Tidak ada hari tanpa gerutuan.
Itulah hidupku yang sesungguhnya. Aku tidak berhenti menggerutu, apalagi beberapa hari terakhir ini, semua moodku kacau ditambah teman-temanku mengajakku untuk liburan ke kota sebelah tapi aku tidak mendapat izin dari kedua orang tuaku bahkan Kak Risya yang ada di negara lain juga ikut-ikutan tidak menyuruhku. Hello, padahal dia bahkan tidak ada di rumah.
Kami sudah menyelesaikan UAS beberapa hari yang lalu, saatnya liburan tapi aku tidak mendapat izin. Orang tuaku sungguh menyuruhku menghabiskan waktu di rumah saja sepertinya.
"Hei," teriak seseorang.
Aku mendongak dan menatap pemuda yang ada di depan pagar rumahku. Dia melambaikan tangannya dan menyuruhku untuk membuka pintu gerbang. Untuk beberapa saat aku hanya berdiam diri di depan gerbang sedangkan dia menungguku untuk membukakannya.
Kalau aku buka, ini kali pertama aku mengajak seorang pemuda yang bukan temanku untuk masuk ke rumah.
Well, dari hatiku yang paling dalam aku tidak ingin menganggapnya sebagai teman.
Aku ingin lebih.
Panggil aku egois, terserah.
Setelah Rehan mengetahui perasaanku, sepertinya aku menjadi semakin agresif. Salahkan Rehan untuk hal ini karena dia terus-terusan menggodaku dan membuatku semakin menyukai pemuda yang ada di depanku.
Aku menghela napas pelan dan bergerak untuk membuka pintu gerbang.
"Motor boleh aku masukin aja?" tanyanya.
Aku mengangguk.
"Tapi seriusan, aku boleh masuk gak nih?" tanyanya setelah dia menyuruhku untuk membuka gerbang.
"Aku sudah membukanya, masuk saja," balasku dan dia mengangguk seraya menjalankan motornya memasuki halaman rumahku.
Aku mengajaknya duduk di tempatku tadi, tepatnya di samping pintu masuk ada sebuah sofa yang cukup untuk duduk berdua. Kami tidak berbicara banyak, hanya menanyakan bagaimana ujian kemarin dan semacamnyalah.
Dia termenung sembari menatap kucing yang tidak jauh dari tempat kami duduk. Itu adalah kucing milik tetanggaku. Aku tidak terlalu menyukai kucing tapi kucing ini sangat imut, bulu kekuningannya yang cantik seperti film Garfield atau tepatnya itu kucing yang sama jenisnya dengan Garfield. Di lehernya ada sebuah kalung dengan simbol K, kurasa itu inisial namanya.
"Dek,"
"Iya, Pa?" balasku.
Papa keluar dari rumah dan terkejut mendapati Deka yang duduk di sampingku. Deka berdiri dengan pelan dan tersenyum ramah ke arah Papa seraya mencium tangan Papa. Oke, aku kaget melihat ini.
"Halo, Om," sapanya.
"Halo. Sudah lama di sini? Kenapa gak diajak masuk, Dek? Kamu ini gimana sih?" ujar Papa, kemudian mengajak Deka masuk dan duduk di ruang tamu.
Aku memajukan bibirku sebal.
"Ambil minum," suruh Papa.
Aku mengangguk dan segera ke dapur membuatkan minuman sirup biasa untuk Deka. Tiba-tiba seseorang mengagetkanku, aku memutar mataku karena sudah tahu apa yang akan dikatakan oleh Mama.
"Deka main ke rumah nih?" godanya.
Aku tidak menjawab.
"Kamu ngajak dia? Wahh,"
"Maaf ya Ma karena sudah mematahkan pendapat Mama tapi dia yang datang sendiri tanpa kuundang," balasku dengan cuek.
Percakapanku dengan Mama memang seperti ini. Kami lebih seperti sahabat dibandingkan anak dan Mama. Mama selalu ingin ikut campur dalam semua urusanku bahkan sekarang dengan gebetanku, yang bikin aku kesal adalah dia menggodaku sama seperti Via dan Oki menggodaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tulisan, Basket & Piano
RomanceKatanya, menyatakan perasaan dan ditolak akan membuat perasaan itu terkubur dengan sendirinya Sayangnya, tidak berlaku, Untukku.