Setiap kali ada sesuatu, aku bukanlah orang yang utama kamu fikirkan. Bukan juga tentang seorang yang kamu khawatirkan rasanya sebab kamu telah menyakiti. Aku perihal yang harus cukup sadar diri bahwa kamu tak seutuhnya untuk ku.
***
Pagi yang cerah, secerah hati seorang gadis yang tengah mengulum senyumnya. Ia duduk manis di depan rumahnya. Sembari memainkan tali tas nya, fikirannya sibuk pada seorang yang sedang menuju rumahnya.
Sejak kemarin dirinya masih tak bisa mengendalikan degub jantungnya. Ia selalu merasa ada yang tak beres pada dirinya.
Ahhh, kalau gue gugup terus ntar gue pingsan gimana yah?, batinnya. Buru-buru saja ia menggelengkan kepalanya menghilangkan pikiran tak waras yang sedang bersarang di otaknya.
"Sayang kamu kok belom berangkat?" Wanita paruh baya itu tiba-tiba menghampirinya. Di elusnya rambut putri bungsunya dengan penuh sayang.
"Nunggu temen ma."
"Siapa Nar?"
Drummm... Drumm...
Belum sempat menjawab, terlihat motor yang berhenti di depan rumahnya. Nara tersenyum ke arahnya, lalu beralih menatap mata sang mama.
"Pagi tante," sapa Fardhan menundukkan kepalanya memberi hormat.
Sasty, mama dari seorang gadis itu tersenyum. Ia mengerti maksud lain dari laki-laki yang menjemput putrinya saat ini, "ini siapa, Nara?" tanya nya.
"Saya Fardhan tante. Saya pacarnya Nara." Jawaban Fardhan membuat Sasty sempat kaget. Namun ia paham, mungkin putri kecilnya sudah beranjak dewasa dan telah menyukai lawan jenisnya. Sasty tak pernah melarang apapun asalkan itu yang terbaik untuk anak-anaknya.
"Mama, Nara berangkat dulu yah. Yuk kak," ajaknya. Akhirnya mereka pun menyalami tangan wanita paruh baya itu.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Nara dan Fardhan berangkat bersama. Seperti yang sudah di janjikan cowok itu, ia meminta Nara untuk diantar jemput olehnya saja. Fardhan sama sekali tidak keberatan karena gadis itu telah menjadi miliknya sekarang.
Disisi lain, Sasty memperhatikan interaksi ke dua remaja itu. Ia juga ikut tersenyum melihat putrinya yang ceria. Namun, ia merasa ada yang sedikit berbeda. Wanita itu merasa tak asing dengan rupa remaja laki-laki itu. Tapi sayangnya, ia tak dapat mengingat apapun tentang itu. Atau saja pikirannya yang terlalu berkhayal karena bisa saja mereka hanya orang yang mirip.
"Sayang, Nara udah berangkat?" Tersadar dari lamunannya, Sasty menoleh ke arah suaminya. Ia pun beranjak untuk meladeni suaminya yang hendak bekerja itu.
***
Setelah perjalanan yang kira-kira dua puluh menit lamanya ditempuh, ke dua remaja itu sudah menginjakkan kakinya di sekolah.
"Kak," Fardhan menoleh ke arahnya. Ia menautkan alisnya seolah bertanya maksud darinya.
"Aku takut diliatin temen-temen kakak." ucapnya polos. Ia bahkan menggigit bibir bawahnya.
Fardhan paham melihat Nara yang merasa risih karena mereka menjadi pusat perhatian. Ia tahu bahwa kedekatannya dengan gadis itu bisa saja menjadi boomerang untuk dirinya sendiri. Terlebih saat ini ia sedang bersama adik kelasnya.
Nara masih menunduk. Tanpa aba-aba, cowok itu menarik tangannya untuk di genggam. Reflek saja itu membuat pacarnya terlonjak kaget hingga mendongak ke arahnya. Namun, lagi-lagi ia hanya tersenyum seolah memberi intruksi bahwa semua akan baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Choice [Completed]
Teen FictionSelalu ada balasan di setiap luka yang kau buat. Sadar ataupun tidak, kita hanya mementingkan keinginan diri tanpa memikirkan rasa orang lain. Atau mungkin saja kita mengorbankan suatu untuk hal yang mungkin tak ditakdirkan Tuhan supaya kita miliki...