Suasana sekitar masih gelap. Meskipun lampu kamar menyala terang, namun semua gelap di mata Zahira, dirinya masih malas membuka mata. Berbeda dengan Gilbar, suaminya yang sudah bangun tahajud, subuh, dan membaca surat Al Waqiah. Andai tidak sedang berhalangan, pasti Zahira bersama Gilbar membaca surat itu.
Selesai dengan mushafnya, Gilbar duduk di pinggir kasur, memperhatikan wajah damai Zahira yang masih tidur lelap. Gilbar saja tidak tahu, jika Zahira sebenarnya sudah bangun. Gadis itu cuma malas membuka mata. Sedang dapat rezeki. Tidak perlu bangun subuh, di hari libur.
"Zaa!" Gilbar membangunkan lembut.
"Hmm.." jawab Zahira malas.
"Bangun!"
Zahira hanya menggeliat malas.
"Zaa, ngga salat, mas." Intonasi suara Zahira rendah. Malas.
"Iya, tahu. Tapi, Mas, kan udah bilang mau ajak kamu ke suatu tempat."
"Ke mana?"
"Ikut aja, nanti juga tahu."
Semalam, sebelum tidur, Gilbar sudah bilang akan membawa Zahira ke suatu tempat, tapi tidak disebutkan tempat apa dan di mana. Jika semalam Zahira penasaran, sekarang Zahira abaikan perasaan itu karena malas.
Zahira masih tidak bergerak, membuka mata pun enggan.
"Zaa!" panggil Gilbar lagi.
"Hmm..."
"Katanya semalam mau."
"Siapa bilang? Dijawab aja engga mau ke mana-nya." Protes Zahira. Menarik selimut, menutup kepala.
"Makanya bangun, biar tahu ke mana." Gilbar menarik selimut itu. "Ayo dong, Dek."
"Ngga mau dipanggil dek, maunya dipanggil sayang." Ujar Zahira manja.
Gilbar hampir terkekeh. Benar kata Maryam. Zahira itu keras kepala, tapi sekalinya manja, anak kecil mah lewat.
"Zahira, sayang, bangun yuk ikut mas." Rayu Gilbar sambil mengusap lembut kepala istrinya.
Zahira membuka mata sambil tersenyum, mengangkat kepala lima senti di atas bantal. Gilbar kira akan bangun, ternyata tidur lagi.
"Nggak mau ah ngantuk." Tolak Zahira.
Gilbar membatin Istighfar. Ia mulai khawatir kalau Zahira juga sesusah ini untuk bangun subuh. Namun Gilbar tidak mau menyerah begitu saja. Rencana ini telah ia siapkan sejak lama bahkan sebelum menikah, dan pagi ini adalah momen paling tepat untuk itu.
Gilbar mengguncang bahu Zahira, mencubit hidung dan pipinya, bahkan menarik tubuhnya secara paksa. Selama lima menit berakhir sia-sia. Zahira tetap jatuh ke pelukan kasur.
Sebagai korban, Zahira merasa jengkel. Ia mulai berpikir, seharusnya pemerintah merancang undang-undang yang melarang seorang suami melakukan pemaksaan terhadap istri yang susah bangun, karena sedang berhalangan salat. Pasti itu akan lebih mendapat dukungan.
"Ayo dong, istriku yang cantik dan solehah, tidurnya lanjut nanti di mobil ngga apa-apa." Bujuk Gilbar terus.
Naik mobil? Itu berarti perjalanan jauh. Pikir Zahira yang membuatnya langsung bangun. Ternyata kualitas samponya cukup baik untuk membuat rambutnya tidak terlalu berantakan saat bangun tidur.
"Mau ke mana, sih?" tanya Zahira. Matanya masih terkatup.
"Alhamdulillah. Nah gitu dong bangun," Ujar Gilbar senang lalu mengacak rambut Zahira. "Gih pakai jilbab!"
"Ngga ganti baju dulu?" tanya Zahira.
Gilbar menangkupkan tangannya di dagu Zahira. "Ngga usah, nanti mataharinya keburu terbit." Kata Gilbar kemudian melepaskan tangannya.
Apa hubungannya dengan matahari terbit?
Sudah terlanjur bangun, rasa penasaran itu pun kembali.🚲🚲🚲
Langit masih berselimut gelap. Lantunan tilawah Qur'an masih menggema di sepanjang jalan. Hanya segelintir orang yang telah memulai hari untuk mencari rezeki, atau sekadar jalan-jalan.
Sudah sepuluh kali Zahira memaksa Gilbar memberitahu mau kemana, tapi jawabannya selalu sama : "Nanti juga tahu."
Bosan terus menerus dibuat penasaran, Zahira memutuskan tidur. Toh Gilbar juga yang menyuruh.
![](https://img.wattpad.com/cover/163148219-288-k607387.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
mencarimu lewat ISTIKHARAH menemukanmu dalam DHUHA (SEASON1)
Fiksi Umum" Ceritanya bagus tapi gilbarx itu lo bikin gemes gk gentle banget " @bundaqobil " Bagus banget... Di setiap bab pasti ada ilmu yg tertera di dalamnya😍😍😍 " @LulukKurniawan03 " Bagus kok aku suka. Cara penyampaian dan penulisannya jg bagus. Aku bi...