Sekali saja aku ingin bersikap egois. Menarik mu lalu memiliki mu seutuhnya untuk ku, apa aku boleh begitu?
***
Sesekali cinta harus di ujikan. Agar para insan yang sedang terjerat karenanya sadar bahwa tak selamanya ada yang abadi. Ada luka juga duka. Semua hadir dalam porsinya masing-masing.
'Harusnya' dan 'seandainya'.
Kata yang seringkali di ucap pada sebuah kenyataan yang tak diinginkan. Mendamba pada Tuhan agar mengizinkan semesta berpihak kepadanya. Pada insan-insan yang terbelenggu pada dunia antara gelap dan seberkas cahaya.
"Kak Far—dhan?"
Yang di panggil mengangguk. Tersenyum sembari mengulurkan tangan melambai agar gadis itu mendekat. Rindu. Luka. Dan bahagia dalam waktu bersamaan. Fardhan bersyukur Tuhan masih memberinya kesempatan untuk berada disini.
"Kamu nggak kangen aku?"
Suara itu...
Gadis bermanik cokelat itu mendekat dengan langkah kaku. Tidak percaya apa yang sedang di lihatnya saat ini.
Fardhan terkekeh. Menyadarkan keterpakuannya yang diambang batas. Detak jantungnya menggila. "Aku disini buat kamu, Nar." ujarnya.
Nara menggeleng membuat cowok itu keheranan. Untuk dia? Apakah FardhaApa gatakannya secara sadar?
"Kak—"
"Nar, aku minta maaf sama kamu."
Hening.
Nara mengedipkan kedua bola matanya. Ia kemudian berujar, "aku seneng kakak bisa sadar. Aku— aku sebenernya mau datang waktu itu."
"Nar..."
"Coba aja kakak nggak usah jemput aku pasti kakak nggak bakalan di rawat di rumah sakit ini." Nara kembali bersuara. Nadanya pun kian parau.
Fardhan menghela napas panjang. Ini bukan salah gadis itu. Ini salahnya. Ia membuat gadis itu terbelenggu oleh perasaan yang menyiksanya. Terjebak diantara-orang yang belum sempat menuntaskan masa lalu. Terbayang oleh keinginannya sendiri. Egois!
"Tapi—" Nara berkedip, ia menjatuhkan setetes air mata yang membasahi punggung tangan Fardhan. "Aku ngerti kalau kakak mungkin nggak bisa lupa sama kak Levi sepenuhnya saat ini."
Jleb.
Apa sedalam ini Fardhan menggores hatinya?
"Nar, apa kamu nggak denger rekaman suara ku?" Fardhan bertanya. Nara hanya mengangguk seadanya.
Iya dia mendengarnya. Pengakuan cinta yang dikatakan oleh pujaannya. Terdengar tulus, tapi entah mengapa Nara merasa ada sesuatu yang membatasi dirinya?
Dirinya... Merasa terlalu sakit untuk menerima semua kenyataan secara mendalam.
"Nara..." Fardhan menyentuh punggung tangan rapuh itu. Ia mengusapnya saat si empu hanya menatapnya kosong. "Kamu apa kabar?"
"Hah?"
Fardhan terkekeh. Ia mengusap lembut surai gadis itu.
"Kak aku— aku boleh tanya sesuatu?" Fardhan mengangguk. Ia tersenyum saat Nara menatapnya dengan berbagai macam rasa yang menggebu di dalam sana.
"Kamu mau tanya apa?"
Hening sesaat.
"Apa aku bisa percaya sama pengakuan cinta yang kakak kasih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Choice [Completed]
Teen FictionSelalu ada balasan di setiap luka yang kau buat. Sadar ataupun tidak, kita hanya mementingkan keinginan diri tanpa memikirkan rasa orang lain. Atau mungkin saja kita mengorbankan suatu untuk hal yang mungkin tak ditakdirkan Tuhan supaya kita miliki...