6

2.7K 320 10
                                    

«●»

Lisa duduk di sebuah meja dalam satu cafe sepi di lantai 3 Galleria Foret. Dua tahun lalu tempat itu belum ada disana. Sebuah cafe sepi, dengan banyak tanaman dalam pot yang menghiasinya. Gadis itu duduk di dekat jendela, diatas sebuah kursi kayu dengan spons tebal dan meja kayu didepannya.

"Bisa saya mencatat pesanan anda nyonya?" tanya seorang pelayan cafe itu setelah Lisa beberapa menit duduk disana dan melihat-lihat isi buku menu.

"Bisakah aku memesan setelah temanku datang?" tanya Lisa yang di balas dengan anggukan lembut sang pelayan.

"Ne, tidak perlu terburu-buru nyonya, anda bisa memanggil saya begitu ingin memesan," jawab lembut si pelayan yang kemudian melangkah menjauhi meja Lisa.

Mungkin 10 menit Lisa sudah menunggu disana, namun Jiyong belum juga datang. Kebiasaan buruk pria itu belum berubah, pikir Lisa. Lisa kemudian memanggil sang pelayan, menunggu Jiyong hanya akan membuatnya lapar.

"Aku ingin satu pasta dan cola float," ucap Lisa tanpa membuka kembali buku menu yang tadi sempat di bacanya. Gadis itu berniat memesan bersama Jiyong namun sepertinya Jiyong akan sangat terlambat— jadi Lisa mengisi perutnya lebih dulu.

"Aku pesan satu pasta dan satu gelas beer," susul suara seorang pria yang kemudian duduk didepan Lisa. "Maaf aku sedikit terlambat, aku baru selesai dengan pekerjaanku," ucap Jiyong setelah ia tersenyum pada pelayan yang melangkah pergi.

"Ya, aku mengerti," jawab Lisa tanpa menatap Jiyong. Gadis itu tidak lagi terkejut dengan alasan Jiyong. "Toh ini bukan yang pertama kalinya. Jadi bagaimana kabarmu?"

"Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja setelah kembali dari camp militer,"

"Ku dengar ada sedikit masalah saat kau pergi wamil?" tanya Lisa ketika ia mengingat kembali berita-berita yang pernah masuk ketelinganya. "Aku mendengar beritanya dari beberapa temanku, mereka bilang kakimu terluka,"

"Hm... aku memang sempat menjalani pengobatan untuk kakiku tapi itu bukan karena wamil, sejak awal memang sudah terkilir-"

"Ya," potong Lisa. "Aku tahu, aku sudah memintamu untuk memeriksakannya, tapi kau bilang itu bukan masalah,"

"Ah... ya... kurasa kita pernah bertengkar karena itu," jawab Jiyong sedikit canggung.

Keduanya lantas terdiam, tidak benar-benar tahu apa yang bisa mereka bicarakan karena keduanya merasa semua topik hanya akan mengarah pada pertengkaran-pertengkaran mereka. Keduanya sampai penasaran, topik apa yang belum pernah mereka jadikan sebagai bahan pertengkaran.

Keheningan menyerang, Jiyong punya terlalu banyak pertanyaan, sampai ia bingung mana yang harus ia tanyakan lebih dulu. Keheningan menyerang, Lisa terlalu canggung untuk kembali bicara.

"Kita menginginkan cinta tapi tidak ada seorangpun yang ingin berdamai dengan sakit yang mengikutinya," gumam pelan Lisa mengikuti alunan musik yang di putar di cafe itu.

"Ne? Apa katamu?"

"Anniyo, lagunya bagus," jawab Lisa membuat Jiyong terkekeh canggung, Jiyong pikir Lisa bicara padanya. "Kurasa judulnya Beautiful Pain, kalau aku tidak salah ingat,"

"Ah... ne," ucap Jiyong sembari mengangguk kemudian tersenyum pada pelayan yang datang untuk mengantarkan pesanan mereka.

"Judul lagunya Beautiful Pain dan dinyanyikan oleh BTOB," ucap si pelayan memberitahu, membuat Lisa mau tidak mau berterimakasih dan memuji lagunya sekali lagi. "Ne... Selamat menikmati," lanjutnya setelah mendengar ucapan Lisa, pelayan wanita itu kemudian tersenyum pada Lisa dan melangkah menjauhi meja mereka, menghampiri sepasang kekasih yang baru saja masuk kedalam cafe.

Suara sepasang pelanggan yang datang itu ikut menarik perhatian Lisa dan Jiyong. Sepasang pelanggan yang datang dengan tawa renyah, rangkulan hangat dan sebuah kecupan di pipi.

"Manisnya," komentar Lisa setelah melihat sedikit bekas lipstik menempel di pipi si pria. Lisa tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang kedua orang itu bicarakan, namun melihatnya saja membuat Lisa dapat menebak kalau keduanya sedang dimabuk cinta.

"Kelihatannya menyenangkan menjadi muda," komentar Jiyong ketika melihat sepasang kekasih itu. Pria itu kemudian kembali berpaling dan memilih menikmati makan malamnya tanpa mempedulikan pasangan kekasih bertawa renyah itu.

"Ya, mereka tidak punya masalah apapun," jawab Lisa. "Bukan berarti aku merasa sudah tua, tapi kurasa aku tidak sebahagia dan seberisik mereka saat seusia itu,"

"Kau lebih berisik," balas Jiyong mengingat betapa cerianya Lisa beberapa tahun lalu. "Kau orang paling berisik yang pernah ku kenal, setelah Seungri tentu saja,"

"Sungguh? Di ingatanku tidak begitu," gumam Lisa yang kemudian ikut menikmati pesanannya sendiri. "Jisoo eonni jauh lebih berisik dibanding denganku,"

"Hm... kebanyakan orang memang tidak bisa menilai dirinya sendiri," sindir Jiyong tanpa melihat Lisa yang saat itu menunjukan wajah sebalnya. Ayolah, mereka baru saja bertemu kemarin dan saat itu adalah makan malam bersama mereka setelah dua tahun tidak bertemu. Haruskah Jiyong membuatnya kesal seperti itu? Lisa benar-benar tidak habis pikir kalau Jiyong sama sekali tidak berubah, bahkan setelah dua tahun mereka tidak bertemu. "Jadi apa yang kau lakukan sekarang?"

"Sepertinya hanya tubuhmu saja yang sedikit berubah," balas Lisa tidak kalah sinis. "Aku bekerja di bawah, mendapat rekomendasi dari appanya Ten dan bekerja sebagai wakil kepala personalia, dan coba tebak siapa atasanku,"

"Siapa?"

"Jung Joonyoung,"

"Jung Joonyoung? Jung Joonyoung temannya Seungri itu?"

"Ya... Jung Joonyoung yang itu," jawab Lisa. "Tapi aku belum bertemu dengannya, katanya dia hanya datang saat ada meeting-meeting penting saja, appanya direktur disana,"

"Ah... aku baru tahu kalau perusahaan yang dibicarakannya ternyata ada di gedung ini,"

"Kau memang tidak pernah mengetahui apapun," sindir Lisa yang kali ini membuat Jiyong mengangkat wajahnya. Berpaling dari sepiring pastanya untuk kemudian menatap Lisa yang sama sekali tidak melihatnya. "Selama kau pergi wamil, siapa yang mengurus Ai dan Leo?"

"Dami noona," ucap Jiyong yang kemudian meletakan sendok dan garpunya. Rasanya nafsu makannya baru saja jatuh ke dasar. "Dan sampai sekarang mereka juga masih berada disana,"

"Kau tidak mau mengurus mereka? Kalau begitu biar aku saja yang-"

"Kau bisa menemui mereka di rumah Dami noona, ada asisten rumah tangga yang tidak akan lupa memberi mereka makan disana, biarkan mereka tinggal disana saja," potong Jiyong membuat Lisa ikut meletakan sendok dan garpunya.

"Apa maksudmu?"

"Apa? Aku tidak punya maksud apapun,"

"Apa kau baru saja bilang kalau aku sering melupakan Ai dan Leo?"

"Aku tidak bilang begitu, aku hanya bilang kalau tinggal dirumah Dami noona, Ai dan Leo bisa hidup lebih nyaman dan terjamin," jawab Jiyong yang dapat menangkap kilatan rasa kesal di mata Lisa.

Dalam hatinya, Jiyong merutuki dirinya sendiri. Dalam hatinya, Lisa memaki dirinya sendiri. Mereka baru saja bertemu tapi rasanya pertengkaran tidak dapat mereka hindari sekarang. Di luar kesadaran masing-masing, sindiran-sindiran sinis terus saja keluar tanpa bisa ditahan.

«●»

No Trust Without UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang