Part 11 Menyerah

22.5K 2.1K 82
                                    


Penderitaan.

Menderita melihat seseorang yang kita cintai terlihat menderita dan sedang merasakan kesakitan.

Sudah nyaris sebulan.

Ikut tersiksa.

Itulah yang sekarang sedang dirasakan oleh Darell saat melihat Louisa terlihat sangat tersiksa dengan prosedur pengobatan terapi sperma ke dalam tubuhnya. Darell merutuk. Dia sangat yakin, Louisa berusaha terlihat kuat. Tapi melihat Louisa harus menerima beberapa kali suntikan setiap satu sesi terapi, jelas membuat Darell mengutuk cara pengobatan itu. Dia selalu bertanya apa saja yang dimasukkan Randall dan asistennya yang seringkali menaikkan alis begitu tinggi itu. Ngomong-ngomong tentang asisten Randall itu, Darell rasanya patut memberi wanita itu apresiasi yang tinggi karena ternyata loyalitasnya sebagai seorang perawat dan asisten Randall setinggi alisnya. Wanita itu bahkan dengan lantang mengucapkan sumpahnya. Juga dengan raut wajah datar dia menandatangani surat perjanjian dan menjabat tangan Darell sekeras jabatan tangan seorang jawara panco.

Darell, menggigit ujung pena di tangannya. Di depannya, Randall terlihat membolak-balik beberapa lembar kertas yang dibundel dalam satu file. Randall menghela napas lima belas menit kemudian.

"Aku harus jujur padamu, teman."

"Ada apa? Apakah ada yang serius?"

Randall menatap Darell dan menumpukan kedua tangannya di dagu. Dokter kepercayaan Darell itu menggeleng.

"Hasilnya tidak begitu bagus Darell. Louisa tidak bisa menerima terapi itu dengan baik. Imun tubuhnya melemah. Tubuhnya menolak setiap dosis kita tambahkan. Dan setiap bertambah dosis, maka bertambah juga dosis obat anti alergi yang masuk ke dalam tubuhnya dan tubuhnya tidak memperlihatkan tanda-tanda menerima terapi itu."

Darell terpaku.

Bahkan setelah sejauh ini mereka harus mendapati kenyataan pahit itu?

"Apakah ada opsi lain?"

"Kau serius dengan wanita ini huuh...?"

Darell mendongak dan melemparkan penanya ke meja.

"Lebih dari apapun Randall. Aku bahkan tidak pernah merasakan keyakinan seperti ini setelah Yelena."

"Aku tidak ingin membicarakan sebuah harapan palsu, Darell. Aku berbicara sebagai sahabatmu kali ini. Semua akan sulit. Berumah tangga? Tentu saja kalian bisa tapi...kau tahu...semua akan terasa rentan untuk hubunganmu dan Louisa. Kita bicara saja sebagai manusia. Sex adalah faktor maha penting dalam sebuah ikatan. Dan kalau itu buruk, maka semua akan runyam dikemudian hari. Jangan pernah meremehkan hal itu sedikit pun."

Darell menatap Randall yang terlihat serius.

"Dan...tentang keturunan. Kami pasti..."

Randall mengangguk. Dia sangat mengerti kemana arah pembicaraan mereka.

"Tidak bisa Darell."

Darell terdiam. Dia beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah jendela.

"Jangan bicara apapun pada Louisa, Randall. Aku yang akan bicara padanya."

"Baiklah. Aku permisi. Aku harus ke rumah sakit. Aku akan terus mempelajari kasus ini Darell dan...jangan berhenti berharap."

Darell terdiam. Dia bahkan tidak menoleh saat Randall menutup pintu pelan.

---------------------------------------

Sebuah taksi melaju cepat meninggalkan jalan besar di tepian pantai. Seorang wanita yang hanya memakai sandal rumah dengan gaun tipis berlapis cardigan berwarna hijau pucat, naik ke dalam taksi yang berhenti di depannya. Wanita itu hanya membawa ponsel di tangannya dan dompet wanita berukuran sedang.

Louisa.

Sekuat apapun dirinya. Seteguh apapun dia sebagai seorang wanita. Sekental apapun darah pantang menyerah milyarder Leandro dan bangsawan Devonshire mengalir dalam darahnya. Dia menyerah. Dia tidak sanggup menatap lagi masa depannya bersama Darell setelah dia mencuri dengar apa yang Darell dan Randall bicarakan di ruang kerja Darell.

Sudah selesai.

Pengobatan itu.

Juga hubungannya dengan Darell.

Louisa menggeleng. Dia sekuat tenaga menepis semua pikiran yang berkecamuk di otaknya. Mencoba mengenyahkannya sekuat tenaga. Dia sudah memutuskan sendiri semuanya. Sekarang atau nanti, Darell dan dirinya akan terluka. Lalu untuk apa menunggu nanti?

Taksi mengarah ke bandara.

Louisa sudah mengetikkan sebuah pesan panjang pada Isabela. Lalu mematikan ponselnya. Louisa mencoba duduk tenang. Perjalanan panjang ke bandara membuatnya nyaris menangis. Saat taksi mulai memasuki jalan lingkar luar kota Napoli, Louisa bersyukur bahwa bandara sudah dekat.

Dan benar saja. Taksi berdecit. Berhenti dan Louisa menatap sekelilingnya dari dalam taksi. Tidak ada tanda-tanda orang-orang Darell. Atau orang-orang keluarganya.

"Ambil kembalian untuk ongkos taksimu, Sir. Dan ponsel ini." Louisa mengulurkan beberapa lembar lira yang membuat supir taksi terbelalak. Juga ponsel di tangannya.

"Kenapa Nona?"

"Aku wanita baik-baik dan tidak sedang dalam masalah hutang apapun yang akan membuatmu kesulitan karena menerima ponsel ini, Sir...aku hanya ingin memulai hidupku yang baru tanpa menyisakan apapun dari masa sekarang. Aku permisi, dan semoga kau selalu sehat."

"Kau juga Nona..." Supir taksi itu dengan gemetar menerima uang dan ponsel dari Louisa. Dia bergerak cepat keluar dan membukakan pintu untuk Louisa. Dan Louisa melesat cepat masuk ke adalah bandara. Semua serba mendadak dan yang terpikir olehnya adalah sekali ini saja, dia harus memanfaatkan fasilitas keluarganya. Itulah yang terlintas pertama kali saat dia menyelinap keluar dari rumah peristirahatan Darell. Menghubungi seseorang yang bisa dengan segera mempersiapkan pesawat keluarga Leandro. Atau paling tidak, pesawat seorang teman keluarga yang siap di bandara. Louisa ingin secepatnya pergi. Menjadi seseorang dengan gelar pengecut nomor satu.

Tentu saja.

Tak perlu menunggu waktu lama ketika memasuki bandara, seseorang dengan pin keluarga besar Leandro menghampirinya. Mereka berjalan cepat dengan Louisa yang merapatkan cardigannya yang sudah kusut sembari mendengarkan arahan dari pria yang melangkah panjang di sampingnya.

Seakan berpacu dengan waktu. Waktu yang cukup bagi Darell untuk terbangun dari lamunannya dan menyadari ketiadaan Louisa.

Dan sesaat kemudian.

Louisa sudah menapaki tangga pesawat. Merapatkan cardigan dan menekuri kakinya yang hanya memakai sandal. Pada anak tangga teratas, Louisa berhenti. Di menoleh ke belakang.

Sisi hatinya mendengungkan sesuatu yang melankolis.

Darell yang mengejarnya.

"Nona Devonshire."

Louisa menoleh. Seorang pramugari khusus dengan pin sahabat keluarga menyapanya. Louisa mengangguk saat pramugari itu mempersilahkan Louisa masuk. Dan Louisa masuk. Lalu duduk menghempaskan bokongnya ke kursi pesawat pribadi itu.

Louisa melirik dan menekan dadanya. Tidak ada adegan melankolis itu. Tidak ada drama seperti dalam film. Darell tidak terlihat menyusulnya. Dia tidak menyadari kepergiannya.

Louisa menatap jam di pergelangan tangannya. Nyaris dua jam. Darell mungkin terlalu lama melamun di ruang kerjanya. Melamunkan kesedihan. Mencoba mencari solusi. Merangkai kata-kata perpisahan untuk Louisa.

Dan luruh sudah airmata yang sejak tadi ditahan oleh Louisa, seiring suara kapten pesawat yang memberitahunya bahwa pesawat akan segera terbang.

-------------------------------------------------

👑🐺
MRS BANG

HOLD ME DOWN ( SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang