Dilukai oleh mu membuat ku sakit. Namun melihat mu terluka adalah kesakitan yang teramat dalam untuk ku.
-Keynara-***
Gadis itu meringkuk di pilar untuk menutupi tubuhnya. Sudah cukup kenyataan yang ia terima hari ini. Dirinya sama sekali tak menyangka bahwa cinta pertamanya akan sesakit ini. Mencintai seorang yang tengah mengharapkan orang lain. Menjalani hari-hari bersama namun terikat oleh bayang-bayang masa lalu.
"Lo tega sama gue kak. Lo jahat!" Menangis adalah satu-satunya jalan yang ia pilih. Walau tidak menyelesaikan masalah, namun setidaknya rasa sesaknya sedikit berkurang.
Matanya mulai membengkak. Namun, ia sama sekali tak berniat untuk pulang. Matahari pulang mulai tenggelam. Menghadirkan begitu indahnya senja.
"Kenapa baru sekarang gue sadar kalau lo cuma main-main, kak?" Nara memukuli lantai dengan tangan menggenggam. Batu besar seolah baru saja menghantamnya. "Kenapa kak..."
Nara bergeming sesaat. Lalu menghapus kasar air matanya. Ia kemudian bangkit dan sedikit berlari menuju gerbang sekolah.
"Awww..."
Kakinya juga tak mendukung. Beberapa kali ia terjatuh hingga membuat luka di lutut dan sikuknya. Tapi itu semua tak terasa. Ada yang lebih pedih dari luka yang berdarah saat ini.
Saat ia hendak berdiri. Tiba-tiba ada uluran tangan yang hendak membantunya. Ia pun mendongak.
"Kamu dari mana aja? Aku cari dari tadi—"
Nara menepis tangan kekar itu. Ia berdiri walau ringisan keluar dari bibir mungilnya.
"Nar kamu kenapa? Ayo kita pul—"
Gadis itu menggeleng cepat. Ia mendorong bahu Fardhan untuk menepi. Masih dengan genangan air mata, ia kembali berlari meninggalkan Fardhan yang kebingungan menatapnya.
Fardhan mengejarnya. Menyejajarkan langkah kakinya dengan sang gadis.
"Kamu kenapa nangis gini? Sapa yang bikin kamu nangis, Nara?" tanya Fardhan dengan nada khawatirnya.
Nara menghentikan langkah kakinya. Ia menatap Fardhan tak percaya. Setelah apa yang dilakukan padanya, cowok itu masih bertanya apa yang sebenarnya membuatnya menangis. Tidakkah dirinya yang harus bertanya mengapa ia begitu tega menjadikan seorang sebagai tumpuan untuk mendapatkan sesuatu? Mengatasnamakan cinta yang sebenarnya tak pernah ada?
"Udah cukup ya, kak. Aku mau pulang sendiri dan lebih baik kakak berhenti ngikuti aku." tegasnya.
Fardhan menghela napas gusar. Ia menggosokkan tangannya ke muka dengan kasar. Benar-benar tak mengerti mengapa gadis itu menangis dan mengabaikannya.
"Nara jelasin dulu kamu kenapa? Siapa yang bikin kamu nangis gini?"
Nara membuang muka. Ia menyeka air matanya yang terus membasahi pipinya. Melihat wajah Fardhan saja cukup membuat Nara terluka.
"Nar, aku mohon kamu jangan nangis gini. Aku ga bisa lihat kamu gini." ujar Fardhan. Berusaha membujuk gadis itu.
Tiba-tiba saja Nara melangkah maju. Ia memeluk erat tubuh tegap kekasihnya. Atau lebih tepatnya hanya ia yang menganggap Fardhan, tidak tahu bagaimana perasaan cowok itu yang sebenarnya.
"Aku sayang kamu, kak."
"Aku juga sayang kamu, Nara. Jadi tolong jangan nangis gini." Fardhan membalas pelukan itu sama eratnya. Tak bisa mendeskripsikan bagaimana perasaannya saat ini. Yang jelas, ia yakin ada sesuatu yang membuat wanitanya menangis seperti saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Choice [Completed]
Teen FictionSelalu ada balasan di setiap luka yang kau buat. Sadar ataupun tidak, kita hanya mementingkan keinginan diri tanpa memikirkan rasa orang lain. Atau mungkin saja kita mengorbankan suatu untuk hal yang mungkin tak ditakdirkan Tuhan supaya kita miliki...