«●»
"Kenapa harus disini?" bisik Lisa setengah mengeluh karena sekarang ia duduk didalam tenda yang tadi ia lihat. Tempat Jiyong melamarnya dulu.
"Bukan aku yang memilihnya," balas Jiyong yang juga sembari berbisik. Jiyong duduk bersebelahan dengan Lisa, menatap seorang pria bernama Kim Taehyung yang sedang menuangkan soju kedalam sloki istrinya.
"Sayang, jadi ini Jiyong oppa, mantan pacarku saat kami kuliah dulu, dan ini Lisa, mantan istrinya," ucap Jessica memperkenalkan mereka. "Dan ini, Kim Taehyung, suamiku... dia mengajar musik di Universitas,"
"Kau tidak perlu memperjelasnya," jawab Jiyong yang kemudian menuangkan soju untuk dirinya sendiri.
"Annyeonghaseyo," sapa Lisa sembari tersenyum, gadis itu terlalu ramah untuk bisa bersikap sinis seperti Jiyong. Bahkan walaupun ia tidak senang mendengar ucapan Jessica, Lisa tidak dapat melakukan apapun selain tersenyum dan mengiyakannya. "Senang bertemu denganmu Taehyung-ssii, untukku juga," lanjutnya sembari meminta Jiyong agar memberinya segelas soju juga.
"Aku satu tahun lebih tua darimu, kau bisa memanggilku oppa," ucap Taehyung yang hanya Lisa jawab dengan kekehan dan sedikit anggukan kecil.
"Kami seumuran," tambah Jessica memperjelas usia Taehyung.
"Dia bukan orang yang memanggil orang lain dengan sebutan seperti itu," sinis Jiyong membuat Lisa memutar bola matanya. Ia sudah berusaha bersikap baik demi nama baik mereka namun sepertinya Jiyong yang justru membuat dirinya sendiri terlihat buruk.
"Haha... kenapa oppa masih saja sinis begitu? Moodmu sedang jelek?" tanya Jessica, yang lagi-lagi menambah rasa tidak nyaman untuk Lisa. "Kau pasti sering menyulitkan Lisa dengan kesinisanmu itu, iya kan Lisa?"
"Ng... memang bukan pertama kali melihatnya seperti ini," jawab Lisa namun sepertinya Jiyong tidak ambil pusing dengan ucapan-ucapan Jessica.
Dimata Lisa, Jiyong dan Jessica memang selalu terlihat sudah lama saling kenal dan sudah tahu kelemahan satu sama lain. Lisa sudah lama tahu kalau Jessica adalah gadis pertama yang Jiyong kencani, namun selama ini mereka tidak pernah makan bersama barang sekalipun. Selama mereka masih berhubungan pun, Jiyong tidak pernah pergi berdua dengan Jessica, Jiyong tidak pernah menemui Jessica tanpa seizin Lisa dan saat itu Lisa seakan tahu kalau Jiyong dan Jessica tidak akan bersama lagi.
Namun ada yang sedikit berbeda kali ini, malam ini, Lisa dapat melihat dengan sangat jelas kalau Jiyong tidak menyukai Taehyung. Lisa dapat menangkap kilatan rasa khawatir di mata Jiyong setiap kali pria itu melirik Jessica yang tengah tersenyum pada Taehyung.
Selesai dengan makan malam dan minum bersama di kedai tenda itu, Jessica kembali pulang bersama suaminya sementara Jiyong harus mengantar Lisa lebih dulu.
"Rumahku tidak jauh dari sini, pulanglah, aku bisa pulang sendiri," ucap Lisa. Tentu saja gadis itu tahu kalau rumah mereka sekarang berlawanan arah. "Kau bisa lelah kalai mengantarku lebih dulu,"
"Aku bisa naik taxi nanti," jawab Jiyong sembari masih terus berjalan disebelah Lisa.
"Kalau memang begitu maumu, yasudah," jawab Lisa, terdengar sedikit acuh. Gadis itu berjalan dengan santai menuju rumahnya, ditemani mantan suaminya. Situasi seperti apalagi yang harus Lisa hadapi setelah ini, gadis itu tidak dapat memikirkan apapun setelahnya. "Tapi pria tadi... Kim Taehyung tadi, benar-benar si lipstick waktu itu kan? Sepertinya dia berselingkuh atau... atau mungkin aku salah,"
"Kuharap kita salah," jawab Jiyong. Dalam hatinya, Jiyong berharap tidak akan ada hal buruk yang menimpa Jessica. Dalam hatinya, Jiyong berharap Jessica bukanlah gadis yang bisa dengan mudah dibohongi. Dalam hatinya, Jiyong berharap Jessiva bisa berbahagia dengan pria baik— bukan seorang pria tukang selingkuh seperti bagaimana penilaiannya terhadap Taehyung.
"Kenapa kau mengkhawatirkan siapa yang mengencani mantan kekasihmu?" tanya Lisa membuat Jiyong terdiam, ia sedikit terkejut karena merasa Lisa baru saja membaca pikirannya.
"Aku juga akan khawatir kalau kau berkencan dengan seorang playboy, seperti-"
"Tunggu..." potong Lisa sembari melangkah mendahului Jiyong dan berdiri tepat didepan pria itu. "Kau tidak berfikir aku berkencan dengan Dony seperti gosip gosip itu kan? Setelah berpisah dengan Kwon Jiyong sekarang Lalisa medekati Kwon lainnya? Tidak kan?"
"Kau berkencan dengan Dony?"
"Tentu saja tidak!" seru Lisa sembari menghentakan kakinya. Membuat alas sepatu larinya beradu dengan tanah yang injaknya. "Heol... dari semua orang yang ku kenal, aku tidak percaya kau akan mempercayai gosip itu,"
"Ah... yasudah kalau memang tidak," ucapnya sembari menghela nafas, bukan helaan nafas lega seperti seorang yang baru saja terhindar dari masalah. Namun lebih terasa seperti helaan nafas seorang yang malas menanggapi sebuah pernyataan. Helaan nafas yang terdengar seperti 'terserah apa katamu, aku tidak peduli'.
"Kenapa kau menghela nafas begitu?" tanya Lisa membuat Jiyong hanya mengangkat sedikit bahunya, membuatnya terlihat seperti seorang pria yang tidak peduli dengan isi kepala sosok gadis di hadapannya. "Kenapa kau selalu menghela nafas didepanku?!"
"Kenapa kau berteriak? Tenanglah sekarang kita-"
"Aku tidak akan berteriak kalau kau tidak menghela nafasmu seperti itu!"
"Aku hanya bernafas! Apa yang salah dengan itu?! Kenapa kau masih saja berlebihan seperti ini?!" balas Jiyong, ia menekan suaranya, memberi penekanan disetiap katanya namun suaranya tetap tidak lebih nyaring dibanding suara Lisa. Begitulah Jiyong, bahkan tanpa perlu berteriak sekeras Lisa, siapapun yang mendengarnya sudah dapat menebak kalau pria itu sedang marah. "Setelah meminta untuk bercerai sekarang kau juga mempermasalahkan caraku bernafas? Begitu?! Baiklah, aku tidak akan bernafas didepanmu!"
"Ya! Jangan bernafas didepanku! Jangan muncul didepanku dan menghela nafas didepanku!" teriak Lisa yang kemudian berbalik dan pergi meninggalkan Jiyong di pintu keluar hutan kota itu.
Jiyong terdiam, tidak benar-benar tahu apa yang membuat Lisa sebenarnya marah. Yang Jiyong tahu, setelah menikah, Lisa si gadis ceria berubah menjadi seorang monster yang selalu marah, tanpa sebab.
"Dia pikir dia siapa," gerutu Lisa sembari menahan dirinya untuk tidak menangis. Ia tidak bisa membiarkan Jiyong melihat bahunya bergetar karena menangis. "Hanya karena dia lebih terkenal, dia pikir dia melakukan apapun? Hanya karena dia lebih berbakat dia pikir dia bisa meremehkanku? Hanya karena dia- dia tampan, dia pikir aku tidak bisa mengencani seseorang yang lebih hebat darinya? Menyebalkan!" marah Lisa di setiap langkahnya.
"Kenapa kau mengikutiku?!" teriak Lisa sekali lagi, gadis itu berhenti didepan rumahnya, kemudian berbalik dan menemukan Jiyong yang berdiri dibelakangnya, mengikutinya tentu saja. Sudah dua tahun lamanya mereka berpisah namun rasanya seperti baru kemarin mereka bercerai.
Lagi-lagi tanpa sadar Jiyong menghela nafasnya. Pria itu menghela nafasnya karena suara Lisa yang lagi-lagi berteriak didepannya. Bersyukur karena tidak ada rumah lain di sekitar sana, tetangga Lisa hanyalah sebuah rumah yang masih kosong disebelah kanan dan sebuah taman kecil disebelah kiri— taman yang hanya punya kotak pasir dan papan seluncur kecil didalamnya.
"Lagi?! Kau menghela nafas seperti itu lagi! Apa kau tahu kalau helaan nafasmu itu membuatku merasa sangat buruk?! Aku sudah memintamu untuk tidak melakukannya! Aku tahu kau jauh lebih hebat dariku tapi bisakah kau tidak menghela nafasmu seperti itu didepanku?! Lupakan saja, sekeras apapun aku berusaha, kau tetap tidak akan mengerti bagaimana rasanya, kau selalu menjadi yang paling hebat, kau selalu merasa begitu," ucap Lisa dengan tubuh bergetar karena marah. Gadis itu melangkah masuk ke rumahnya, dan dengan tangan terkepal, ia mendorong pintu kayu di tengah pagar batu rumahnya. "Helaan nafasmu, membuatku kehilangan rasa percaya diriku," ucapnya sebelum ia mengunci pintu kayunya tepat didepan wajah Jiyong yang akan mengatakan sesuatu. Gadis itu meninggalkan seorang pria yang sekarang merasa bersalah.
Siapa yang tahu kalau helaan nafas dapat membuat seorang gadis ceria seperti Lisa kehilangan rasa percaya dirinya.
«●»
KAMU SEDANG MEMBACA
No Trust Without Us
Fiksi PenggemarBerawal dari lagu Leessang, The Girl Who Can't Say Goodbye, The Boy Who Can't Leave, kini akhirnya mereka berpisah.