CHAPTER I: The Fortunate Orphans

147 27 30
                                    

Orang-orang selalu mengaitkan anak yatim piatu dengan kemalangan, kesengsaraan, keterpurukan, namun tidak demikian bagi kedua kakak-beradik yang satu ini. Mereka berhasil mengalahkan nasib. Hanya saja, kakak-beradik yang satu ini mengalahkan nasib buruk terlalu hebat! Mereka tergolong sangat sukses, sampai-sampai kesuksesan mereka menarik banyak perhatian.

Mereka tinggal di sebuah perumahan mewah, The Amethyst; di sebuah properti probadi yang jauh dari para tetangga. Terdapat pantai di belakang rumah mereka, yang hanya perlu menempuh sekitar lima belas meter untuk sampai di sana. Rumahnya tidak terlalu besar namun berperabot lengkap dan mewah. Lokasinya strategis walaupun agak terkucilkan dari tetangga tetapi memiliki nuansa yang tenang, nyaman dan elegan.

Seperti biasanya, orang-orang cenderung mendesas-desuskan kesuksesan orang lain, apalagi kesuksesan sepasang anak yang yatim piatu sejak kecil. Ada banyak rumor yang tersebar di antara tetangga-tetangga. Ada yang mengatakan, "Orang tua mereka masih hidup. Mereka kaya-raya namun sudah berpisah. Syukurlah mereka masih mau menghidupi anak-anak mereka. Beberapa  orang pesimis berkata: "Kedua anak itu adalah koruptor!" Tentu saja tanpa memilki bukti yang jelas. Bahkan, seorang pria yang mengaku paranormal berkata: "Orang tua mereka adalah hantu gentayangan dan mereka tinggal bersama anak-anak itu. Orang tua merekalah yang memberi mereka kekayaan melalui dunia lain."

Dan yang paling tragis adalah seorang wanita yang sudah setengah gila. Wanita itu memiliki luka goresan dan punggunya berbentuk 'R'. Ia pernah berkata ketika melihat si sulung, "Kamu... ada sesuatu tentangmu yang mengingatkanku tentang kejadian tiga belas tahun yang lalu... sebelum Bank Hawkins diserang. Ya... tidak salah lagi! Aku mengenal baik sorot mata itu! Tak salah lagi! kau ada di sana saat kejadian itu!" Lalu wanita itu mulai mengamuk dan meronta-ronta, sebelum petugas medis datang menenangkannya. Wanita yang malang. Trauma telah merusak otaknya.

Tidak mungkin apa yang dikatakan wanita itu benar. Saat Bank Hawkins diserang, si sulung, Edward baru berusia delapan tahun. Sedangkan si bungsu, Ryan, baru berusia dua tahun.

Ya... Begitulah rumor-rumor yang tersebar tentang mereka. Broken home bersaudara, koruptor-koruptor cilik, anak asuh hantu gentayangan, atau seorang teroris legendaris; tidak ada yang tahu pasti tentang mereka. Semua itu masih sebuah misteri. Namun, anehnya, hidup mereka terlalu normal untuk dijadikan sebuah misteri. Edward adalah seorang kakak yang pekerja keras dan penyayang, sementara adiknya seorang yang cuek dan pendiam.

~~~~~~~~

Pukul 08.30 A.M, dan kamar tidur utama masih gelap gulita. Tanda bahwa siapa pun penghuninya masih tertidur lelap. "Ring........" Dari dalam kamar terdengar bunyi jam alarm, jam alarm yang sudah berkali-kali berdering. Namun, lagi-lagi, untuk yang kedua belas kalinya, Edward menekan tombol snooze. Jam Alarm yang malang, bak seseorang yang ditolak cintanya, niat baik jam alarm itu untuk membangunkannya tepat waktu ditolak lagi dan lagi. Tidak salah lagi, Edward sedang menikmati cuti kerja. Dan cuti kerja berarti ia dapat tidur sampai puas.

Sebaliknya, berseberangan dari kamar Edward adalah kamar si bungsu, Ryan. Kamar itu terang benderang sejak dua jam yang lalu. Itu karena penghuninya sudah lama terjaga . Ryan sudah mandi dan berpakaian untuk menghadiri pertemuan orang tua murid dan guru di sekolahnya. Mengingat Ryan adalah seorang yatim-piatu, maka kakaknyalah yang seharusnya menggantikan orang tuanya. Yup, kakak laki-lakinya yang masih tertidur pulas di kamar sebelah.

Ryan mengambil sisir  dan menyisir rambutnya yang panjang, hitam, dan acak-acakan karena baru selesai mandi. Ia tidak memakan banyak waktu di depan cermin. Ia membiarkan rambutnya agak berantakan mungkin karena malas ataukah ia hanya tidak peduli. Namun, rambut yang agak acak-acakan entah bagaimana cocok dengan penampilannya. Ia tidak terlihat berantakan malahan menarik. Ia memiliki ciri orang oriental. Ia memiliki sepasang mata yang sipit. Tatapannya dingin namun tenang. Wajah yang tirus, hidung yang agak mancung dan alis tipisnya berpadu dengan model rambutnya; menunjukkan tipikal gaya emo. Cara berpakaiannya menunjukkan sedikit kepribadiaannya; A boy who prefers comfort over looks (seorang yang lebih memilih kenyamanan daripada penampilan). Ryan mengenakan jaket hitam polos yang berbahan ringan dan kaos putih polos sebagai dalaman; diikuti dengan celana semi jeans hitam dan sepatu All-Star.Untuk orang Asia, ia tergolong berbadan tinggi. Satu-satunya yang tidak nampak seperti orang Asia dari dirinya adalah mata birunya yang mencolok. 

[HIATUS]Deus Caritas Est (DCE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang