Ting! Ting!
Suara bel rumah berbunyi. Dengan terpaksa kedua perempuan yang sedang asyik bercerita itu menghentikan aktifitasnya dulu.
"Fardhan," panggil sang mama.
"Iyah iyah Fardhan yang buka." desahnya cowok itu. Dengan sedikit terpaksa ia melangkahkan kakinya untuk keluar.
Setelah beberapa saat kemudian...
"Assalamualaikum semua." sapa dua orang cowok dengan cengiran khasnya.
"Waalaikumsalam." balas Fena dan Nara bersamaan.
Kedua orang cowok yang menjanat sebagai sahabat Fardhan itu langsung menghampiri Fena untuk bersalaman. "Siang tante Fena yang cantik. Apa kabar te?" sapa Randi.
"Baik kok Ran." jawabnya, "Sini-sini duduk mumpung ada pacarnya Fardhan juga." lanjut nya menepuk sisi sofa yang masih kosong.
Randi dan Naren saling berpandangan. Mereka tersenyum yang entah maksudnya seperti apa. "Wahh mas Fardhan udah bawa cewek ke rumah?" sorak Naren dengan nada ceria serta tatapan yang berbinar-binar.
Nara tersenyum malu.
"Ahh iyah, Ran, Ren. Ini kita lagi cerita tentang masa kecil Fardhan, kalian mau gabung nggak?" tawar Fena sembari melirik putranya yang sudah mendelik tam percaya.
"Mama jangan dong." rengek Fardhan memelas.
"Boleh kok, tan. Wahh seneng banget kita dapat kehormatan tau masa lalu si bos." ujar Naren hingga membuat semua orang yang berada disana tertawa, terkecuali Fardhan.
Ia memutar bola matanya kesal melihat mamanya yang sibuk mendongeng tentang masalalunya. Tak luput juga kedua curut itu memotret fotonya yang berada dalam album itu.
"Wahhh tante, berati Fardhan dulu jelek terus cengeng ya?" tanya Naren penuh antusias. Ci cowok tengil itu memang paling bis membuat emosi Fardhan memuncak.
Fena mengangguk. "Emang sekarang udah ganteng yah?"
"Mama..."
"Wahh tante jangan gitu dong, kasihan Nara takut nyesel pacaran sama Fardhan." celetuk Randi.
Nara lagi-lagi tertawa. Ia sedikit bisa melupakan hal yang membuatnya gelisah.
Fena menutup album yang sudah habis ia perlihatkan ke teman-teman juga pacar anaknya. Wanita itu berdiri dan berseru senang, "Sekarang mending kalian makan dulu karena tante udah masak banyak hari ini."
"Setuju." teriak Naren dan Randi penuh semangat.
Akhirnya mereka semua sudah beranjak berdiri untuk pergi ke ruang makan. Namun, tiba-tiba tangan Nara di cekal hingga membuatnya menolehkan wajah, "Kenapa kak?"
Fardhan berdecak sebal. "Seneng banget yah lo habis ngetawain gue." ujarnya.
Nara mengernyit namun akhirnya tertawa juga. Ah, dia tahu bahwa Fardhan sedang merajuk sekarang. Entah mendapat dorongan dari mana ia mencoba memutar tangannya yang dicekal hingga membuat tangan mungilnya menggenggam tangan Fardhan.
"Yuk makan." ajaknya.
Fardhan kaget. Ia melirik ke arah tangan yang menggenggam dirinya. Kemudian ia mengangguk mengikuti kata Nara sembari membalas genggaman tersebut.
***
Cinta itu anugrah, sekaligus kebutuhan bagi setiap insan yang hidup di dunia. Mereka tak akan pernah mampu hidup tanpa cinta. Mereka tak akan pernah bisa menampik bahwa dirinya membutuhkan cinta. Tapi masih banyak yang menyia-nyiakan rasa cinta. Mengabaikan perasaan atau menggadaikan rasanya sebagai kebutuhan yang tak pernah ada ujungnya. Merasa bahwa mereka perlu dilindungi tetapi lupa untuk melindungi. Meminta untuk dijaga namun tak pernah mau menjaga. Menjadikan kata 'cinta' atas dasar bertindak sesuka hatinya. Padahal, harusnya mereka tahu bahwa cinta yang tulus tak akan pernah meminta balasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Choice [Completed]
Teen FictionSelalu ada balasan di setiap luka yang kau buat. Sadar ataupun tidak, kita hanya mementingkan keinginan diri tanpa memikirkan rasa orang lain. Atau mungkin saja kita mengorbankan suatu untuk hal yang mungkin tak ditakdirkan Tuhan supaya kita miliki...