Fardhan sudah kembali ke rumah. Keadaannya jauh dari kata baik-baik saja. Wajahnya berantakan, bajunya apalagi. Tak ada seragam yang rapi. Semua kacau seperti hatinya yang kelabu.
Kehilangan sudah menghantuinya. Bersalah, itulah yang saat ini dirinya rasakan. Mungkin hatinya tak akan sesakit ini jika ia tak jatuh hati pada gadis itu. Namun sayang, takdir sedang menghukumnya karena telah membuat seolah tersakiti. Terlebih saat ia menyadari bahwa hatinya telah berlabuh. Sakit semakin menusuk batinnya.
"Kamu dari mana aja? Mama telfon dari tadi nggak di angkat-angkat. Mama chat juga—"
"Fardhan capek ma. Fardhan mau tidur dulu ya." Cowok itu mencium pipi mamanya singkat. Berlalu meninggalkan Fena yang menghela napas panjangnya.
Mungkin berantem sama gadis itu...
"Fardhan Fardhan, kenapa sih kamu nggak mau mengakui perasaan sendiri?" gumam Fena.
***
Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Namun matanya sama sekali tak bisa terpejam. Rasa kantuk sesekali datang, namun setelah matanya terpejam ia justru merasa rasa itu hilang. Terganti oleh bayang-bayang sedang apa gadisnya disana.
Fardhan mengambil ponselnya. Ia mengecek notifikasi spesial yang dahulu sering muncul. Kali ini tidak. Sepertinya gadis itu benar-benar menjauhinya.
Nar... Kamu kemana sih? Fardhan benar-benar tak bisa tidur. Ia sudah mengganti posisi tidurnya namun lagi-lagi tak ia temukan rasa nyaman.
"Arghhh....!!!" geramnya. "Kenapa gue bego banget sih?!" Fardhan mengacak rambutnya frustasi. Ia segera beranjak dari kasurnya. Menatap pantulan dirinya di hadapan cermin.
"Nar, aku kangen kamu."
Lingkar hitam dibawah matanya semakin jelas. Wajahnya tampak semakin kusam dengan hilangnya senyum manis yang dimiliki. Betapa ia merasa sangat tidak karuan saat ini.
"Nar, maafin aku. Aku tahu aku salah udah jadiin kamu pelampiasan aku. Tapi aku benaran sayang sama kamu sekarang!"
Prang!
Suara pecahan kaca menggema di indra pendengarannya sendiri. Emosinya seringkali tidak stabil akhir-akhir ini. Pikirannya buntu. Hatinya hancur dan pilu.
"Arghhhh!!!!" Fardhan mengerang. Napasnya memburu. Seketika sekelabat memori menyerang otaknya. Semakin menghancurkan dari dalam.
Cowok itu meraih ponselnya. Tidak peduli darah bercucuran dari tangannya. Itu akan sembuh sendiri, pikirnya.
Tut... Tut... Tut...
Senyap.
Tut... Tut... Tut...
Tak ada jawaban. Seberapa banyak pun dirinya mencoba gadis itu tak akan pernah kembali. Ia merasa pantas dibenci, dihindari. Tapi bolehkah sekali saja Fardhan menunjukkan bahwa ia begitu mencintai gadisnya saat ini?
AksaRafardhan : Nar, kamu udah tidur belum? Aku belum.
AksaRafardhan : Aku nggak bisa tidur karena kangen kamu. Kamu harus tanggung jawab dong.
AksaRafardhan : Kamu udah tidur ya, sayang? Good night babe:* missyou:)
"Kamu tetep nggak mau bales pesan aku ya, sayang? Padahal aku kangen kamu." ucap pada dirinya sendiri.
Fardhan meremas ponselnya kuat. Berharap semua pesannya mendapat respon dari si empu. Ia terus berharap Nara akan merasakan perasaannya kepada gadis itu. Bahwa ia telah begitu menyesal telah menyia-nyiakan berlian.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Choice [Completed]
Teen FictionSelalu ada balasan di setiap luka yang kau buat. Sadar ataupun tidak, kita hanya mementingkan keinginan diri tanpa memikirkan rasa orang lain. Atau mungkin saja kita mengorbankan suatu untuk hal yang mungkin tak ditakdirkan Tuhan supaya kita miliki...