"SEJARAH DAPAT TERULANG KEMBALI"
Mungkin anggapan yang banyak diyakini masyarakat Yunani kuno ini memang benar adanya. Bahkan Herodotus sang penyandang gelar bapak sejarah dunia menyusun gagasan spekulatif mengenai gerak sejarah ini.
Menurutnya kehidupan itu sama seperti roda yang berputar. Terkadang di atas, terkadang di bawah. Konsep/ teori ini dilatar belakangi oleh pemikiran Kosmo sentris¹.
Pemikiran Herodotus ini adalah pengembangan pemikiran pada saat zaman Yunani klasik, karena sebelum Herodotus sudah ada pemikir yang terlebih dahulu menganggap gerak melingkar ini. Seperti Plato dan Aristoteles.
Sejarah yang terulang kembali ialah sebuah peristiwa masa lalu yang hampir sama atau bisa jadi sama persis dengan masa sekarang.
Penjelasan sederhananya seperti pohon. Berawal dari sebuah biji yang menjadi kecambah, lalu menjadi tanaman muda yang semakin kuat hingga akhirnya menjadi pohon besar yang menghasilkan buah. Buahnya jatuh ke tanah, bijinya menjadi kecambah, kecambah menjadi pohon dan begitu seterusnya.
Apakah tanaman yang tumbuh dari biji yang jatuh itu adalah pohon yang menjatuhkannya? Tentu bukan, dia memang berasal dari situ, namun dia adalah tanaman baru, namun sama persis. Kadang dialami satu individu yang sama atau banyak orang. Hingga tak jarang banyak orang yang ketika bertukar kisah punya banyak kesamaan.
Lain lagi yang dialami Gilbar. Dunianya serasa jungkir balik.
Dahulu ia yang suka menghampiri Zahira lebih dulu, kemarin sebaliknya. Dulu setelah Gilbar mengutarakan lamaran, Zahira selalu berusaha menghindarinya, kemarin Gilbar gantian menghindari Zahira.
Sepertinya lebih cocok disebut "KARMA"
SALAT DHUHA. Saat Gilbar belum memberi kepastian, Zahira pernah membatalkan salat duha ke masjid, karena berpapasan dengan Gilbar. Setelah itu setiap pagi Zahira sholat duha di rumah sebelum berangkat ke kampus.
Sekarang Gilbar sudah memutuskan untuk salat duha di mushola (orang Jawa biasa menyebutnya langgar) dekat rumahnya, dengan risiko jadi pembicaraan orang-orang yang melihat. Karena Mushola itu hanya dipakai untuk salat berjamaah.
Suatu waktu, bapaknya pernah bertanya. "Kamu tumben ngga duha-nan di kampus?"
"Ndak, Pak."
"Kenapa? Masjid direnovasi?"
"Ndak, Pak. Gilbar cuma ndak mau nanti kebablasan ngobrol sama temen-temen. Mau Gilbar langsung belajar sampai kampus biar cepet lulus. "
"Biar cepet lulus habis itu nikah?"
"Nikah sama siapa?"
"Sama anak temen e ibuk." Goda Muji.
Ah...Gilbar mengeluh. Apa bapaknya ini tidak tahu anaknya sebentar lagi ditinggal nikah gadis pujaannya.
Tentu saja tidak tahu, Gilbar mengunci rapat mulutnya soal itu. Jangan sampai ada yang tahu, terutama Rani. BAHAYA! catat itu!
🚲🚲🚲
Gilbar tidak menunaikan duha di kampus karena Zahira. Gilbar melihat Zahira baru keluar dari masjid seorang diri. Jujur dari lubuk hati terdalam ia senang melihat gadis itu, tapi jika ingat Zahira menolaknya, hatinya mendadak hancur.
Zahira melihat Gilbar putar balik, lantas mengejarnya. Hampir sama seperti yang dialami dulu.
Jika serendepity berarti kebetulan yang menyenangkan, lalu disebut apa kebetulan tidak mengenakkan yang dialami Gilbar? Mungkin SERET DI HATI.
Zahira setengah berlari menuju ke arah Gilbar.
Gilbar spontan berhenti ketika mendengar Zahira memanggil namanya. Walau ingin sekali kakinya terus melangkah, tapi rasanya tidak lucu kalau pagi-pagi sudah ada adegan kejar-kejaran seperti kartun Tom and Jerry.
"Zaa udah selesai salat kok, Pak. Pak Gilbar jangan jadiin Zaa tembok penghalang buat beribadah."
"Lagian kenapa, sih, Pak Gilbar ngindarin Zaa terus?" cecar Zahira.
Apa Gilbar tidak salah dengar? Zahira bertanya begitu lagi? Dengan nada dan raut tidak bersalah atau sungkan sedikit pun.
"Harusnya kamu tahu." Tegas Gilbar.
"Tau apa?" Zahira pura-pura polos.
"Alasan dari pertanyaan itu."
"Gimana bisa Zaa tau kalau Pak Gilbar-nya diem."
"Kamu lupa ya, coba ingat yang terjadi tempo hari?"
Zahira mengerutkan dahi. "Zaa ada salah ke Pak Gilbar?"
Gilbar yang jengah berniat langsung memberitahu Zahira biduk permasalahannya, namun belum juga membuka mulut, Zahira dengan cepat mengambil ponselnya yang terdengar berdering dari tas.
"Waalaikumsalam, Fer," sapa Zahira pada penelpon di seberang sana.
Entah Fer siapa. Kalau lelaki bisa Fero, Fery, atau mungkin Fera kalau perempuan.
"Seriusan kamu sekeluarga mau dateng, kapan?" sambut Zahira antusias.
Datang? Sekeluarga? Ah kalau itu laki-laki bagaimana?
Pikiran Gilbar mulai mengarah kepada calon suami Zahira. Meskipun sadar akan merasa sangat sakit jika itu benar, tapi Gilbar lebih memilih bertahan demi menjawab rasa penasarannya.
Ia ingin memastikan siapa yang menelpon Zahira.
"Nggak usah, Ferdy dateng aja aku udah seneng kok,"
Gilbar cukup tau, itu nama laki-laki.
"Ferdy bawa buku apa?" Zahira tampak girang sekaligus penasaran.
Pada kalimat berikutnya, sakit hati berat dirasakan Gilbar.
"Buku nikah?" Zahira terkekeh. "Emang udah diurus?"
Fix! Ini calon suaminya Zahira.
Sudah cukup! Gilbar tidak mau dengar lagi. Ia melangkah, namun Zahira bergeser seakan ingin menghalanginya. Gilbar bergeser ke arah kanan maupun kiri, Zahira akan mengikuti geraknya. Berkali-kali selalu seperti itu. Padahal ponsel masih menempel di telinganya.
Gilbar jengah, ia menyerah. Kalau Zahira memang ingin ia mendengar semua. Oke! Gilbar akan berdiri manis meskipun kupingnya panas, hatinya sakit.
"Mahar? Yang biasa aja, yang umum. Yang paling penting surat Ar-rahman. Ngga apa-apa kalau ngga hafal, yang penting bacanya Tartil."
Ya Allah, kenapa suasana mendadak panas dan pengap di sekitar Gilbar? Semoga bukan pertanda gunung Merapi akan meletus.
"Makanya kamu mulai sekarang benerin bacaan surat Ar Rahman-nya, sukur-sukur bisa hafal pas ijab kabul."
Gilbar menarik nafas dalam-dalam. Udara di paru-parunya mengering. Mungkin mulai besok ia harus membawa tabung oksigen dari rumah. Semua karena Zahira.
Gilbar menatapnya tajam. Bukan tatapan kebencian. Gilbar sendiri heran kenapa meski sudah seperti ini ia tidak bisa membenci Zahira. Ah jangan sampai.
Sampai beberapa saat berlalu, Gilbar masih memandang Zahira yang tampak bahagia. Sayang, bukan Gilbar sumber kebahagiaan itu.
Tapi bagaimana bisa, gadis ini dengan pedenya bertelepon mesra di depan orang yang baru kemarin ditolaknya.
Zahira mendapati mata Gilbar yang lurus mengarah padanya. Bukan tatapan manis seperti dahulu. Kali ini Zahira melihat ada amarah di kedua bola mata pekat itu.
Merasa tidak baik terus dibiarkan, Zahira segera menyudahi obrolannya dan fokus kembali ke Gilbar. Niatnya, tapi Gilbar malah pamit pergi.
"Permisi, Zaa saya mau lewat." Izin Gilbar dingin. Ia berjalan melewati Zahira beberapa langkah. Namun karena Zahira langkahnya kembali terhenti.
Lagi dan lagi, Zahira memanggil namanya.
Gilbar putar balik. Kali ini sepertinya ia akan benar-benar marah. Namun setelah melihat raut wajah Zahira berubah drastis. Semula Zahira memasang wajah polos seperti tidak tahu apa-apa, kini di hadapan Gilbar wajah polos itu berubah lesu.
Ah cinta, selalu bisa meredam amarah.
"Zaa tahu, selama ini Pak Gilbar ngindarin Zaa karena Pak Gilbar kecewa dan marah sama Zaa. Zaa juga tau kok alasannya,
"Zaa ngga pernah ada maksud ngecewain apalagi nyakitin Pak Gilbar atau siapa pun juga. Zaa cuma pengin berhubungan baik. Tapi kalau Pak Gilbar maunya begitu, ngga masalah," ujar Zahira. Intonasinya tak tentu selama bicara. Naik turun, dan semakin memelan.
Sampai akhirnya ia pun mengucapkan salam dan melewati Gilbar begitu saja.
Gilbar mematung, melihat punggung Zahira yang kian menjauh. Gilbar lupa satu hal; menjawab salam Zahira. Otaknya terlalu sibuk memikirkan apa yang terjadi.
Sekali lagi Fathur benar. Perempuan memang spesies paling aneh yang sulit dipahami kaum lelaki.
Wanita selalu begitu. Selalu menempatkan dirinya sebagai kaum paling tersakiti. Jika lelaki tidak ada perhatian sama sekali, dibilang tidak peka. Giliran sering tanya ini itu, dibilang posesif. Kadang tak jelas maunya apa.
Wanita. Selalu memosisikan diri sebagai kaum yang paling benar. Pasal pertama; wanita selalu benar. Pasal kedua; laki-laki yang selalu salah. Pasal tiga; kalau wanita berbuat salah, lihat pasal 2, dan semua kembali ke pasal 1.
Satu lagi keunggulan wanita. Selalu bisa membalikkan keadaan. Mereka yang berbuat salah, tapi laki-laki yang merasa bersalah.
Susah memang jadi laki-laki kalau sudah bicara soal perempuan. Tapi harus diakui, lebih susah lagi laki-laki kalau hidup tanpa perempuan, pun sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
mencarimu lewat ISTIKHARAH menemukanmu dalam DHUHA (SEASON1)
General Fiction" Ceritanya bagus tapi gilbarx itu lo bikin gemes gk gentle banget " @bundaqobil " Bagus banget... Di setiap bab pasti ada ilmu yg tertera di dalamnya😍😍😍 " @LulukKurniawan03 " Bagus kok aku suka. Cara penyampaian dan penulisannya jg bagus. Aku bi...