16

2.1K 282 8
                                    

«●»

"Perjanjian itu dibuat agar kita bisa bercerai. Kau membuat perjanjian itu agar aku mengabulkan permintaanmu— bercerai, dan kita sudah bercerai sekarang," ucap Jiyong setelah ia kembali duduk di hadapan Lisa. Lisa sendiri masih merasa tidak nyaman karena Jiyong yang terlihat marah baru saja membakar surat perjanjian mereka. "Karena itu... apa karena kita sudah bercerai sekarang, perjanjian itu tidak lagi penting untukmu?"

"Bukan begitu... aku- aku- aku tidak tahu kalau maksud perjanjiannya adalah benar-benar tidak muncul dihadapanmu. Ku pikir- ku pikir kau hanya menyuruhku pergi dari agensi dan melepaskan karirku- ku pikir-"

"Baik, kembalilah,"

"Ne?"

"Baiklah, tidak apa, kembalilah ke agensi,"

"Tapi perjanjiannya?"

"Aku sudah membakarnya, kau bahkan tidak menahanku melakukannya, bukankah ini yang kau harapkan?"

"Tapi aku sudah berjanji tidak akan kembali ke agensi," ucap Lisa yang kemudian berani menatap Jiyong. Gadis itu perlu menyeledik apa yang sebenarnya terjadi pada Jiyong.

"Kau sudah melanggar janjimu sejak awal, untuk apa takut melanggarnya sekali lagi?" tanya Jiyong, dengan sikap sinisnya— seperti biasa. "Kembalilah ke agensi, bujuk Hyunsuk hyung agar dia mau menerimamu kembali atau pergi ke agensi lain kalau kau memang sudah menyerah dengan pekerjaanmu. Kau hanya bisa berdiri didepan kamera, tubuhmu tidak tahu caranya bekerja di kantor,"

"Tapi- kenapa tiba-tiba?"

"Aku membuat perjanjian nomor empat itu agar tidak melihatmu lagi. Kita bercerai jadi aku tidak ingin melihatmu dan kembali mengejarmu, aku tidak ingin melihatmu dan kehilangan kendali, aku tidak ingin melihatmu kemudian terluka karena alasan yang sama. Aku ingin melarikan diri, darimu. Tapi nyatanya kau tetap muncul, kita tetap bertemu dan tidak sulit bertemu denganmu. Sampai detik ini, bertemu denganmu tidak membuatku ingin kembali. Sampai detik ini, bertemu denganmu tidak menjadi masalah untukku. Toh ketiga perjanjian yang lain sudah dilakukan, tanpa perjanjian itu pun aku tidak akan menjual tempat ini, dan kau hanya membawa barang-barang milikmu dari sini, kau juga sudah berkencan lebih dulu. Kita sudah tidak butuh perjanjian itu lagi,"

Lisa terdiam. Ia kehabisan kata dan tidak berani mengatakan apapun lagi sekarang. Kalu kencan-kencan buta yang selama ini ibunya siapkan termasuk dalam kategori 'berkencan' di perjanjian mereka maka Lisa tidak berhak membantah apa yang baru saja Jiyong katakan. Namun mendengar kalau Jiyong tidak ingin kembali bersamanya, membuat dadanya terasa amat sangat sesak.

"Terimakasih kopinya," ucap Jiyong kemudian. Pria itu tidak lagi terlihat marah, kali ini pria itu justru terlihat sangat lelah. Tentu saja karena semua yang terjadi beberapa detik lalu sangat jauh dari ekspetasi Jiyong.

Jiyong tidak pernah menduga kalau Lisa akan datang ketempatnya secepat itu. Jiyong tidak pernah menduga kalau ternyata selama dua tahun terakhir ini ia mengubur mimpi seseorang. Jiyong tidak pernah menduga kalau Lisa kehilangan sesuatu yang ia sukai karena dirinya. Kalau saja Lisa berani menatap Jiyong sejak awal, pembicaraan mereka tidak akan berakhir seperti ini. Jiyong mungkin akan marah dan menyuruh Lisa kembali ke Thailand— kalau Lisa berani menatap Jiyong ketika ia berbohong tidak ingin kembali ke agensi tadi.

"Minum kopimu lalu pergilah, aku akan memberitahu Hyunsuk hyung kalau aku tidak keberatan kau kembali ke agensi," lanjut Jiyong yang kemudian bangkit dari duduknya dan melangkah masuk kedalam studionya. Meninggalkan Lisa sendirian di sana. "Kau bisa menghubungi Hyunsuk hyung minggu depan, setelah ia kembali dari Tokyo,"

"Aku tidak ingin kembali ke agensi," ucap Lisa yang kemudian menghentikan langkah Jiyong tepat didepan pintu studio pribadinya. Tangan Jiyong sudah terulur namun ucapan Lisa selanjutnya justru membuat Jiyong hanya dapat meremas gagang pintunya. "Aku tidak ingin kembali ke agensi, apapun pekerjaanku, semuanya selalu terasa sangat sulit... aku tidak ingin melakukan apapun, aku hanya ingin melihatmu,"

"Kenapa?" tanya Jiyong yang tidak ingin berbalik dan menunjukan wajah kesalnya pada Lisa. "Kalau pada akhirnya kau melakukan ini, kenapa kau ingin bercerai? Karena aku lebih sibuk mengurusi musikku dibanding memperhatikanmu? Karena aku sering mengeluh dan menghela nafas didepanmu? Seharusnya kau sudah mengetahui itu jauh sebelum kita menikah. Itu kepribadianku dan kenapa kau tidak dapat menerimanya?" tanya Jiyong yang kemudian berbalik untuk menatap Lisa yang tanpa sadar sudah menjatuhkan beberapa bulir air matanya. Lisa tahu, kalau ucapan Jiyong kali ini sama sekali tidaklah salah. "Aku tidak berselingkuh atau membohongimu, aku tidak memukulmu atau memaksamu melakukan sesuatu, aku membereskan semua masalah yang kau dan teman-temanmu buat. Kenapa aku harus merasa bersalah sendirian? Kenapa kau selalu benar dan mengabaikan kesalahanmu sendiri?"

"Aku menikah denganmu karena kau temanku. Itu saja sudah cukup untukku. Aku rasa membantumu akan membuat hidupku menjadi lebih baik. Aku ingin hidup bahagia denganmu seperti itu. Kita berdua terus memperbaiki kehidupan satu sama lain. Tapi itu tidak terjadi, oppa. Orang bilang kau tidak akan dapat melihat apapun jika melihatnya dengan terlalu dekat. Aku pun begitu, oppa juga. Hidup bersamamu, selalu bermasamu, membuatku terlalu dekat, aku tidak dapat melihat apapun. Satu persatu, perlahan-lahan kau semakin tidak terlihat. Satu persatu hal dari dirimu yang sebenarnya melebur bersama ekspetasiku. Membuatku tidak lagi mengenalimu. Bukan karena kau berubah, kau tidak berubah, kau hanya- anniyo, bukan dirimu tapi aku yang tidak dapat mengenalimu lagi karena kita terlalu dekat. Pada akhirnya aku tetap mencintaimu tapi berpisah karena tidak bisa mengatasinya," balas Lisa yang kemudian melangkah menjauhi meja makan, melangkah kearah pintu dan menjauhi Jiyong.

"Kau pikir aku akan mengejarmu?"

"Anniyo! Aku sudah pernah pergi dan kau tidak pernah mengejarku. Tapi kau selalu berharap aku kembali," ucap Lisa yang kemudian berdiri didepan sebuah rak berlaci di dekat pintu dan meraih sebuah bingkai foto yang tertutup disana. Bingkai kecil itu berisi foto mereka. Jiyong tidak ingin melihatnya, namun tidak juga sanggup untuk menyingkirkannya, karenanya ia hanya membalik foto itu. "Iya kan?"

"Lalu? Kau akan kembali?"

"Tidak. Aku tidak akan kembali dan mengulangi kesalahan yang sama. Kita tidak bahagia, pernikahan kita tidak bahagia, akuilah itu," pinta Lisa yang tubuhnya perlahan-lahan mulai bergertar karena terlalu kalut. Gadis itu menangis, namun berusaha keras untuk tidak menjatuhkan lagi air matanya.

«●»

No Trust Without UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang