Desir dalam dada ku kian bergemuruh. Seolah sangat hafal tiap kali berdekatan dengan mu.
***
Gadis bernetra coklat itu sedang menyisir rambut panjang. Ia mengikat sedikit rambutnya kebelakang.
Nara kembali melihat penampilannya dari pantulan cermin besar di kamarnya. Yah, dia sudah merasa cukup untuk pergi melihat pacarnya bertanding sore ini. Tadi cowok itu sudah menghubungi untuk meminta dirinya untuk tidak datang terlambat.
Setelah siap, ia mengambil ransel sedang yang sudah terletak di kasurnya. Tak lupa ia memasukkan iphone nya dalam tas. Ia memakai celana jeans abu-abu dibawah lutut dengan kaos orange kebesaran yang dipadukan dengan sepatu berwarna senada.
Nara keluar dari kamarnya. Ia menuju ke arah dapur karena hendak mengambil sesuatu disana.
"Mau kemana lo?"
"Mau liat kak Fardhan tanding. Mama mana kak?" tanya nya dengan sedikit menoleh ke arah belakang.
Levi melipat tangan di depan pintu kamarnya, "Belom pulang. Lo dianter sapa kesana?"
"Gue naik taksi aja tadi udah pesen." ujarnya sembari melanjutkan jalannya yang sempat tentunda. Menuruni dua pijakan anak tangga, ia kembali menoleh. "Oh iyah, nanti bilang juga ke mama." sambungnya.
"Hm"
Setelah itu, Nara benar-benar sudah turun. Ia sangat semangat untuk melihat pacarnya bermain basket.
***
Hari yang ditunggu telah tiba. Suasana pun sudah cukup ramai walau acara masih satu jam lagi akan di mulai. Ada beberapa stand yang sudah buka untuk menjual beberapa jenis jajanan untuk dinikmati sembari menonton pertandingan.
Pertandingan basket yang selalu diadakan pertahun ini memang menyita banyak perhatian kalangan para siswa. Karena selain melihat pertandingan, pihak sekolah yang menjadi tuan rumah menyediakan beberapa stand khusus untuk berjualan selama pertandingan. Dan tuan rumah kali ini ialah SMA JAYA SAKTI.
"Nunggu siapa lo, kapten?"
"Ganggu aja lo." sahut Fardhan membuat kedua sahabatnya tertawa renyah.
Mereka duduk di samping Fardhan. Randi menepuk bahu Fardhan hingga membuat si empu menoleh ke arahnya, "Lo udah beneran suka sama Nara yah? Kalau gue perhatiin sih, lo udah mulai terbuka sama dia. Cuma yah gitu,"
"Cuma apa?"
Naren berdecak. "Lo emang goblok yang sok pinter ternyata yah?" ujarnya tanpa merasa bersalah.
"Maksudnya tuh lo masih nggak mau ngakui sama diri lo sendiri kalau lo suka sama dia. Lagipula nih apa salahnya kalau lo emang suka sama Nara, dia baik, cantik, bodynya yahh bo—"
Pletak!
"Sakit peak." ringis Naren.
Fardhan mengedikkan bahunya acuh, "Salah lo sendiri ngomong nggak pakek disaring." sinisnya.
"Emang saringan buat mulut ada?"
Fardhan mendengus. Randi tertawa sembari mengumpat dengan tulus, 'bego'. Mereka tak mungkin percaya dengan semua ucapan serius dari mulut Naren karena ujung-ujungnya lelaki itu tetap bertingkah seperti orang waras. Alias rada gila.
"Emang ada yang salah?"
"Ada."
"Apa?" tanya Naren antusias.
"OTAK LO!"
Naren menganga mendengar jawaban kedua sahabatnya. Kemudian ia mendengus pura-pura ngambek dengan mengkerucutkan bibirnya. Hingga tak selang beberapa lama ia beranjak berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Choice [Completed]
Teen FictionSelalu ada balasan di setiap luka yang kau buat. Sadar ataupun tidak, kita hanya mementingkan keinginan diri tanpa memikirkan rasa orang lain. Atau mungkin saja kita mengorbankan suatu untuk hal yang mungkin tak ditakdirkan Tuhan supaya kita miliki...