🔍mencari🔎

3.5K 184 0
                                    


Gilbar memberi materi kuliah sejarah kontemporer di kelas Zahira dengan menggunakan layar proyektor. Ia memutarkan video pembantaian masal kamp-kamp pengungsian warga Palestina tanggal 16-18 September 1982, di Beirut, Lebanon Barat.

Siapa pun yang menyaksikannya akan bergidik ngeri, jijik, dan tentulah kasihan menyaksikan ratusan orang tak berdosa mati sia-sia. Tidak laki-laki tidak perempuan, anak-anak bahkan bayi yang masih merah pun tak luput dari pembantaian. Kejam sungguh kejam, para tentara bersenjata lengkap di dalam video itu membunuh dengan membabi buta tanpa ampun, tidak ada yang mau membunuh sekali mati, mereka seakan senang melihat mayat tak berbentuk manusia, lebih seperti daging-daging hewan yang diperjual belikan secara bebas di pasaran. Sungguh tega. Banyak yang tidak sanggup melihatnya sampai harus menutup wajah dengan bukunya, bahkan ada dari teman sekelas Zahira yang izin keluar karena tidak sanggup melihat. Padahal video tersebut baru diputar 20 menit dari normalnya 1 jam 15 menit durasi.

Zahira yang hari ini duduk di bangku depan masih sanggup melihat walaupun harus beberapa kali meringis dan menutup mata, tapi rasa penasarannya jauh lebih besar dari apa pun. Hatinya tersayat melihat korban bertebaran yang kebanyakan perempuan dan anak-anak kecil tak berdosa. Ia bahkan sampai tidak sanggup membayangkan kalau hal itu terjadi pada dirinya. Ia tidak sanggup lagi menahan air matanya saat melihat seorang ibu yang mencoba merebut bayinya, kemudian wanita itu ditembak tepat di kepala, pun anak yang ia perjuangkan tadi. Dirinya langsung terbayang wajah ibunya di kampung halaman dan itu membuatnya semakin sedih.

"Saya kira cukup, tidak ada yang sanggup menontonnya lagi." Ujar Gilbar berniat mematikan layar proyektor.

"JANGAN, PAK!" cegah Zahira keras. Gilbar sempat menilik ke arah Zahira yang sudah ditegur Maria dan salah seorang temannya.
Gilbar kemudian hanya menjeda sementara video yang sedang berjalan.

"Udahlah, Zaa aku serem liatnya." Keluh teman laki-laki di sampingnya.

"Iya, Kaka Zaa, sa juga, Kaka Zaa pun sudah nangis begitu." Tunjuk Maria ke mata Zahira yang merah.

"Tapi aku masih mau liat, nanggung." Tolak Zahira.

"Wes lah, Zaa, gambare saru¹." Tutur salah satu mahasiswa di belakang. Dia menahan tawa. Lalu teman perempuan di belakangnya menoyor kepalanya "koe kui sing o.m!"

"Ya sudah, Zahira!" Panggil Gilbar. Sontak yang dipanggil memandang lurus ke depan. Seketika Gilbar merasa ada yang aneh saat melihat mata merah Zahira, tapi Gilbar bisa menguasai dirinya untuk tidak merasa salah tingkah. "Kalau kamu masih mau menonton video ini, kamu bisa minta file-nya dari saya, bawa flashdisk?"

Zahira mengangguk. "Bawa, Pak!"

"Kalau begitu habis ini, kamu bisa ke ruangan saya, hmm.. maksudnya ke ruangan Profesor Haryan."

"Bagaimana, Zahira bisa?"

"Bisa, Pak."

"Lah, bagus tuh." Seru pria yang ditoyor tadi.

"Sudah! Semua sudah clear, kan." Timpal Gilbar sambil mematikan layar proyektor. "Sekarang kita lanjutkan membahas cara menyusun Historiografi yang kronologis."
Materi kuliah dimulai.


🚲🚲🚲

Zahira menunggu di luar ruangan Profesor Haryan, walaupun Gilbar mengizinkannya masuk, tapi Zahira merasa lebih baik menunggu di luar untuk menghindari pikiran-pikiran yang tidak diinginkan.
Hampir dua puluh menit berdiri suntuk menunggu, sosok Gilbar akhirnya keluar dari dalam ruangan mengembalikan flashdisk merah-hitam milik Zahira.
"Ini flashdisk kamu. Sudahh saya copy-kan videonya." Gilbar menyerahkan flashdisk Zahira. Zahira menerimanya dengan semangat sambil menghaturkan terima kasih lalu pamit pergi, tapi Gilbar memanggilnya lagi karena ingin menanyakan sesuatu yang sangat membuatnya penasaran.

mencarimu lewat ISTIKHARAH menemukanmu dalam DHUHA (SEASON1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang