panggilan baru ❤️

2.4K 157 13
                                    

Lampu-lampu sepanjang jalan kota menyala. Orang-orang silih berganti. Ada yang datang, ada yang pergi. Beberapa penjual yang biasa berjualan malam contohnya, mereka mulai berdatangan dan membuka lapaknya.

Zahira baru saja menyelesaikan ceritanya. Gilbar sebagai satu-satunya pendengar,  sedikit sulit untuk percaya, tapi inilah kenyataannya, kenyataan indah yang harus ia terima. Lucu sekali.

"Aku, ngga habis pikir," ujar Gilbar.

"Sama. Zaa juga. Kok bisa waktu Zaa mau nerima Pak Gilbar ternyata orang tua kita saling kenal." Timpa Zahira.

"Bukan itu! Aku ngga habis pikir, segitunya ibuk promosiin aku di reuni. Aku aja yang sering endorse nggak sampe segitunya." Papar Gilbar.

Zahira kecewa, ternyata tebakannya salah. Padahal tidak juga. Memang itu yang Gilbar pikirkan. Soal ibunya yang mencarikannya jodoh di reuni, Gilbar sudah tahu.

Sekali-kali dia mau juga mengerjai Zahira. Ternyata benar, kan? Zahira kecewa. Sayangnya, kemenangan Gilbar tak bertahan lama setelah Zahira malah membalikkan keadaan.

"Emang, barang susah laku itu harus sering-sering dipromosiin." Ujar Zahira menyindir.

Gilbar memincingkan mata. "Maksudnya."

Kalimat Zahira tertahan. Harusnya dia tidak bicara begitu. Maksudnya, karena dia tidak punya jawaban untuk ini.

"Maksudnya, Zaa laper, mau pulang." Kilah Zahira.

"Ini kan Malioboro, Zaa, banyak makanan enak."

"Kalau ibuk di rumah, Zaa ngga Jajan." Zahira berdiri setelah membereskan belanjaannya.

"Lah geplak sama bakpia itu apa namanya kalau bukan jajan."

"Ini Zaa beliin, karena ibuk suka geplak," Zahira gemas melihat Gilbar yang masih saja diam. Dasar pria tidak peka. "Mau sampai kapan diem di situ terus? Nggak pengin nganterin Zaa pulang?"

Gilbar mengerutkan kening lagi. "Emang kamu kesini naik apa?"

"Jalan kaki." Jawab Zahira spontan.

"UGM-Malioboro?"

"Apa iya? Ya ngga lah. Zaa naik taksi online."

"Sepeda kamu ke mana?"

"Bannya bocor. Mau anterin ngga, sih?"

Perempuan mah begitu,  suka main kode, pengin disamperin dulu. Beda dengan laki-laki yang tidak suka basa-basi, makanya terkesan tidak peka.

🚲🚲🚲


Selama di mobil bersama Zahira, Gilbar memberitahu gadis itu, bahwa saat ia mengembalikan kotak bekal Zahira, sebenarnya ia memasak sendiri nasi goreng itu. Zahira terkikik mendengarnya, mengingat saat itu justru Nina dan Maria yang memakannya.

Zahira juga mengakui satu hal. Bahwa ketika ia menerima panggilan dari Ferdy waktu itu, ia sengaja menghadang laju Gilbar. Entah mengapa pikiran itu muncul begitu saja. Semenjak konspirasi perjodohan itu, pikirannya berubah jahil.

"Bangga kamu bisa ngerjain aku?" sinis Gilbar.

"Salah sendiri jadi orang over confident." Lempar Zahira.

"Tapi bener, kan?"

"Iya. Tapi karena itu Zaa jadi galau berhari-hari."

"Kamu pikir buat lamar kamu aku ngga galau berhari-hari? Ditambah lagi jawaban kamu yang seakan-akan. Gimana? Jahat tahu ngga."

"Lebih jahat mana sama Orang yang cuma ngasih harapan tapi ujung-ujungnya ditinggalin?"

Gilbar mendengarkan sambil fokus ke jalanan.

"Masih mending, Zaa. Dijatuhin dulu, terus baru diangkat."

"Kamu selalu bisa jawab."

"Yang paling penting, Zaa selalu kasih jawaban dengan cara yang berbeda."

Gilbar tersenyum kalah. Risiko memilih wanita cerdas, selalu punya prinsip dan pendapat sendiri, maka jadilah lebih cerdas agar dia bisa menghormatimu.


🚲🚲🚲

"Pak Gilbar ngga mau mampir?" tawar Zahira setelah ia dan Gilbar turun dari mobil di depan rumahnya.

Gilbar memandang langit yang mulai gelap. "Kayanya ngga dulu. Udah mau Maghrib. Kapan-kapan aja." Tolak Gilbar halus.

Zahira mengangguk takzim.
Gilbar masuk mobil, menyalakan mesin mobilnya, dan bersiap mengendarainya. Tapi ada yang harus ia sampaikan terlebih dahulu.

"Oh ya, Zaa," panggil Gilbar.
Zahira mendengarkan. "Barang yang susah laku, bukan karena ngga ada yang suka. Bisa jadi banyak yang nawar dengan harga tinggi, tapi sama pemiliknya ngga dikasih karena ada orang yang lebih tepat untuk memilikinya,

"Aku lama sendiri bukan karena ngga ada yang suka. Tapi karena Allah tahu, siapa orang terbaik dan tepat buat aku." Tandas Gilbar.

Zahira tidak bisa menahan senyumnya.

"Assalamualaikum, calon istriku." Pamit Gilbar. Kalimat terakhir keluar saat Zahira baru hendak menjawab salamnya.

"Waalaikumsalam," jawab Zahira. Tak lama kemudian mobil Gilbar melaju dan semakin hilang.

"Calon suamiku." Lanjut Zahira lirih.
Hari ini tak akan mereka lupa. Kata keduanya dalam hati.

mencarimu lewat ISTIKHARAH menemukanmu dalam DHUHA (SEASON1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang