speechless🤐🤐

2.4K 148 25
                                    

👨: Gilbar

🧕 : Zahira

🚲🚲🚲

👨:  Minggu depan ada presentasi ya?

🧕: Iya.

👨: Kakak diminta Profesor Haryan jadi moderator, gimana?

🧕: Ya udah, nanti kalau ada yang tanya dipersilahkan. Gitu, kan biasanya?

‘Ihh...bukan begitu maksudnya, Zahira.’ Gerutu Gilbar saat membaca balasan chat dari Zahira.
Sejak rajin chatingan dengan Zahira, sering sekali Gilbar dibuat kesal dengan balasan Zahira yang terlalu polos.

👨: Jadi kakak boleh terima tugas dari Profesor Haryan?

🧕: Terserah. Kenapa juga mesti izin Zaa.

👨‍🦱: Oke👌.Balas Gilbar singkat lalu membanting HP-nya ke atas kasur, kemudian mengacak-acak rambutnya dengan kesal. Calon istrinya ini benar-benar membuatnya hampir kehabisan kesabaran.

Sampai sekarang, Gilbar masih belum bisa memahami sifat Zahira.  Dengan kata lain, Gilbar masih bingung Zahira yang asli itu seperti apa.

Jika dahulu Zahira selalu bersikap formal, itu wajar. Karena pada awalnya, hubungan mereka memang hanya sebatas dosen dan mahasiswa.
Kemudian Zahira sempat bersikap dingin dan acuh saat Gilbar tak kunjung memberi kepastian dari perilakunya. Itu sangat bisa dimengerti. Tapi yang satu ini, Gilbar habis ide. Setelah menerima khitbah-nya, sifat jutek Zahira makin jadi.

Bukan hanya semakin jutek, sikap Zahira juga mudah berubah. Kadang perhatian, kadang sinis, lebih sering tidak jelas.

Sikap gadis itu sejak dulu memang selalu membuat Gilbar penasaran dan kepikiran. Tapi entahlah, bukannya kesal atau marah, Gilbar malah merasa gemas. Tapi tetap saja, Gilbar perlu memahami ini.


🚲🚲🚲


"Kamu halu, Bar?" respons Fathur di tengah cerita Gilbar  mengenai sikap aneh Zahira.

Angkringan Pak Slamet masih sepi sore itu saat Gilbar dan Fathur bertemu.
Fatur masih merasa tidak percaya dengan apa yang barusan Gilbar ceritakan, sampai-sampai Any yang menyapanya sepulang sekolah pun dicueki.

Fathur masih bingung mendefinisikan. Apakah selama ini Gilbar mendekati dua orang bernama Zahira, yang sama-sama kuliah di UGM, fakultas ilmu sejarah? Atau temannya ini frustasi karena penolakan itu?

Salah Gilbar juga, cerita langsung ke klimaksnya. Tidak pakai orientasi dan deskripsi. Seperti spoiler film.

"Bar, aku janji ngga akan ambil gelar psikologi aku kalau belum ngobati kamu." Janji Fathur.

Gilbar mendelik heran, namun ia akhirnya mendapat jawabannya setelah Fathur terang-terangan mengatakan jika Gilbar sudah gila karena ditolak Zahira.

Gilbar menyadari adanya kesalahpahaman Fathur pada ceritanya. Dia lupa menceritakan dari awal.

Panjang cerita dari awal, bukannya percaya , Fathur malah menganggapnya makin halu.
Bagi Fathur kisah Gilbar tidak masuk di akal. Sinetron pun tidak sampai begitu.

Berbagai cara dilakukan Gilbar untuk meyakinkan sahabatnya ini, termasuk menunjukkan chating-nya dengan Zahira ke Fathur.

Lagi-lagi, Fathur makin tidak percaya dan menyangka Gilbar menamai kontak lain dengan nama Zahira. Soal isi chat, Fathur mulai mempertimbangkan itu benar, tapi ia lebih memilih mencari teori kebohongan Gilbar soal itu.

Gilbar yang menyerah, ia memasrahkan ke Fathur bagaimana supaya dia percaya.

"Kalau gitu bawa Zahira ketemu aku, minta dia cerita itu." Tantang Fathur.
Gilbar tentu saja langsung menerima. Ia janji akan mengatur jadwalnya segera.


🚲🚲🚲


"Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha itu adalah dhuhamu, keagungan itu merupakan keagunganmu, keindahan itu merupakan keindahanmu, kekuatan itu adalah kekuatanmu, kekuasaan itu adalah kekuasaanmu, dan penjagaan-penjagaan adalah penjagaanmu,

“Ya Allah, jika rezeki aku masih di langit maka turunkanlah, jika ada di dalam bumi maka keluarkanlah, jika sulit maka mudahkanlah, apabila itu haram maka sucikanlah, jika jauh maka dekatkanlah,

“Demi kebenaran dhuhamu, keagunganmu, keindahanmu, kekuatanmu dan kekuasaanmu, berikanlah kepadaku sebagaimana apa yang engkau berikan kepada hambamu yang soleh,”

Tak lupa, Zahira menambahkan doa-doa kebaikan lainnya untuk hidupnya.

Zahira mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajah setelah menyelesaikan doa- nya.
Beberapa hari setelah prosesi khitbah itu, kedua orang tuanya pulang ke Tulungagung, dan Zahira kembali ke indekosnya. Selain jarak yang lebih dekat, Zahira yang akrab dipanggil Zaa ini juga tidak mau temannya tahu status sosialnya.

Dengan cekatan Zahira melipat mukena putihnya ke dalam gulungan sajadah. Lalu memeriksa ponsel yang sejak tadi ia senyapkan. Ada banyak chat masuk, baik japri maupun grup. Salah satunya mengingatkan Zahira mengenai jadwal presentasi hari ini.

Berhubung Zahira yang membawa bahan materi, rekan-rekannya ramai mengingatkan.
Meskipun Zahira ingat betul telah memasukkannya ke tas sejak semalam, ia merasa tidak ada salahnya untuk mengecek kembali supaya hatinya semakin tenang.

Tugas clear.

Sekarang sepertinya Zahira harus mengirim chat ke orang spesial.
Tidak lain, adalah Gilbar. Calon suaminya yang hari ini akan jadi moderator presentasi.

Dua baris kalimat Zahira ketik dan kirimkan ke Gilbar. Pesan singkat untuk memberi semangat. Meski masih centang satu abu-abu, Zahira tidak merasa kecewa sama sekali. Ia mulai terbiasa dengan kebiasaan Gilbar yang menonaktifkan ponsel selama pagi hari sampai istirahat di kampus.

Merasa sudah siap, Zahira segera mengeluarkan sepedanya, keluar pagar dan menembus dinginnya Jogja pagi itu. 
Zahira mengayuh sepeda, membelah jalan. Disapa angin yang bertiup lembut dan dedaunan kuning yang berjatuhan ramah dari pohon yang berjejer di pinggir jalan.

mencarimu lewat ISTIKHARAH menemukanmu dalam DHUHA (SEASON1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang