Tolong kembali tanyakan pada hati mu tentang diriku, aku ini hanya sebatas ingin atau butuh mu?
***
Pada dasarnya perasaan manusia selalu saja memiliki pengaruh yang besar dalam hidupnya. Banyak orang yang buta akan perasaan yang begitu menggebu tanpa mau melihat apa yang sebenarnya terjadi. Bukan salah mereka, sebab tak ada cinta yang salah. Cinta adalah anugrah. Hanya saja, cara mereka yang sering kurang tepat dalam menyikapi rasa yang ada.
Cinta juga sangat lucu. Ia bisa membuat seorang begitu merasa bahagia hanya hal sepele. Atau juga sudah tidak waras karena harapannya di buat kecewa oleh orang yang dicintainya.
Seperti halnya Nara, ia sudah senyum-senyum sejak tadi. Bahkan di jam terakhir pelajaran pun ia tak bisa fokus. Fikirannya selalu saja terbayang oleh sosok yang memeluknya di kantin. Entah mengapa, ia merasa bahagia sangat dibutuhkan oleh Fardhan. Gadis itu merasa sangat dibutuhkan oleh pacarnya.
"Nara, kok lo senyum-senyum terus sih kayak orang gila aja." Levi menyindir sembari mengambil novel yang dibaca Nara. Ia tahu adiknya tidak benar-benar membaca, sebab ia kepergok senyum-senyum sendiri di kamarnya. Alhasil, gadis itu menarik novel di sebalahnya lalu membacanya dalam keadaan terbalik.
"Emang lo bisa baca buku gini?" Levi mempraktekkan apa yang baru saja di lakukan.
Nara bedecak kesal, "apaan sih lo kak." ujarnya.
Sang kakak hanya tertawa. Ia tahu apa yang sedang terjadi pada saudaranya ini. Hal itulah yang justru membawanya ke kamar Nara untuk memastikan itu, "Lo beneran suka sama Fardhan?"
"Kenapa?" Nara berbalik tanya. Ia membuat Levi kesulitan menjawab. Bukan apa-apa, ia adalah gadis yang pernah hadir dalam masa lalu pacar dari sang adik.
Levi termenung. Ia sulit mengeluarkan kata-kata yang sudah tercekat di tenggorokannya. Ia tidak ingin Nara disakiti oleh cowok itu. Ia tahu betul bagaimana Fardhan. Ia bahkan tahu bahwa kedekatan yang terjalin antara mantan pacar dengan adiknya hanya untuk dekat dengan dirinya. Rumit. Namun, ia juga tak punya hak apapun untuk melarang mereka dekat.
"Kak?"
Levi terkesiap, "nggak apa-apa sih cuma tanya aja. Hebat dong dia udah rebut hati lo?" pancingnya dengan nada menggoda. Ia ingin memastikan semuanya agar tak ada yang salah dari semuanya. Dari masa lalu nya hingga membuat adiknya berkorban perasaan.
"Apaan sih kak, lo ganggu aja. Urusin tuh kak Darren."
"Ehh apaan bawa-bawa suami gue?"
Nara bergedik, "Apaan lo kebelet banget nikah yah?" sindirnya menggeleng-gelengkan kepala. Levi hanya tertawa sembari melenggang pergi.
"Yehhh malah pergi." cibirnya.
***
Pagi hari ini secerah hati seorang Nara. Dengan senyum mengembang ia menyiapkan sekotak bekal. Dengan sudah payah karena harus bangun lebih awal, ia rela memasak nasi goreng spesial dengan telur ceplok di atasnya.
"Sayang, kamu bikin ini kok cuma dikit sih?"
"Ini cuma buat Nara mama." ujarnya sembari tersenyum ke arah bekal yang siap ditutup.
"Buat pacar kamu?"
"Ehh-" Nara gugup, pasalnya ia sengaja memasak sendiri makanannya demi cowok itu.
"Yaudah gih keluar, kayaknya dia udah nunggin kamu di depan." ujar Sasty. Dengan segera ia menyalimi tangan mamanya, lalu beranjak sembari berlari kecil.
"Assalamualaikum ma."
"Waalaikumsalam, hati-hati sayang."
Nara menoleh, ia tersenyum melambaikan tangannya. Kemudian kembali melanjutkan lari kecilnya untuk segera ke depan. Namun, sesampainya di pintu Nara dibuat terkejut. Ia melihat pacarnya sedang berhadapan dengan kakaknya. Entah apa yang mereka bicarakan, yang pasti suara mereka tak terdengar. Sepertinya percakapan mereka cukup serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Choice [Completed]
Teen FictionSelalu ada balasan di setiap luka yang kau buat. Sadar ataupun tidak, kita hanya mementingkan keinginan diri tanpa memikirkan rasa orang lain. Atau mungkin saja kita mengorbankan suatu untuk hal yang mungkin tak ditakdirkan Tuhan supaya kita miliki...