19

2.2K 293 18
                                    

~

Sempat sangat terkejut, namun kemudian Lisa memutus panggilannya. Gadis yang menjawab panggilannya tidak mengizinkannya bicara pada seorang Kwon Jiyong. Seharusnya Lisa tidak merasa kesal karena sekarang Jiyong dekat dengan seorang gadis. Namun di dalam dirinya, ia berharap Jiyong dapat datang untuknya. Namun di dalam dirinya, ia berharap Jiyong masih menginginkannya. Namun di dalam dirinya, ia berharap Jiyong tidak akan menemui gadis mana pun, selain dirinya.

Rasa kesalnya karena seorang gadis dalam panggilan tadi, sempat menutupi rasa takutnya namun itu tidaklah lama karena beberapa menit setelah ia mengakhiri panggilannya, seseorang mengetuk pintu gerbang kayunya. Seseorang datang tanpa Lisa duga sama sekali. Dengan hati-hati, Lisa melihat tamu itu dari interkomnya, seorang warga negara asing terlihat berdiri didepan pintunya tanpa tahu kalau disebelah pintu itu ada bel yang seharusnya di tekan.  Si pria asing terlihat tengah mengatakan sesuatu namun Lisa terlalu takut untuk menekan tombol suara dalam interkomnya. Lisa terlalu takut untuk mendengar apa yang orang asing itu katakan sampai tanpa aba-aba pria yang tergambar dalam layar interkom itu terjatuh.

Lisa ikut jatuh terduduk ketika pria asing itu jatuh. Ia tidak dapat mendengar apapun dari speaker interkomnya, namun samar-sama telinganya menangkap suara letupan sebuah senjata api dari luar rumahnya. Suara letupan itu tidak cukup keras untuk didengar dari dalam rumah, namun suaranya bersamaan dengan tumbangnya pria asing di interkomnya.

Dengan tangan gemetar, Lisa meraih kembali handphonenya. Ia tidak pernah mengira kalau ia akan berada di situasi seperti ini. Gadis itu kembali menelpon seseorang dengan gemetar. Ia tidak dapat lagi memberanikan dirinya untuk melihat apa yang terjadi di depan rumahnya. Sampai seseorang menjawab panggilannya, yang dapat di dengarnya hanyalah suara langkah-langkah berat kemudian deru mobil yang meraung.

"Halo?"

"Oppa... Tolong aku," ucap Lisa yang kemudian mulai terisak. Siapapun akan kehilangan kontrolnya ketika melihat seorang pria besar jatuh tertembak didepan matanya. Bahkan walaupun itu terlihat seperti sebuah film bisu, mengetahui kalau kejadian penembakan tadi terjadi tepat di depan rumahnya, tetaplah membuat Lisa kehilangan nyalinya.

"Apa yang terjadi? Dimana kau sekarang?" tanya Jiyong— yang kali ini menjawab sendiri panggilan Lisa.

"Rumah," jawab Lisa dengan suara isakan yang menyertainya.

Tidak berapa lama, terdengar seseorang membuka gerbang rumah Lisa. Membuat si gadis pemilik rumah bergegas berlari kedapur mencari sesuatu yang dapat di jadikannya senjata. Gadis itu sudah tidak lagi peduli dengan handphone dan seseorang yang bicara disana, sekarang ia hanya memikirkan cara untuk menyelamatkan dirinya. Lisa tidak ingin mati seperti si pria asing didepan pintunya tadi.

Degup jantung Lisa semakin cepat, begitu juga suara langkah kaki yang semakin terdengar— memecah heningnya malam. Nafas Lisa menderu, bersamaan dengan suara 'beeb' dari kunci pintu yang berusaha di buka. Seseorang berusaha membuka pintunya, tidak langsung berhasil dan itu justru membuat Lisa semakin takut. Bagaimana kalau seseorang menemukan kode pintunya? Bagaimana kalau seorang bersenjata tadi masuk kedalam rumahnya dan bagaimana kalau ia menjadi salah satu korban terorisme? Lisa hanya ingin tetap hidup.

Klik.

Seseorang berhasil membuka pintunya dan sukses membuat Lisa berdiri membeku di tengah dapurnya. Buku-buku jarinya memutih ketika ia menggenggam kuat gagang pisaunya, siap untuk melawan siapapun yang datang dan melukainya.

"Lisa-ya! Apa yang terjadi disini?! Cairan apa-" seru Jiyong tertahan ketika ia melihat Lisa berdiri dengan pisau ditangannya. Pria itu masuk kedalam rumah Lisa setelah melihat segenang cairan merah gelap di depan rumah Lisa. Pria itu berusaha membuka pintu rumah Lisa setelah mencoba beberapa susunan angka acak yang mungkin Lisa pakai sebagai kodenya.

"Oppa..." balas Lisa dengan suara leganya. Gadis itu menjatuhkan pisaunya kemudian berlari untuk memeluk Jiyong. "Aku takut..." isaknya, namun belum sempat Jiyong membalas pelukan gadis itu, Lisa sudah lebih dulu menjauhinya, mengunci kembali pintunya kemudian menyalakan TV di ruang tengahnya. Mencari saluran berita.

"Ada apa? Apa yang terjadi?" tanya Jiyong yang mendekati Lisa usai ia mengamankan pisau yang tadi Lisa jatuhkan.

"Aku tidak tahu... Aku- aku- aku hanya diberitahu soal terorisme, lalu- lalu- seseorang datang dan jatuh didepan rumahku. Aku tidak berani keluar tapi- tapi kemudian aku mendengar suara mobil,"

"Tidak ada siapapun di depan... Apa yang kau-"

"Seorang teroris berinisial KJY tertangkap ketika tengah mencoba meledakan sebuah gedung 45 lantai. 2 orang komplotannya yang merupakan warga negara asing tertangkap di luar gedung tersebut dan 4 orang lainnya ditemukan tewas di daerah sekitar sungai Han. Seorang reporter berinisial YDJ yang 30 menit lalu di sekap oleh sang teroris pun di larikan ke rumah sakit usai mendapatkan sebuah luka tembak di bahunya. Di ketahui beberapa pejabat pemerintahan ikut terlibat dalam kasus terorisme ini. Di ketahui bahwa KJY juga bertanggung jawab atas kasus pencurian di apartement mewah— Galleria Foret— beberapa hari lalu," suara seorang wanita pembawa berita meenghentikan pertanyaan Jiyong dan menjatuhkan Lisa. Lisa tidak tahu kalau ternyata ia sudah berjam-jam ketakutan sendirian di rumahnya. Jiyong pun tidak tahu kalau Lisa sudah berjam-jam ketakutan dan mengharapkan kedatangannya.

Tidak berapa lama kemudian, seorang kembali menekan bel rumah Lisa. Lisa langsung bereaksi, menahan Jiyong agar tidak membukakan pintunya.

"Doojoon bilang dia tidak akan menyuruh seseorang menyelamatkanku, katanya jangan membuka pintu untuk siapapun," ucap Lisa, sementara dua orang pria yang bergaya seperti reporter berdiri didepan pintunya.

"Siapa Doojoon?"

"Reporter YDJ,"

"Bisa kau memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi?"

"Aku juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Minggu lalu seorang reporter datang menemuiku. Kami mengobrol lalu berpisah, lalu tadi aku bertemu lagi dengannya, dia bilang ada teroris dan mereka mengikutiku. Dia bilang aku harus melarikan diri secepatnya. Lalu tadi ada seseorang yang menggedor pintu rumahku. Dia memukul pintu kayu di depan kemudian jatuh dan ada suara ledakan kecil dari luar. Aku tidak berani mengeceknya, tapi reporter itu bilang- dia bilang aku harus menghubungi seorang yang ku percaya dan tidak membuka pintu untuk siapapun. Dia bilang tidak akan ada yang datang untuk menolongku selain- selain- selain orang yang ku percaya," jelas Lisa yang kemudian menyadari kalau pria yang diharapkannya, pria yang di percayanya, pria yang di ingatnya ketika sebuah ancaman datang, pria yang membuatnya merasa lebih aman, dan pria yang benar-benar datang untuknya ternyata adalah pria yang akhir-akhir ini ingin di jauhinya.

~

No Trust Without UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang