Bagaimana seorang akan melangkah lebih maju sedang ia masih tak berdamai dengan masa lalu nya?
***
"Nara!"
Gadis yang berjalan sendiri di koridor itu menoleh. Kedua sahabatnya lah yang sedang berlari menyusulnya. Nara berdecak sembari selanjutnya aktivitas berjalannya yang tertunda.
Dengan napas yang tersenggal, ke dua cewek itu merangkul bahu Nara. Si empu pun memelankan jalannya, "kenapa?"
Vanda dan Zoya hanya saling berpandangan. Nara semakin bingung dibuatnya, "Nggak jelas lo pada." ujarnya melepas rangkulan itu. Ia kembali mempercepat langkahnya, atau bisa dikatakan setengah berlari.
Nara memasuki kelas. Namun lagi-lagi terdengar seorang yang sama memanggilnya.
"Nar lo kenal ke kak Fardhan?"
"Ha?" Sempat cengo gadis itu tak sadar bahwa kedua sahabatnya sudah berdecak kesal. Dengan segera, ia menggelengkan kepalanya cepat, "Nggak. Cuma tadi dia bantuin gue aja sih."
Kali ini bukan Nara yang mematung. Tetapi kedua sahabatnya yang mendengar sebuah pengakuan dari Nara. Bahkan otaknya seakan lamban itu berfikir, "lo seri-us?" tanya Zoya kemudian. Walau dengan ketidakpercayaan nya pada Nara, ia tadi sempat melihat sendiri bahwa gadis itu berdekatan dengan Fardhan. Ketua osis SMA JAYA SAKTI.
"Memangnya kenapa?"
Alih-alih menjawab, Zoya malah terbengong. Bagaimana tidak jika ia sedikit tahu tentang Fardhan. Cowok yang sudah beredar rumornya bahwa ia dingin kepada semua perempuan, kecuali satu. Seorang yang pernah hadir dalam hidupnya di masa lalu. Dan Zoya tahu karena kakaknya salah satu teman dari Fardhan. Gadis itu sedikit tak yakin mengapa bisa seorang seperti Fardhan akan mendekati sahabatnya dengan mudahnya?
"Zoy?"
"Ehh nggak apa-apa kok. Cuma gue heran aja sih." sahutnya berpura-pura tak tahu. Tidak mungkin juga ia mengatakannya sekarang, sebab praduga tersebut belum tentu nyata adanya.
"Aneh emang sih lo."
Nara hanya geleng-geleng kepala. Hanya tentang kakak kelas yang menolongnya bukan sesuatu yang buruk. Jadi untuk apa dipusingkan olehnya?
***
Gadis itu sedang berdiri di depan balkon kamarnya. Hembusan angin sore menerpa wajah cantiknya. Ia tersenyum samar. Gadis yang sangat menyukai saat senja.
Namun tak berselang lama, ia kembali ke dalam kamar untuk mengambil ponselnya. Entah berapa banyak foto senja yang sudah diabadikannya, ia tak pernah bosan.
Drrrttt... Drtttt...
"Kak Levi?"
Dengan penuh semangat Nara menjawab video call dari kakaknya, "Hai kak..", sapanya melambaikan tangan ke depan layar ponsel.
Disebrang sana juga terlihat perempuan manis yang sedang tersenyum. Levi, kakak dari Keynara itu memang tak tinggal bersamanya. Sejak lima tahun lalu ia tinggal di Inggris untuk menemani neneknya. Levi juga beberapa kali kembali ke Indonesia untuk sekedar berlibur. Atau terkadang juga sebaliknya, Nara lah yang sering berlibur kesana bersama kedua orang tuanya juga.
"Kak Lev apa kabar?" Nara sudah berjalan ke atas kasurnya. Ia menidurkan tubuhnya dalam posisi tengkurap dengan earphone yang menyumpal telinga.
"Baik kok. Lo sendiri gimana, Nar? Gue kangen loh." ujarnya membuat Nara tersenyum.
"Baik kak. Tadi gue pas hari pertama sekolah juga oke oke aja sih. Makan gue seneng karena suasana baru." jelasnya sembari tertawa ringat. Ia bahkan nampak sedang mengingat-ingat apa yang terjadi padanya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Choice [Completed]
Teen FictionSelalu ada balasan di setiap luka yang kau buat. Sadar ataupun tidak, kita hanya mementingkan keinginan diri tanpa memikirkan rasa orang lain. Atau mungkin saja kita mengorbankan suatu untuk hal yang mungkin tak ditakdirkan Tuhan supaya kita miliki...