Bagian 9

411 19 0
                                    

Azan Ashar dari handphone membangunkanku. Awalnya aku terkejut begitu membuka mata ada orang, dengan tangan kekar melingkar di perutku, tapi setelah semua nyawaku kumpul baru inget dia suamiku. Ingin kulepaskan tangannya tapi dia malah mengeratkannya. Wajahnya sangat dekat dengan wajahku sehingga berasa hangat hembusan nafasnya sampai leher.

Mas Dodi tertidur lelap setelah capek membaca ulang bahan skripsinya tadi. Aku menemani sambil sesekali memberinya pertanyaan sesuai instruksinya. Cemilan dan kopi juga menjadi teman wajib buat dia. Makanya ibu tersenyum ketika melihatku mondar mandir ke dapur dan ibupun sudah menyiapkan cemilan kesukaannya. Kacang kulit sangrai itulah kesukaannya, aku harus membuka dan menyuapinya ketika dia belajar. Tugas pertama jadi istri katanya, pantesan senyumnya jail.

Mas Dodi tertidur di pangkuanku setelah satu jam lebih membaca ulang dan menjawab pertanyaan dariku. Dengan hati-hati kubaringkan kepalanya di kasur. Aku merapikan kertas dan segala tetek bengeknya, setelah rapi aku bingung harus ngapain akhirnya berbaring di sampingnya dan ikut tertidur.

Aku pandangi wajah polosnya, wajah yang membuatku kenal cinta pertama, yang membuat semangat sekolah, yang pernah membuat sebel dan yang membuat aku tak bisa berpaling.

Aku usap kepalanya pelan menyentuh ubun-ubunnya, sebuah do'a kulafalkan, minta sama Allah supaya 'Allah menyayanginya seperti aku menyayanginya.' Sekali lagi aku tersenyum memandang wajahnya, kuberanikan diri mengecup kening walau dada berdebar. Dia menggeliat dan tersenyum...tunggu kalau tidur apa mungkin tersenyum? Pikirku, baru saja aku menyadari dia sudah mengagetkanku dengan ucapannya.

"Duarrr!"

"Mas...jail banget, ngagetin. Sudah bangun dari tadi, kan?

Bukannya menjawab, dia malah menarik diriku dalam dekapannya. Sejenak terjadi keheningan saat wajahku menyentuh wajahnya, hanya deru nafas yang terdengar.

"Mas...azan sudah sepuluh menit yang lalu," kataku mengalihkan suasana yang menegangkan.

"Terus kenapa tidak membangunkan malah...menggodaku, hemh?"

Mas Dodi melepaskan pelukannya aku bangun dan menuju kamar mandi, dia menyusul.

Dua kali menjadi makmumnya masih membuatku tak percaya. Apalagi ketika kami berkumpul di teras villa, sungguh nikmat yang tak terkira melihat aku duduk berdampingan dengan anak seorang dokter. Orangtuaku dan orangtua Mas Dodi juga duduk berdampingan bercengkrama tanpa ada batas kasta. Padahal sebenarnya diantara kami banyak sekali perbedaan.

Acara resepsi adalah tema obrolan kami. Ibu memberi kesempatan resepsi di rumah bapak terlebih dahulu, mengingat aku anak oerempuan pertama. Sungguh suatu kebahagiaan terpancar di wajah kedua orangtuaku.

****

Setelah sholat magrib berjamaah, kami makan bersama sambil ngobrol santai sampai waktu isak tiba, kami masuk kamar masing-masing.

Aku dan Mas Dodi sholat berjamaah di kamar, kali ini aku mendengarkan bacaan sholatnya yang menggetarkan hatiku.Ternyata dia lumayan banyak hafalan Qur'annya.

"Kenapa dibuka mukenanya?"

"Sudah beres kan?"

"Mita sunah dulu ya," ucapnya. Aku mengijutinya, setelah itu dia membaca do'a buat kami.

Baru juga mau beranjak, dia kembali memintaku duduk dan  membaca alqur'an. Aku membaca sedikit grogi karena Mas Dodi. Setelah satu kembar dia memintaku menyimak bacaannya. Sesekali aku membetulkannya dengan hati-hati takut dia tersinggung, tapi ternyata tidak. Mas Dodi malah tambah semangat.

"Aku senang dapat guru ngaji specjal sepertimu,"

"Biasa saja Mas, aku juga masih banyak kekurangannya. Kalau Mas mau nanti aku kenalkan teman kampus yang emang biasa ngajar ngaji...."

Romansa BintangWhere stories live. Discover now