Chapter 18 : " Be a Man "

54 13 2
                                    

Di sebuah ruangan yg gelap gulita. Seorang pria paruh baya duduk di meja kerjanya. Dengan mengenakan jubah putihnya yg berlabel nama Kim Namjoon, ia menatap meja kerjanya.

Terdapat berkas-berkas penelitian yg menumpuk di atas meja. Di temani secercah cahaya dari layar monitor komputernya dan lampu kerja ia mengetik sesuatu.

Dia pun menyalakan kamera digital di depan meja kerjanya setelah terlebih dahulu mengusap foto keluarga yg terdapat di sudut kanan meja kerjanya.

"Seokjin-ah, maaf karena ayah harus berbicara padamu dengan cara seperti ini. Saat kau melihat rekaman ini itu artinya ayah sudah meninggal. Apa yg sedang terjadi semuanya adalah kesalahan ayah. Kau mungkin benar, alasan kenapa ayah melakukan semua ini kepada kedua adikmu bukanlah demi mereka tapi demi ambisi dan keegoisan ayah. Semua ini salahku." ucap Namjoon mulai menitikkan air mata.

Namjoon pun mengusap ekor matanya dengan jari-jemarinya lalu menghela nafas sebelum akhirnya ia kembali berbicara.

"Ayah bersalah karena mencoba untuk menjadi Tuhan. Ayah terlalu terobsesi hingga membuat takdir kedua adikmu menjadi sangat pahit. Saat ini mereka mungkin sudah mulai membuat masalah. Kau harus menghentikan mereka. Ambillah alat-alat  suntik yg dibawa oleh Dokter Park. Hanya itu yg bisa menghentikan regenerasi tubuh mereka yg terinfeksi. Ayah tidak tahu seberapa banyak orang yg telah terinfeksi jadi pastikan Saeron dan Taehyung mendapatkan suntikan itu. Buatlah mereka beristirahat dengan tenang sekarang, katakan pada mereka kalau ayah minta maaf. Tidak seharusnya ayah menahan mereka untuk tetap bersama ayah. Satu hal lagi, ayah sangat mencintai kalian semua. Maaf karena ayah tidak bisa menjadi ayah yg baik."

Layar kamera digital pun menjadi gelap pertanda rekaman telah berakhir. Seokjin yg berdiri diam seraya menatap layar kamera pun perlahan meneteskan air mata. Tubuhnya bergetar begitu pun hatinya.

Seokjin yg selalu terlihat gagah kini terlihat begitu lemah. Ia yg selama ini bersikap dingin dan berkata kasar pada ayahnya, sejujurnya jauh di dalam lubuk hatinya ia sangat menyayangi ayahnya.

Seokjin segera menghapus air matanya. Dia tahu betul kalau sekarang bukanlah saat yg tepat untuk tenggelam dalam kesedihan.

Seokjin pun mengambil tas yg berisikan alat suntikan dari tangan Dokter Park. Dengan cepat ia berlari menuju mobilnya dan menancap gas.

"Ayah, aku pasti akan menghentikan kekacauan ini." janji Seokjin di dalam benaknya.

***

Gelap. Tak ada setitik cahaya pun hanya ada kegelapan. Rasa takut pun semakin berkembang di dalam kegelapan. Suara langkah kaki dan suara asing lainnya pun menjadi terasa sangat menakutkan saat ia memenuhi gendang telinga.

Di saat kau tidak bisa melihat apa pun, kau akan merasa asing pada semua hal. Dan sesuatu yg asing akan mengundang rasa takut untuk tumbuh. Itulah yg di rasakan Seowon saat ia duduk terikat di sebuah ruangan dengan mata tertutup.

Sekelilingnya begitu hening. Tak ada suara seseorang atau bahkan langkah kaki. Semuanya hening dan gelap. Hanya saja terkadang terdengar suara ketukan dan gesekan dari ranting pohon yg menyentuh jendela di luar yg mampu membuat bulu kuduknya merinding.

Tap ... Tap ..Tap

Suara langkah kaki pun terdengar mendekat. Tidak hanya suara dari langkah satu orang melainkan lebih. Seowon pun mencoba memasang telinga untuk mendengarkan percakapan beberapa orang yg sedang berbincang tak jauh darinya.

Sangat sulit baginya untuk mendengar dengan jelas. Dia hanya dapat samar-samar mendengar mereka menyebut namanya dan juga Saeron di dalam perbincangan mereka.

Mereka kembali terdiam, suasana pun kembali hening. Tidak lama kemudian terdengar langkah kaki mendekat. Orang itu adalah Saeron.

"Buka penutup matanya." Perintah Saeron dengan nada datar.

Blank spaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang