Cinta memang bisa merubah segalanya. Sadar atau tidak kita dapat berubah karena cinta. Atau cinta yang merubah kita. Entah itu untuk kebahagiaan bersama, sepihak, atau justru kesedihan yang menjebak setiap insan yang terjun ke dalamnya.
Seperti halnya Fardhan yang tengah dirutuk oleh kebodohannya sendiri. Mencintai seorang yang jelas tak mencintainya. Mengharapkan seorang yang meninggalkan bahkan sudah dimiliki orang lain. Seolah tak peduli dengan peringatan orang lain bahwa ia tak seharusnya menghukum diri. Menyiksa raga dan batin dengan hal yang tak mungkin kembali. Mencoba mencari kesempatan walau sudah jelas ia tak pernah lagi di harapkan.
Sakit? Jelas saja ia sangat sakit. Atau bahkan bisa disebut ia sangat depresi. Setelah menjalin hubungan cukup lama dengan orang yang dicintainya, ia harus merelakannya. Membiarkan gadis itu memilih yang lain dibandingkan dirinya. Mana mungkin ada seorang yang baik-baik saja jika ditinggalkan? Kehilangan memang selalu menyakitkan bagi seorang yang mengalaminya.
Laki-laki itu pun mulai menjalani hidupnya yang hampa. Ia berusaha menenangkan dirinya sendiri dari amarah yang selalu membucah setiap kali mengingat kejadian pengkhiatan itu. Hingga suatu hari ia bertemu dengan sang adik dari mantan tercintanya. Hal yang hendak ia lupakan kembali menguap. Ia mencoba mendekatinya dan berharap ada cela untuknya kembali masuk ke ruang hati sang kakak.
Namun perkiraannya salah. Karena Fardhan justru terjebak dengan perasaannya sendiri. Ia mulai terbiasa dengan Nara. Dan harus dirinya akui, saat ini ia benar-benar tak tega jika suatu saat gadis itu tahu. Walaupun alasan klisenya hanya sebatas rasa kasihan. Terlebih mengingat bahwa gadis itu sangat baik dan perhatian kepadanya.
Drttt... Drttt...
Lamunannya terpecah. Ia menoleh ke arah samping yang bergetar. Nama gadis yang sedang di pikirkan nya menelfonnya. Ia pun segera mengangkatnya.
Hallo kak?
Iya?
Gimana udah di kompres lebamnya? Jangan lupa yah,
Cuma itu?
Maksudya kak?
Fardhan menggeleng. Sudut bibirnya tertarik ke atas hingga terbentuk senyuman tipis. Ini yang membuat cowok itu gelisah, karena Nara selalu perhatian dengannya walaupun ia sudah menyakiti hatinya.
Ia kembali menggeleng. Tidak, tidak, Fardhan tidak ingin egois dengan terus memberi harapan palsu. Ia harus tegas.
Kak Fardhan? Yuhuu kakak masih disana?
Kak...
Klik.
Fardhan langsung mematikan sambungan sepihak. Ia memejamkan mata. Perlahan rasa bersalah semakin menusuk jantungnya. Seolah menikam karena telah mematikan perasaan gadis lain yang mencintainya tulus.
Cowok itu beranjak dari kasurnya. Membiarkan ponselnya tergelatak begitu saja dengan Nara yang kembali menelfonnya.
"Arggghhh!!!"
"Kenapa gue jadi nggak tega gini sama dia? Harusnya yang gue lakuin sekarang itu merebut Bunga lagi." erangnya. Ia mengacak rambutnya frustasi.
"Iya gue harus bisa sama Bunga lagi." ulangnya.
***
Di lain tempat Nara sempat mengernyit bingung melihat ponselnya yang tiba-tiba terputus sambungan. Tidak biasanya Fardhan mematikannya tanpa izin terlabih dahulu. Ini sangat aneh menurutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Choice [Completed]
Teen FictionSelalu ada balasan di setiap luka yang kau buat. Sadar ataupun tidak, kita hanya mementingkan keinginan diri tanpa memikirkan rasa orang lain. Atau mungkin saja kita mengorbankan suatu untuk hal yang mungkin tak ditakdirkan Tuhan supaya kita miliki...