31 | I DONT KNOW

712 56 8
                                    

Play music :

BTS - Butterfly

"Kau pasti memiliki hati yang besar, karena kau selalu bisa memaafkan dan menahan cintamu padanya."

Matahari masih malu untuk menyambut hari, saat gadis beriris hazel itu tengah menyiapkan keperluan sekolahnya hari ini. Memang masih terlalu pagi untuk ukuran seorang murid yang baru akan memulai pelajaran di sekolah pada pukul 7 tepat, tapi hal itu seolah sudah biasa. Nayla merapikan rambutnya dengan jari-jari tangan, lalu kemudian mengoleskan sedikit lipblam berwarna peach ke bibirnya.

Hari ini Nayla berencana mengembalikan buku harian milik Syifa, rasanya tak baik jika menyimpan barang milik orang terlalu lama. Gadis itu mengambil buku tersebut dari dalam laci disebelah ranjangnya, sebelum kemudian memasukkannya ke dalam tas. Tanpa menunggu lagi, Nayla segera melangkahkan kakinya keluar kamar, hendak membantu sang bunda menyiapkan bekal di dapur.

"Udah bangun, Nay?" Tia bertanya saat melihat Nayla menuruni tangga lengkap dengan tas di punggungnya.

"Udah, bun."

"Bunda boleh minta tolong?" Tia kembali bertanya masih dengan senyum yang mengembang.

"Bilang aja, Bun."

"Panggilin kakak kamu, ya. Suruh sarapan bareng."

"Siap." Nayla berujar semangat, meskipun Tia sudah tau sejak lama jika hubungan kedua putrinya telah membaik, perempuan setengah baya tersebut tetap saja tak mampu menyembunyikan kebahagiaannya.

Usai menatap punggung Nayla yang menghilang dibalik tembok, Tia melanjutkan kegiatannya menata masakan ke atas meja makan. Meskipun begitu, hati dan pikirannya terus berputar soal Nayla dan Syifa. Bahagia? Tentu saja. Ibu mana yang tidak bahagia saat melihat hubungan anak-anaknya yang semula beku perlahan mulai mencair dan berangsur hangat kembali? Setidaknya, kali ini harapan Tia hanya satu, agar hubungan seperti ini terus bertahan, agar tak ada luka yang tergores lebih dalam lagi.

❣❣❣

Taman belakang sekolah masih sama menenangkannya seperti sebelum ini. Papan kayu yang melikar pada sebuah pohon disana masih sama teduhnya untuk tempat bersantai, pun dengan rerumputan hijau yang  tumbuh di tanahnya yang coklat. Dan Nayla masih sama, menyukai tempat ini, tak pernah berubah bahkan setelah hampir dua tahun menjadi siswi di sekolah itu.

"Sendirian aja nih, Tuan Putri. Mau pangeran temenin?" Zian berujar sembari terkekeh saat melihat Nayla tengah duduk sambil termenung.

"Tuan Putri lagi butuh pengawal, bukan pangeran." Nayla balik berujar tanpa menoleh pada Zian.

"Kenapa gitu?" Zian bertanya sembari mengangkat sebelah alisnya, juga melipat tangannya ke depan dada.

"Tuan Putrinya lagi butuh pundak seorang pengawal yang kuat untuk disandari dalam waktu yang lama." Mendengar hal itu Zian tak menjawab, laki laki beriris gelap itu hanya tersenyum. Dan sejurus kemudian dirinya telah duduk manis di samping Nayla.

"Sekarang pangerannya udah ganti kostum jadi pengawal. Jadi, silahkan Tuan Putri..." Dengan cepat Nayla menyandarkan kepalanya ke pundak Zian, sembari memejamkan matanya perlahan.

Entah jimat apa yang digunakan oleh Zian. Tapi menurut Nayla, berada didekat laki-laki itu adalah suatu obat tertentu. Semacam penenang mungkin? Nayla tak tau harus menyebutnya bagaimana, Zian bukanlah sosok laki-laki yang dapat dideskripsikan melalui kata-kata. Hanya orang-orang tertentu saja yang tau dengan jelas bagaimana sosok Zian ini.

Dear Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang