CHAPTER XVI: The Descendant

15 3 0
                                    

That afternoon... At St. Augustine Senior Highschool... Before Ryan was visited by Mr. Ryuuga

Suasana kelas hening total. Tidak satu pun bunyi yang terdengar; tidak suara decitan spidol yang beradu dengan papan tulis, tidak suara murid-murid yang sedang mengobrol di kelas, tidak suara guru yang mengajar, bahkan helaan napas pun tidak terdengar. Padahal murid-murid memenuhi kelas tersebut, dan Ms. Wilson nampak sedang mengajar.

Rachel sedang berdiri di depan kelas, menghadap teman-temannya. Ia menggenggam sebuah recorder di tangannya dan menarik napas tanpa bersuara. Matanya terpenjam penuh penghayatan. Lambat-lambat, ia mendekatkan recorder itu ke bibirnya. Ms. Wilson mengambil ancang-ancang F cress minor pada tuts piano sambil menunggu Rachel meniup recordernya.

Mungkin, ini yang membuat kelas dalam keadaan hening total. Kolaborasi antara permainan piano Ms. Wilson yang dapat memanipulasi suasana, berpadu dengan suara lembut recorder Rachel setara dengan konser instrumental berkelas. Bahkan mereka yang memiliki selera musik yang tidak sesuai dengan lantunan melodis pun bisa terhipnotis oleh Rachel dan Ms. Wilson.

Mereka akan mulai bermain, dalam 3... 2... 1...

*Brakk!

Alih-alih, mendengar lantunan musik, seseorang malah menghasilkan bunyi tabrakan di pintu kelas.

"Ouch! ..." Pekik sosok yang menabrak pintu. Ia membuka pintu perlahan, dan memasuki kelas tanpa perasaan bersalah. Corak merah masih nampak di keningnya akibat tadi beradu dengan pintu kayu.

"Selamat siang, Ms. Wilson! Maaf, saya terlambat." Ricky menundukkan kepalanya di hadapan Ms. Wilson yang tengah bertolak pinggang. Rachel menirukan gaya Ms. Wilson.

"Well, Ricky..." Tegur Ms. Wilson, "karena kau nampaknya sudah handal di bidang seni sampai-sampai tidak perlu datang tepat waktu, mungkin kau ingin menyumbangkan sebuah lagu pada kelasmu?" Ucapnya sarkastik.

"Tidak!" Jerit Ricky, Rachel dan seluruh murid kelas itu bersamaan. Ricky karena ia tidak suka pelajaran kesenian; Rachel karena ia tidak jadi berduet dengan gurunya; dan seluruh isi kelas, semata-mata hanya karena mereka melewatkan penampilan yang dinanti-nantikan; dan lagi,  permainan music Ricky payah!

"Ya sudah. Kalian boleh duduk." Desah Ms. Wilson resah. "Kita sudah kehabisan banyak waktu."

Rachel menatap sinis adik laki-lakinya. Tanpa berkata-kata, sebuah pesan sudah tersampaikan oleh tatapan mata itu: Aku akan membunuhmu!

Ricky hanya bisa menjatuhkan kepalanya sambil meringis. Mati aku! Serunya dalam hati.

Sekonyong-konyong, Rachel menjewer telinga Ricky sampai ke bangku mereka yang bersebelahan; tanpa peduli diperhatikan seluruh kelas. Ms. Wilson sekalipun nampak terbiasa dengan pemandangan itu. Setelah mereka duduk, Rachel memindahkan jeweran tadi menjadi cubitan di pinggang. Ricky menggeram menahan sakitnya hingga setetes air mata jatuh dari matanya.

"Dari mana saja kau?! Kenapa lama sekali?" Tanya Rachel gusar.

"D-dengarkan aku dulu! Tolong lepaskan cubitanmu, Perih!" Pinta Ricky setengah memohon. Rachel menuruti permintaannya.

"Tadi aku bertemu dengan Scream di jalan!" Lanjutnya.

"Apa?!" Respon Rachel terkejut. "A-apa yang dia lakukan? Apakah dia membuat ulah?"

"Tidak. Sebaliknya, ia terlihat aneh. Scream mengenakan kemeja, Rachel! Sebuah Kemeja! Can't you believe that!" Jelas Ricky bersemangat. "Dan lagi, aku melihatnya memegang serangkai bunga violet!"

"Bunga violet?! Memangnya Scream ingin berkencan?" Rachel merasa seperti ingin muntah hanya dengan membayangkannya. "Apa kau tahu ke mana ia pergi?"

[HIATUS]Deus Caritas Est (DCE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang