Prolog

14.3K 580 36
                                    

Aku seperti hujan. Akan tetap jatuh walau tak pernah kau harapkan. Akan menyejukkan saat kau mengeluh dengan rasa gerah. Dan akan tetap kau anggap penghalang sebab hal yang sedang kau nantikan dari luar.

***

Gadis bermata coklat itu melangkahkan kakinya dengan berat hati. Setapak demi setapak yang dilewatinya membuat tubuh mungilnya bergetar dari dalam. Namun, ia pandai memanipulasi keadaan seolah tak terjadi apupun disana.

Ia mendekat. Semakin jelas suara yang dihasilkan dari dua orang terdekatnya. Hatinya seolah tercabik kuat hingga matanya terasa perih. Jika saja ini adalah kamarnya, ia pasti sudah menangis saat ini.

Sayup-sayup kalimat mematahkan hatinya. Rangkaian kata itu seolah tak berati apa-apa bagi mereka karena telah menyakiti seorang lainnya. Atau mungkin saja mereka lupa bahwa ada yang sedang menahan luka atas kebahagiaan orang lain.

Kalau itu yang lo mau, gue bakalan ngalah walaupun kenyataannya gue sayang lo, batinnya.

Membisu. Hanya itu yang mampu gadis itu lakukan saat pelukan hangat yang dilihat tak pernah ia rasakan. Bahkan, disaat harusnya posisi itu terprioritaskan sekalipun. Menangis? Untuk apa ia menangis jika mereka pun tak tahu dan tak ingin tahu.

"Gue masih sayang lo." ujar remaja laki-laki itu.

"Sorry gue nggak bisa. Bukannya udah gue jelasin alasannya. Please, lo-"

"Nggak! Gue bakalan tetep perjuangin lo! Apapun itu!" Dengan keukeh mempertahankan argumennya, laki-laki itu menarik tangan yang dihadapannya. Mencoba menyalurkan kepercayaan yang ia buat untuk gadis yang dipuja.

"Raf! Lo nggak boleh egois!" sentaknya melepaskan genggaman itu. Kini ia mengalihkan pandangan lalu membuang napas kasarnya. Sungguh, lawan bicaranya memang keras kepala.

Cinta tidak buta, ia hanya mematikan logika saja. Jelas-jelas mendapat penolakan penuh, si jangkung itu tak pernah gentar dari posisinya. Ia tak peduli, sama sekali tidak untuk gadis yang sedang berada diujung sana. Bagaimana mungkin ia akan peduli sedang dirinya tak melihat ke arah itu sekalipun.

"Gue harus pergi! Dan lo sebaiknya jangan deketin gue lagi." ujar seorang perempuan itu menggantung ucapannya, "ada yang lebih pantas lo jaga perasaannya dibandingkan gue." lanjutnya lalu melenggang pergi.

"Gue nggak cinta sama dia!"

"Tunggu! Gue cuma manfaatin dia kalau lo mau tau!"

Deg. Seorang yang diteriakinya pun berhenti. Sejenak ia mematung sebelum akhirnya menoleh ke belakang. Ditatapnya dengan dingin sosok laki-laki itu.

Tiga detik berlalu akhirnya ia mengalihkan kembali pandangannya. Tanpa memperdulikan apapun, ia melangkahkan kakinya dengan cepat. Meninggalkan sosok yang sedang menatap punggungnya nanar.

"Apa kita nggak punya waktu untuk bersama lagi?"

Jleb!

Bukan seorang yang sedang melangkah itu yang mendengarnya. Namun, sosok gadis lain yang sedang bersembunyi dibalik dinding yang sedari tadi menjadi tempat persembunyiannya. Hatinya mencelos seketika.

Dengan napas memburu juga kaki yang mendadak lemas, ia mencoba untuk tetap bertahan. Walau tak ada lagi alasan yang menahannya untuk tetap tinggal, setidaknya hati adalah satu-satunya yang menguatkan saat ini.

Perlahan ia mengusap air matanya. Entah sejak kapan air itu mengalir, yang jelas dadanya serasa sesak oleh kalimat itu.

"Gue yang bakalan ngalah." gumamnya kecil. Lalu ia tersenyum dengan lebar. Membiarkan luka itu runtuh dengan sendirinya.

- - -

Hallo gaes aku balik lagi nih 😚
Ini karya cerita ku yang ke dua 😘

The Choise siap menemani kalian 🤗
Jangan lupa mampir yah :*
Yukkkkkkkk...

With love,
      Arf :*

The Choice [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang