LIMA - "Hana Fabiyan"

261 30 10
                                    


"Setiap orang punya caranya sendiri untuk menunjukan rasa sayang dan perhatiannya. Aku gak masalah dengan cara perhatian ibu yang kayak gitu."

***

Tepat pukul enam sore Hana baru menginjakkan kaki ke rumahnya. Rumah yang setahun yang lalu menjadi tujuan utama dan alasannya menunggu-nunggu bel pulang sekolah berbunyi. Alasannya kadang-kadang menolak ajakan teman-teman untuk pergi ke bioskop, nongkrong di café yang sedang hits, belanja, atau memburu kuliner kekinian.

Itu dulu.

Iya, setahun yang lalu.

Sebelum sesuatu terjadi. Orang tuanya bercerai, padahal sebelumnya mereka bedua selalu terlihat seakan-akan baik-baik saja. Bahkan Hana tidak pernah mendengar mereka berdua saling adu mulut atau kelihatan sedang bertengkar. Mereka selalu terlihat baik-baik saja dengan senyuman di wajah keduanya. Bahkan mereka tidak pernah absen sarapan dan makan malam bersama layaknya keluarga bahagia yang tidak memiliki masalah apapun.

Waktu itu Hana tidak mengetahui alasan perceraian orang tuanya meskipun ibunya selalu mengatakan bahwa alasan perceraiannya dengan ayah karena mereka sudah tidak cocok lagi. Hana rasa itu tidak masuk akal. Jika memang alasan perceraian mereka karena hal itu, kenapa tidak dari awal saja mereka berpisah. Karena ketidak cocokkan tidak akan muncul begitu saja setelah sekian lama. Ia yakin selama 19 tahun usia pernikahan ayah dan ibunya itu mulanya berasal dari ketidak cocokkan dan bertahan karena sudah merasa cocok dan nyaman satu sama lainnya.

Singkat cerita. Begitulah alasan yang orang tua Hana katakan padanya perihal alasan mereka bercerai.

Tidak cocok?

Mereka bahkan bukan remaja lagi sehingga menyebutkan alasan itu untuk sebuah perpisahan.

Sampai tiba suatu malam setelah satu tahun bercerai dengan ibu, ayahnya menghubunginya. Laki-laki yang selama lima belas tahun hidupnya selalu Hana jadikan pedoman, selalu ia jadikan inspirasi itu mengajaknya makan di salah satu restoran berbintang. Hana sudah kelewat senang. Bagaimana tidak? Hampir satu tahun ia tidak bertemu dengan ayahnya tiba-tiba saja ayahnya ingin bertemu dengannya. Ia kira ayahnya ingin berduaan dengannya. Kenyataannya dia ingin mengenalkan istri baru dan anaknya yang baru berusia dua tahun.

Saat itulah Hana mengetahui alasan orang tuanya bercerai.

Ayahnya berselingkuh.

Karena ternyata selama ini ayahnya memiliki perempuan lain bahkan menikah siri secara diam-diam sejak tiga tahun lalu dan mempunyai seorang anak.

Malam itu Hana mau tidak mau harus bersikap baik-baik saja saat ayahnya mengenalkan ibu tiri dan adik tirinya. Walaupun hatinya terasa seperti dicabik-cabik.

Kembali kemasa sekarang di mana Hana baru saja pulang dan meletakan sepatunya pada rak sepatu di samping pintu.

Hana menatap ibunya yang sedang duduk memunggunginya di depan televisi yang sedang menyala. Bahkan seminggu sebelum kedua orang tuanya berpisah Hana masih melihat keduanya duduk berdua di depan televisi sambil saling merangkul satu sama lainnya. Kedua orang tuanya terlihat baik-baik saja saat itu. Hana yang kurang peka terhadap keadaan di sekitarnya dan selalu berpikiran bahwa semuanya baik-baik saja. Atau karena ayah dan ibunya terlampau baik dalam hal sandiwara sehingga Hana tidak menyadari tanda bahaya perceraian kedua orang tuanya.

"Sudah pulang." Ibunya yang sedang menonton televisi berbalik menatap Hana yang sedang melihatnya dari ambang pintu.

Hana hanya tersenyum tipis. Kemudian melanjutkan langkah menuju kamarnya.

Namun baru beberapa langkah Hana berhenti saat mendengar ibunya bertanya. "Udah makan?"

"Udah." jawab Hana bohong. Ia melanjutkan langkah kakinya menuju kamar setelah sebelumnya terhenti di anak tangga ke tujuh.

Unfairness (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang