[5]

46 7 6
                                    

Hujan akan turun.

    Begitulah pikirku sejak matahari terbit pagi ini. Aku hanya merasa hari ini akan hujan, entah kenapa. Atau mungkin aku menginginkan hari ini hujan deras. Namun semuanya hanya harapan karena matahari bersinar dengan terang benderang dengan percaya diri penuh.

    Aku mengikuti Hani dan Oki yang berjalan di depanku, sedangkan Via berjalan di sampingku. Mereka bertiga mengajakku pulang, namun aku masih ada urusan di perpustakaan. Ya, aku punya proyek besar tahun ini. Aku menjadi penulis naskah dalam drama tahunan yang diadakan oleh klub Seni di kampus.

    Tadi Hani mengatakan kekagumannya padaku karena aku yang menjadi penulis naskah terpilih untuk tahun ini. Aku hanya membalasnya dengan senyuman simpel. Aku tidak tahu bagaimana perasaanku sekarang, antara senang dan takut. Takut jika naskahku tidak begitu bagus.

    Aku belum mengatakan ini sebelumnya. Aku bergabung dalam klub menulis di kampus dan seperti pada tahun-tahun sebelumnya, kedua klub yaitu klub menulis dan klub seni selalu bekerja sama untuk mengadakan pementasan drama, musik, dan lainnya.

    Oki bergabung dalam klub seni, lebih tepatnya bagian drama. Ia cukup pandai berakting di antara kami berempat, yang pastinya. Sedangkan Hani dan Via berada dalam organisasi kampus yang sangat diminati oleh banyak mahasiswa, yaitu BEM. Mereka dalam organisasi yang sama tapi aku tidak heran jika Via tidak kenal dengan Hani sebelum pertemuanku dengan Hani karena biar kuberitahu, Via punya ingatan jangka pendek. Ia juga kesulitan dalam menyebut beberapa nama benda atau sesuatu.

    Setelah itu, kami berempat berpisah. Aku menuju parkiran untuk mengambil motorku dan menuju perpustakaan. Via dan Oki pulang, sedangkan Hani masih ada kelas.

Bukankah ada kalimat yang terus-terusan orang gunakan ketika di perpustakaan?

    “Jangan berisik, ini perpustakaan,”

    Seperti itu. Namun, kalian tidak akan menjumpainya di perpustakaan ini. Oke ralat, perpustakaan bagian ini. Perpustakaan Universitas kami cukup besar, ada beberapa bagian di perpustakaan ini, seperti bagian ICT yang berisi banyak komputer, kalian bisa mendownload ebook pelajaran, novel, bahkan streaming film di sana.

    Yang kedua bagian hangout, bagian ini seperti kafe mini yang menyajikan kue dan roti dengan minuman menyegarkan. Ketiga, bagian corner, tempat bagi mahasiswa yang gemar membaca novel-novel. Dan keempat, bagian atas, ya kami hanya menyebutnya bagian atas karena di atas sana hanya ada buku-buku pelajaran yang kumuh dan lusuh, juga satu ruangan yang berisi tumpukan skripsi.

    Sekarang kami berada di bagian ICT. Tempat komputer berserakan. Begitu pula dengan manusianya. Ruangan ini penuh, pengap, dan berisik. Bau kaos kaki di mana-mana. Haa, aku benar-benar tidak fokus untuk ikut diskusi ini.

    Mereka membahas tentang naskahku. Bagian mana saja yang akan diubah atau dihilangkan karena satu minggu lagi akan ada rapat dari kedua klub, untuk membahas lebih lanjut mengenai pementasan seni yang akan diadakan lebih kurang dua bulan lagi.

    Namun aku tidak bisa fokus meskipun sekarang mereka hendak mengubah ceritaku. Biasanya aku begitu keberatan dengan hal ini.

    “Kenapa kamu diam saja Ra? Gak ada protes nih?” tanya Kak Adit, ketua klub menulis. Kami berdua cukup akrab, mengingat aku sering berkonsultasi dengannya tentang tulisanku atau lebih tepatnya ia yang menjadi first reader naskahku.

    “Aku gak akan protes jika kalian hanya mengubah satu adegan, namun kalian akan melihatku marah jika mengubah lebih dari satu,” balasku acuh tak acuh namun serius dengan ucapanku. Seenaknya saja mengubah naskah orang! Mereka pikir mudah bikin naskah.

Tulisan, Basket & PianoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang