25 : I Still Want To Be With You

1.3K 259 2
                                    

"Ada yang bisa saya bantu tuan?"
         
"Satu gelas air topping berlian akan segera datang tuan."

•••

Sejak tadi, Jungkook terus menahan dirinya untuk tidak mananyakan hal yang kemarin pada Yeonji. Yeonji juga tidak menyadari tingkah aneh yang Jungkook tunjukkan sejak tadi. Ia tetap mengerjakan tugasnya seperti biasa.
         
Sampai akhirnya, sebelum Yeonji pulang, Jungkook memberanikan dirinya untuk menahan tangannya. Yeonji melihat ke arah Jungkook dengan bingung. Tangannya yang digenggam dengan erat. Belum lagi tatapan Jungkook yang sedikit berbeda.
         
"Apa kau perlu sesuatu?"
         
Jungkook menggelengkan kepalanya. Ia menarik Yeonji agar mengikuti langkahnya. Ia berjalan menuju kursi sofa dan mereka berdua duduk di sana. Jungkook melepaskan tangannya dan menatap Yeonji dengan intens.
         
Yeonji yang di tatap seperti itu merasa sedikit risih. "K-kenapa menatapku seperti itu?"
         
Jungkook masih menatap kedua mata Yeonji dengan lekat. Ia hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah sebagai jawaban. Bahkan saat menatap kedua mata Yeonji, ia tidak berkedip sama sekali.
         
Satu helaan nafas sebelum ia membuka suara, "Dengar, aku bukan menuduhmu atau apa pun itu. Aku hanya ingin bertanya."
         
Yeonji mengangkat alisnya. "Iya, apa?"
         
Jungkook menatap Yeonji dengan hati-hati. "Apa kemarin itu-"

Ceklek
         
Pintu ruangan itu terbuka, yang membuat Jungkook tak sempat menyelesaikan kalimatnya. Ia memejamkan matanya dengan rapat dan menahan emosinya karena ia gagal bertanya. Kemudian ia menatap ke arah pelaku yang membuka pintu ruangannya dengan seenaknya.
         
"Hyung," Jungkook menatapnya dengan tatapan tajam sekaligus memelas. Sementara yang ditatap olehnya hanya mengangkat kedua alisnya.
         
Yeonji bangun dari duduknya ketia tahu Jimin yang masuk ke ruangan itu. Ia tersenyum dengan begitu cerah. "Jimin!"
         
Jimin ikut tersenyum dan merentangkan tangannya ke arah Yeonji. Anehnya, secara spontan Yeonji menghampiri Jimin dan berhambur ke dalam pelukan hangat Jimin. Jungkook hanya bisa memandangi mereka dengan tatapan jijiknya. Ia sedikit kesal, karena di saat ia rindu dengan kekasihnya, justru ia mendapatkan pemandangan seperti itu. Sangat tidak adil.
         
"Ada CEO Jeon di sini."
         
Yeonji segera melepas pelukannya, namun Jimin masih merangkul pundaknya. Sementara Jimin hanya tersenyum manis pada Jungkook. Yang di balas gelengan kepala dari Jungkook.
         
"Sudah sana. Yeonji harus istirahat, dia lelah."
         
"Tapi tadi kau-"
         
"Lupakan saja."
         
Jungkook berdiri dan mendorong mereka berdua agar segera keluar dari ruangannya. Sampai di depan pintu, ia mendorong dengan lebih kuat dan melambaikan tangannya ketika Jimin dan Yeonji sudah berjalan menjauh dari ruangannya.
         
"Sampai jumpa!"
         
Jimin mengangkat tangan kirinya untuk membalas salam Jungkook. Setelah mereka menghilang dari pandangannya, barulah Jungkook masuk kembali ke ruangannya untuk mengemasi barang-barangnya. Tak butuh waktu lama. Ia segera mematikan semua lampu di ruangannya, dan mengunci pintu. Ia berjalan menuju lift sembari melihat arloji di tangannya. Hari ini ia pulang sedikit awal. Ia ingin segera pulang dan merebahkan punggungnya karena terlalu lelah duduk seharian.
         
Bahkan saat di lift, ia hanya menyandarkan punggungnya pada dinding lift yang dingin, dan memejamkan matanya. Saat lift berbunyi, ia segera berjalan keluar dari lift tersebut.
         
Kedua matanya melihat seorang pegawai yang berjalan melewatinya dengan cup kopi di tangannya.
         
"Eunwoo!"
         
Sang pemilik nama menoleh dan sedikit berlari menghampiri Jungkook. Ia membungkuk dan tersenyum pada Jungkook.
         
"Ya? Apa anda butuh bantuan?"
         
Jungkook terkekeh. "Ah, tidak. Sebenarnya aku hanya- eum.. Apa ya?"
         
Eunwoo mengerutkan keningnya dan memiringkan kepalanya. "Apa yang ingin anda katakan?"
         
"Kau lembur 'kan?" Eunwoo hanya mengangguk sebagai jawaban. "Baguslah. Ayo kita bicara sebentar."
         
Jungkook merangkul pundak Eunwoo dan berjalan menuju tempat istirahat di kantor tersebut. Suasana di sana sangat sepi, mungkin semua pegawai sedang sibuk dengan beberapa tugas mereka. Sementara Eunwoo baru saja kembali dengan satu cup kopi tambahan yang sengaja ia buat lagi untuk Jungkook.
         
"Untuk anda, yang masih hangat."
         
Jungkook tersenyum dan menerima cup kopi itu. "Terima kasih untuk ini. Tapi lain kali mungkin kau bisa membuat yang lain saja. Karena aku tidak terlalu suka kopi."
         
Eunwoo membulatkan kedua matanya. "Kalau begitu biar saya ganti."
         
"Eh tidak perlu. Duduklah, ini sudah cukup."
         
Jungkook mengarahkan Eunwoo untuk duduk kembali. Ia merasakan kopi tersebut di lidahnya. Rasanya pahit, karena itulah Jungkook tak menyukai kopi. Tapi ia berusaha terlihat biasa saja karena ada Eunwoo di hadapannya. Ia sedang mencoba untuk menghargai Eunwoo.
         
"Ekhem, jadi begini. Aku sedang ingin menanyakan hal yang di luar pekerjaan."
         
Lagi-lagi Eunwoo mengangkat alisnya. "Maaf, maksud anda?"
         
Jungkook melipat tangannya di atas meja. "Aku tidak sengaja melihatmu dengan Yeonji di sebuah café. Apa itu benar kau?"
         
Eunwoo tidak langsung menjawab. Ia memikirkan hal-hal yang kemarin ia lakukan.
         
"Benar, itu saya. Tapi dari mana anda tahu?"
         
Jungkook terkekeh. "Kebetulan saja aku juga ke sana. Aku melihat kalian."
         
"Ah! Maafkan saya, saya benar-benar tidak melihat anda kemarin."
         
Jungkook hanya terkekeh dan mengatakan itu bukanlah masalah besar. Ia tidak perlu terlalu di hormati orang lain. Lagi pula, jika membicarakan umur, mungkin mereka berdua seumuran.
         
"Tapi kalau boleh aku tahu. Kenapa kau pergi bersamanya?"
         
Jungkook terus menatap mata Eunwoo, sampai pria itu menjawab pertanyaannya. Tapi ketika menyadari ada yang salah, ia segera membuka suaranya kembali.
         
"A-apa itu terlalu privasi? Maafkan aku, aku tidak bermaksud."
         
Tapi yang di lakukan Eunwoo hanyalah tertawa. Ia tertawa karena sebenarnya tak ada masalah apa pun dengan pertanyaan yang di tanyakan atasannya itu.
         
"Kemarin saya hanya ingin berterima kasih padanya."
         
Jungkook hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Selanjutnya suasana canggung menyelimuti mereka. Entah Jungkook, atau pun Eunwoo, mereka berdua sama-sama tak memiliki topik untuk di bahas. Eunwoo melihat jam melalui ponselnya.
         
"Eum, maaf, tapi saya harus bekerja lagi," Eunwoo berdiri, diikuti dengan Jungkook.
         
"Oh, oke. Selamat bekerja, tetap jaga kesehatanmu." Jungkook menepuk pundak Eunwoo dua kali. Kemudian mereka sama-sama meninggalkan tempat itu.

•••

Sementara itu, Jimin tak kunjung pulang usai mengantarkan Yeonji ke rumahnya. Hari semakin malam, Yeonji bahkan sudah mulai mengantuk. Tapi Jimin masih menatap di sana tanpa ada niatan ingin pulang.
         
"Kau tidak pulang?" Yeonji duduk di samping Jimin dengan membawa selimut di tangannya. Mereka berdua ada di atap rumah Yeonji.
         
"Aku masih ingin bersamamu."
         
Jimin meraih selimut yang dibawa Yeonji. Kemudian ia duduk di belakang tubuh Yeonji. Merapatkan tubuhnya dan menyelimuti tubuh mungil Yeonji dari belakang.
         
Yeonji tersenyum dan memukul kaki Jimin yang ada di sisi kanan dan kirinya. Ia menyandarkan punggungnya pada dada bidang Jimin. Baru saja ia menyandarkan punggungnya, ia merasakan sesuatu yang membuatnya terkejut.
         
"Perutmu keras sekali." Yeonji menekan-nekan jari telunjuknya pada perut Jimin yang terasa begitu keras.
         
Jimin terkekeh dan menahan tangan Yeonji. Ia kembali menarik Yeonji agar gadis itu bersandar padanya. Ia memeluknya dengan erat.
         
"Aku melakukan ini untukmu."
         
Yeonji tersenyum malu. "Bagaimana jika aku lebih suka perutmu yang tummy?"
         
Jimin terdiam untuk sesaat, membiarkan Yeonji yang mendongak untuk menatap ke arahnya. Ia merasa Yeonji sedang mengingatkannya pada sesuatu.
         
"Seperti Jimin waktu kecil," tawa Yeonji pecah. Begitu juga dengan Jimin. Tapi Jinmin membalasnya dengan ciuman gemas di puncak kepala Yeonji.
         
Mereka sama-sama terdiam. Yeonji memandangi langit yang penuh dengan bintang. Tak sengaja ia melihat satu garis yang bercahaya bergerak melewati bintang-bintang yang diam di tempatnya.
         
"Woah, cantiknya." Yeonji menunjuk siluet garis bercahaya itu dan tersenyum seperti anak kecil.
         
Jimin ikut memandangi apa yang Yeonji tunjuk. Ia tersenyum dan mengeratkan pelukannya, diciumnya rambut Yeonji yang menjadi candu baginya.
         
"Jangan menciumku terus."
         
Jimin terkekeh. Ia menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri. Yang membuat tubuh Yeonji juga ikut bergerak. Untuk saat ini, Jimin melupakan rasa sakit di hatinya karena kejadian kemarin. Yah, kemarin ia tahu Yeonji keluar bersama Eunwoo. Ia melihat semuanya.
         
Awalnya ia ingin mampir ke rumah Yeonji. Tapi ia berhenti ketika melihat mobil berwarna putih berhenti di depan rumah Yeonji lebih dulu. Ia menunggu dari jauh dan melihat wajah Eunwoo dengan jelas, keluar dari mobil itu.
         
Yeonji mendongakkan kepalanya. "Jimin."
         
"Hm?"
         
Gadis itu menatapnya dengan matanya yang nampak berbahaya di malam hari. "Kau sungguh mencintaiku?"
         
Yeonji masih ingat, Jimin pernah mengatakan jika Jimin mencintainya. Tapi terkadang ia merasa kurang yakin dengan ucapan Jimin.
         
"Ya. Memangnya kenapa?"
         
Yeonji memajukan bibirnya dengan lucu. "Aku- aku hanya tidak yakin."
         
Jimin mengangkat kedua alisnya. "Kau tidak yakin?"
         
Yeonji mengangguk sebagai jawaban. Tapi kemudian, tangan kanan Jimin bergerak menyentuh pipinya dan menariknya untuk mendekat. Jimin memajukan kepalanya, dan memberi kecupan pada bibir Yeonji.
         
"Bagaimana dengan sekarang?"
         
Yeonji masih membulatkan matanya. Jimin belum menjauhkan wajahnya dari Yeonji. Ia menatap Yeonji dengan begitu dekat. Bahkan Yeonji merasakan jantungnya berdetak kencang karena tatapan Jimin.
         
Ia tersenyum tipis dan membuang pandangannya dari Jimin. "Aku mengantuk."
         
"Kau ingin tidur?"
         
Yeonji menggangguk. Kemudian Jimin berdiri dari duduknya, mengulurkan tangan untuk membantu Yeonji berdiri. Setelahnya mereka berjalan menuju kamar milik Yeonji. Jimin membenarkan selimut yang dipakai Yeonji. Kemudian ia mengusap rambut gadis itu.
         
"Tidurlah. Aku mencintaimu," Jimin mengecup kening Yeonji.
         
Ia berjalan keluar dari kamar Yeonji. Setelah pintu benar-benar tertutup, Yeonji membuka matanya dengan lebar dan bangun dari posisi tidurnya. Ia menyentuh dadanya yang terasa sesak.
         
"Jimin menyukaiku. Jimin menyukaiku. Jimin menyukaiku."
         
Ia mengacak rambutnya karena perasaannya yang tak bisa ia kendalikan. Sedari tadi, jantungnya terus berdetak kencang karena ulah Jimin.
         
Yeonji merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamarnya. "Hah, Jimin membuatku gila."

"The man is smart at breaking down women's defenses."

kindacrazyy, 2018

DARKNESS | pjm ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang