Hai, ketemu lagi sama Unfairness di hari Senin yang cerah ini wkwk
Jangan lupa kasih vitamin buat gue berupa vote sama komentarnya yaa
Happy reading!!
"Kenapa gak jalin hubungan yang jelas sama orang yang selama ini ada kapanpun lo butuh, bahkan tanpa lo butuh pun dia ada dan selalu ada buat lo?"
***
"Fay." Panggil Kara pandangannya masih tertuju pada Aruna dan Kai yang berjalan berdampingan di depan sana.
Fay menoleh. Menatap cowok yang sedang menatap kepergian pacarnya bersama Kai.
"Pura-pura jadi Aruna yah hari ini, gue udah tanggung pamer sama temen-temen gue mau bawa Aruna." pinta Kara.
Ternyata selain Aruna yang pandai bermain sandiwara ia memiliki pacar yang konyol. Heran juga kenapa Hana betah sahabatan dengan cowok super tidak peka dan super tolol ini.
"Satu jam aja."
Fay hanya geleng-geleng kepala. "Gila kali ya lo." dengusnya sambil melengos.
"Fay gue anter pulang." ujar Alvin yang baru saja sampai di hadapan Fay setelah berlari dari ujung koridor kelas XI IPA.
Hening.
"Yaudah, Hana aja." Kara sempat mendelik pada Fay. "Hana pasti gak bakalan nolak apapun yang gue minta."
Heran juga kenapa Kara malah menyindirnya? Sudahlah. Cowok super tidak peka dan tolol itu tidak perlu untuk ia tanggapi.
"Kai yang nyuruh lo?" sebenarnya tanpa Fay bertanya pun ia tahu jawabannya pasti iya. Tidak mungkin Alvin mau berbaik hati mengantarnya gratisan. Kai pasti memintanya dengan iming-iming sesuatu.
"Katanya dia bakalan bantuin gue akrab sama seseorang." Alvin nyengir. Ada binar kebahagiaan di wajah cowok bermuka sangar ini.
Tidak salah lagi, Alvin pasti sedang jatuh cinta.
"Vin, lo lagi naksir sama seseorang?"
Alvin mengangguk sambil mengulum senyum. "Dia sekelas sama Kai." Cowok itu menolehkan kepalanya pada kelas Kai yang sudah kosong itu. Senyumnya masih bertahan di wajahnya.
"Siapa?" Fay penasaran cewek mana yang bisa membuat seorang Alvin jatuh cinta.
"Lo pasti kaget." Alvin lagi-lagi nyengir. "Hana."
Fay menghentikan langkahnya. "Serius? Hana!" Fay tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Serius lo suka sama Hana?!"
"Sejauh ini cuma dia yang bisa buat hati gue tergerak." Alvin memegangi dadanya. "Saat gue lihat dia, gue seperti lagi naik roller coaster. Kadang gue mendadak kayak orang lumpuh. Kadang gue kayak orang dungu yang gak tahu apa-apa. Kadang gue kayak tuna rungu, gak denger apapun di sekeliling gue. Dan yang lebih menyenangkan itu saat gue ngerasain kalau hati gue kayak cagar alam, hewan-hewan berlarian kesana kemari. Kalau orang lain bilang butterfly syndrome."
Fay takjub dengan apa yang dikatakan Alvin. Wajah sangarnya ternyata menyembunyikan sifatnya yang puitis selama ini.
"Vin, lo kenapa masuk IPS?"
Alvin awalnya terlihat tidak mengerti kenapa Fay tiba-tiba bertanya seperti itu, mengalihkan percakapan kah? Mengabaikan pikirannya iya pun menjawab. "Karena emang basic gue di IPS, kalau masuk IPA yang gak sesuai sama kemampuan gue kan daripada nanti ketinggalan mending masuk yang emang gue bisa. Kenapa harus maksain sama sesuatu yang emang gak sesuai sama kita cuma karena ngejar tren kalau anak IPA lebih pinter. Kenapa lo tiba-tiba nanya itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unfairness (SELESAI)
أدب المراهقين"Gue suka sama lo." Fay menatap datar pria yang saat ini berdiri di samping bangkunya. "Gue suka sama lo." ucap Kai untuk yang kedua kalinya dengan suara yang lebih keras dari sebelumnya. Membuat perhatian teman sekelas Fay langsung tertuju padanya...