Bagian 25

337 17 0
                                    

Votenya ya

Tanganku yang menutup kedua mata, diangkat. Aku masih enggan membuka mata, hanya air matanya saja yang menetes tak terbendung.

"Maaf, Sayang, Papa bingung mau cerita takut Mama kepikiran," ucapnya sambil ikut berbaring di sampingku. Untuk sesaat kami diam, tangannya kembali mengusap air mata yang beranak pinak. Aku menepisnya saat tangannya mau memeluk. Dia hanya diam dan berusaha memeluk.

"Jika seperti ini malah jadi penyakitan, Pa bukan pikiran lagi, aku sebagai istri tidak tahu apa-apa atau memang ada apa-apa antara Papa dan Nania.?"

Air mataku mengalir lebih kenceng lagi, suarakupun bergetar. Dia beristighfar dan kembali menghapus air mataku yang tak terbendung.

"Ma...Nania itu tersangka utama penyebab kebakaran bengkel Papa. Pada hari itu, Nania datang ke bengkel mencari, Mas, Mas To dan Andi yang lagi benerin motor sudah memberi tahu kalau Mas tidak ada di dalam tapi Nania tidak percaya. Setelah berdebat akhirnya Nania masuk ke dalam. Mas To tidak mengikuti karena sibuk. Tak lama Nania masuk terjadilah kebakaran. Nania teriak dan berlari keluar. Dia hanya tersambar sedikit api dan pingsan."

Aku mendengarkan ceritanya, air mataku mulai berhenti .

"Ma...."

Dia membalikkan tubuhku sehingga kami berhadapan.

"Hemh...."

"Kok diam saja?"

"Memang sudah selesai ceritanya? Apa setelah itu Papa selalu menengoknya di rumh sakit?" Aku bertanya dengan ketus.

"Tiga kali selama seminggu dan selalu dengan Mas To, waktunya siang hari tak lebih dari 30 menit."

"Masak?"

"Iya...kenapa Papa tidak menuruti kemauannya?"

"Kemauannya yang mana?"

"Yang mana saja? Seperti di film ayat-ayat cinta?"

Dia malah terkekeh, tertawa lepas yang sudah sebulan lebih tak pernah kulihat.

"Wah...Mama kena korban gosip Mas To dan Mas Udin."

Dia bangun duduk bersandar di ranjang dan memindahkan kepalaku di pangkuannya.

"Mas masih ingat janji Mas ketika di vila, Ma, menjadikanmu satu-satunya wanita dalam hidup Mas."

Dia mengecup kening dan mulai jahil tangannya.

"Bagaimana dengan tuntutannya?" tanyaku khawatir.

"Kita hadapi bersama ya?"

"Memang Nania nuntut apa?"

"Ya...itu, seperti di film Mas To."

"Terus...."

Dia menutup mulutku dengan jarinya, menatapku dengan matanya yang sayu.

"Terus, Mas akan bilang padanya Nania agar balik ke Inggris karena Mas tidak akan memperistri dia. Puass...Sayang? Keluarga kita bertiga, Papa Mama dan anak. Tidak akan ada yang lainnya. Papa sedang konsentrasi pemulihan bengkel bantu dengan do'a dan semangat, dong."

Aku mengangguk dan ikut duduk di sampingnya menyenderkan kepalaku di bahunya. Mas Dodi mengelus rambutku memberi kenyamanan. Alhamdulillah ya Allab, dia tidak berubah malah semakin dewasa.

"Kita buat acara aqikahan Fadil dulu ya Mas, sudah lewat banyak waktunya. Sekarang sudah lewat 40 hari."

"MasyaAllah...yang bener Ma, jadi Papa sudah dapat jatah lagi dong."

Matanya berbinar seperti menemukan sesuatu yang hilang. Senyumnya aku hafal betul, senyum kemenangan.

"E...diajak ngomongin apa jawabnya apa, Pa...Pa....."

Romansa BintangWhere stories live. Discover now