dikatakan oleh Yeri, mengapa rasanya, apa yang diucapkan oleh temannya itu semakin lama semakin terasa benar untuk Koeun.
Bahwa ia hanya terlalu menikmati segala sentuhan yang diberikan oleh lelaki itu.
Tapi, ia juga ingin tahu apa ia melibatkan perasaannya setiap kali bermesraan dengan Mark.
Kemudian terbesit ide di dalam otaknya yang terlalu sering berpikir pendek itu.
Apa ia harus melakukan perbandingan untuk tahu bahwa apa yang ia lakukan dengan Mark itu juga menggunakan perasaan, bukan hanya karena keenakan?
Kalau begitu, apa ia harus mencium lelaki lain untuk mengetahuinya?
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Touch - Markoeun
FanfictionIf you couldn't feel it through my emotional expression, so, how about through this kind of touch?