20

2.2K 290 13
                                    

~

Seperti sepasang tahanan rumah, Lisa dan Jiyong tidak dapat keluar dari rumah Lisa. Bahkan walaupun bel rumah Lisa di tekan berkali-kali. Gadis itu mematikan lampu rumahnya, ia takut seseorang datang dan mencelakai mereka berdua. Lisa tidak berani membuka satu pintu pun dirumahnya sementara Jiyong tidak punya cukup kekuatan untuk memaksa Lisa menelpon polisi dan meminta polisi itu untuk menjaga mereka. Jiyong tidak sanggup menentang Lisa yang masih gemetar karena takut.

"Jangan takut, aku ada disini," ucap Jiyong yang kemudian meraih jemari Lisa dan menggenggamnya.

"Bagaimana kalau mereka bisa masuk dan membu-"

"Anniyo, mereka tidak akan bisa masuk," potong Jiyong yang kemudian melirik handphone Lisa yang bergetar. Sebuah panggilan baru saja masuk kesana dan membuat Jiyong mengambil handphone itu— untuk kemudian menjawab panggilan itu. Jiyong tidak tega membiarkan Lisa yang masih takut menjadi lebih takut lagi.

"Ini aku, Doojoon," ucap seorang pria yang bicara begitu Jiyong menjawab panggilan di handphone Lisa itu. "Kau bisa menjawab panggilanku, berarti kau masih-"

"Sebenarnya apa yang kau lakukan?! Kenapa kau melibatkan kami dalam masalah mengerikan seperti ini?! Seseorang terus saja menekan bel kami!" bentak Jiyong menyela suara si penelpon.

"Jadi seorang yang di percayainya adalah pria? Tentu saja, salahku karena tadi berfikir dia tidak akan menghubungi siapapun. Tenanglah, aku akan menarik orang-orangku untuk pergi dari sana dan berhenti mengganggu kalian," ucap Doojoon masih terdengar tenang. "Beritahu Lisa kalau semuanya sudah selesai sekarang. Seorang pria yang tadi mencoba melukainya sudah tertangkap, orang asing yang datang kerumahnya pun tidak akan datang lagi. Kami sudah menangkap teroris itu sampai ke akarnya, ikuti saja beritanya kalau kalian penasaran tapi yang pasti, semuanya sudah selesai jadi jangan khawatir,"

Doojoon mengakhiri panggilannya, di susul keheningan yang kembali menghampiri mereka di sisa malam itu. Jam sudah menunjuk pukul 4 pagi dan akhirnya Lisa bisa merasa lebih tenang. Keberadaan Jiyong membuatnya merasa lebih tenang walaupun itu tidak berarti Lisa sudah berani mendekati pintu.

"Bisakah oppa tetap disini?" tanya Lisa sembari mengulurkan tangannya untuk menyentuh ujung kemeja Jiyong. Lisa tidak lagi mengatakannya, namun Jiyong tahu kalau gadis itu masih takut.

"Ya, aku akan tetap disini, aku hanya ingin menyalakan lampunya," jawab Jiyong yang kemudian tersenyum. Mengusap lembut rambut Lisa kemudian melangkah untuk menyalakan semua lampu. "begitu matahari terbit nanti, kita akan pergi dari sini, sekarang beristirahatlah, tidurlah di kamarmu, aku akan menjagamu disini,"

Lisa menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin berada sendirian di kamarnya. Ia masih mengingat dengan jelas bagaimana si orang asing kehilangan nyawanya, dan itu membuat Lisa memiliki terlalu banyak kemungkinan buruk di pikirannya.

Sembari menunggu matahari terbit, Jiyong duduk di sofa dan Lisa duduk di sebelahnya. Lisa bersandar pada Jiyong dengan tangan Jiyong yang membelai lembut rambutnya. Mencoba untuk menenangkannya. Sebenarnya Jiyong masih kesal dan sama sekali tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Ia bersumpah akan menemui si reporter yang membuat Lisa harus berada dalam situasi mengerikan seperti ini. Lisa memang tidak terluka namun melihat seorang pria tewas di depan rumahnya membuat gadis itu terlihat sangat menyedihkan bagi Jiyong.

"Lisa-ya..." panggil Jiyong sembari mengusap-usap lembut rambut gadis yang bersandar padanya. "Setelah seluruh kejadian mengerikan ini, bagaimana kalau kau mengambil cuti dan pergi berlibur?"

"Sendirian? Tidak, aku tidak ingin pergi sendirian,"

"Anniyo, kau tidak harus pergi sendirian. Kau perlu hiburan, yang dapat membuatmu merasa lebih baik. Kau bisa mengajak-"

"Jennie tidak bisa pergi berlibur tanpa anak dan suaminya, Rose sibuk dengan albumnya dan Jisoo sibuk untuk syutingnya, tidak ada yang bisa ku ajak,"

"Kau bisa mengajakku," ucap Jiyong membuat Lisa yang bersandar padanya buru-buru bangun dan duduk dengan tulang-tulangnya sendiri. Gerakan gadis itu membuat lingkaran tangan Jiyong di punggungnya lantas terlepas begitu saja. "Tempat ini tidak akan lagi nyaman untukmu, kau harus pergi ke suatu tempat yang dapat membuatmu lupa pada kejadian hari ini,"

"Anniyo, kita tidak bisa- aku tidak bisa mengajakmu... Aku- aku- aku memang bersyukur karena kau datang dan menemaniku. Kurasa walaupun kau tidak disini, walaupun reporter itu bilang dia tidak akan mengirim seseorang untuk melindungiku, aku akan baik-baik saja selama aku tidak keluar dari sini. Aku tahu seseorang yang tewas didepan rumahku tadi sedang mencoba melukaiku dan seorang yang membunuhnya adalah orang yang melindungiku. Aku tahu. Aku hanya terkejut jadi jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja setelah pergi tidur, aku tidak butuh liburan dan akan baik-baik saja setelah pergi tidur," ucap Lisa terdengar sangat gugup. Gadis itu bangkit dari duduknya, hendak memasuki kamarnya dan tidur disana namun bayang-bayang kematian si orang asing di depan rumahnya membuatnya takut.

"Baiklah, tidurlah," ucap Jiyong yang kemudian ikut bangkit dari duduknya dan mengantar Lisa menuju kamarnya. Jiyong melirik tangan Lisa, melihat tangan Lisa gemetar namun berusaha gadis itu tutupi dengan sebuah kepalan kuat. "Lisa-ya..."

"Ne?" tanya Lisa yang langsung menatap Jiyong tepat begitu mereka sampai diambang pintu. "Apa yang kau lakukakan?!" pekik gadis itu ketika Jiyong tiba-tiba saja memeluknya.

Jiyong memaksa memeluk Lisa di ambang pintu kemudian mengusap lembut rambut dan punggungnya. Sementara Lisa sempat berusaha menolak namun akhirnya tetap membalas pelukan pria itu, bahkan mulai terisak dan mengatakan kalau ia benar-benar takut dan tidak dapat berhenti memikirkan wajah si orang asing yang tertembak didepan matanya.

Tanpa mengatakan apapun, Jiyong hanya memeluk Lisa. Memeluk dan mengusap lembut punggung gadis itu, menenangkannya tanpa menjanjikan apapun, menenangkannya tanpa mengatakan apapun, menunjukan kepeduliaannya dalam diam.

Tanpa terasa siluet dari tirai yang terpapar matahari pagi mulai muncul. Dengan perlahan Jiyong melepaskan pelukannya dari tubuh kurus gadis itu dan mengusap sisa-sisa air mata disana.

"Kalau tidak ada yang bisa kau andalkan sekarang, kau bisa mengandalkanku," ucap Jiyong dengan kedua tangannya yang menangkup pipi Lisa. "Kau bisa ikut bersamaku sampai rasa takutmu berkurang,"

~

No Trust Without UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang