" Ceritanya bagus tapi gilbarx itu lo bikin gemes gk gentle banget " @bundaqobil
" Bagus banget...
Di setiap bab pasti ada ilmu yg tertera di dalamnya😍😍😍 " @LulukKurniawan03
" Bagus kok aku suka. Cara penyampaian dan penulisannya jg bagus. Aku bi...
😁😁dear READERS , kayanya sheel demam Aladdin, nih jadi nggak tau kenapa bikin sheel ngebayangin kalau pak Gilbar itu Mena Massoud😏😏 padahal biasanya kalau sheel bikin visual cowok tuh dapetnya dari pemain bola😸😸 tapi serius deh Mena ganteng dan memerankan Aladdin tuh cute banget 😂😂 gimana menurut kalian??😸😸
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🚲🚲🚲
Udara di sekitar kampus mulai terasa panas. Matahari menampakkan dirinya setelah beberapa menit tertutup awan mendung.
Cuaca mah begitu, mendung tapi tidak hujan. Seperti kebanyakan manusia tidak peka. Cuma kasih sinyal, tapi tiba-tiba hilang. 😁
Zahira yang mulai hari ini sengaja tidak langsung pulang meskipun kuliahnya sudah selesai sejak sejam yang lalu. Juga tidak ada kelas jurnalis dan sebagainya. Ada yang sedang ia tunggu, yang pasti Kalian tahu siapa itu.
Sembari menunggu, Zahira asyik mengetik tugas jurnalnya minggu lalu di laptop putih kesayangannya. Duduk di bangku bawah pohon sendirian. Dengan suasana asri dan semilir angin, serta bunga-bunga cantik menghias jalanan kampus, cukup untuk membuat idenya mengalir menjadi tulisan.
🚲🚲🚲
Di sisi lain, Gilbar baru saja dari auditorium bersama teman-temannya tanpa sengaja mendapati seorang Zahira duduk di bangku bawah pohon.
Gilbar menyuruh teman-temannya pergi dulu. Sedang ia kurang kerjaan menelepon Zahira untuk pertama kalinya.
Zahira mendapati panggilan masuk kontak bernama : Pak Gilbar🌞
Sudah ia duga orang ini akan mencarinya.
Langsung ia menggeser tombol telepon hijau ke atas untuk menjawab panggilan itu.
"Assalamualaikum." Sapa Zahira biasa saja.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh. Ngga merasa bersalah?" todong Gilbar.
Eh apa-apaan ini, baru jawab salam langsung ngegas?
Tapi Zahira tahu maksudnya.
"Merasa bersalah untuk?" balasnya.
"Coba nengok kiri!" intrupsi Gilbar. Zahira pun mengikuti dan di jarak lebih kurang tiga ratus meter itu ia melihat Gilbar berdiri dengan ponsel menempel di telinga kanannya. Zahira terkekeh pelan.
"Mau disamperin?" tawar Gilbar lebih seperti ancaman di telinga Zahira.
"Ngga, makasih." Tolak Zahira.
"Jadi yang mau dijodohin sama kamu itu siapa? Anak temennya bapakmu itu siapa?"
"Pak Gilbar." Jawab Zahira spontan.
Gilbar terdiam sejenak. Jantungnya yang tidak mau diam.
Satu lagi pertanyaan.
"Terus siapa itu Ferdy?" todong Gilbar lagi.
"Selingkuhan," jawab Zahira asal.
"Zaaaaa!" peringat Gilbar.
Zahira terkekeh. "Pak Gilbar ngga ada kelas?"
"Jangan mengalihkan topik!" peringat Gilbar lagi.
"Bukan mengalihkan topik, cuma pastiin kalau ada kelas terus masih sempat, kita ketemu aja. Kalau lewat telepon takut salah paham." Jelas Zahira.
Gilbar mengangguk takzim. "Masih ada sampai jam empat. Masa kamu mau nunggu di kampus sampai sore?"
"Siapa juga yang mau nunggu di kampus? Bisa jadi fosil Zaa," seru Zahira. "Zaa mau ke Malioboro."
"Mau ngapain?"
"Nyari bule. Udah dulu ya, nanti kalau Pak Gilbar udah selesai kuliah terus sampai di sana, telepon Zaa lagi, tapi jangan lupa salat Ashar dulu. Assalamualaikum!" panggilan terputus, Zahira mengakhirinya secara sepihak.
"Waalaikumsalam. Eh belum selesai!" seru Gilbar percuma karena panggilan telah berakhir sepuluh detik yang lalu.
Entah apa maksud gadis itu mau cari bule dulu. Karena setelah memutus telepon, Zahira langsung beranjak dan berlalu begitu saja.
Gilbar mendesis kesal. "TUMAN!" gumamnya. Kesal-kesal cinta. Sejurus kemudian Gilbar melangkah pergi sambil terkikik kecil. Belum pernah ia tertawa karena alasan sekonyol ini.