34 | PROMISE

692 58 6
                                    

Play Music :

Teil, Taeyong, Doyoung - Stay In My Life

"Aku sudah merelakanmu untuknya. Aku harap kalian bahagia, jadi jangan khawatir, aku sungguh akan baik-baik saja."

Matahari sudah lelah merona, sinarnya mulai hilang di telan sang malam. Perlahan, hangat sang senja tergantikan dingin dan juga sepi. Seorang gadis tengah terduduk di salah satu bangku yang ada di taman sekitar komplek rumahnya, termenung, seolah lupa bahwa malam  telah tiba. Ia gelisah, semua perkataan Zian siang tadi masih terngiang di kepalanya. Jika seperti ini, ia merasa sangat bersalah pada Zian dan Nayla. Ia seolah-olah menjadi rumput pengganggu yang menghalangi dua bunga untuk tumbuh. Tapi apa boleh buat, ia pun tak tahu harus melakukan apa. Sudah beberapa kali ia juga  mencoba berbicara, tapi sama sekali tak digubris oleh gadis itu.

Ia mengambil sebuah buku yang ada di sebelahnya. Ah, iya juga tahu bahwa yang mengambil bukunya waktu itu adalah Nayla. Tidak bisa disebut sebagai mengambil memang karena ia tahu bahwa dirinya lah yang tanpa sengaja menjatuhkan buku itu. Perlahan ia membuka lembaran nya, membiarkan bau kertas menyeruak masuk melalui hidungnya. Sebelum kemudian ia menuliskan sesuatu di sana.

Dear Sister,
Seperti matahari yang selalu memancarkan sinarnya, tak bisakah kau membiarkan aku menjadi seperti dia?
Yang tak akan berhenti membagi sinarnya untuk siapa saja, yang tak akan lelah sekali pun berulang kali kelabu menghalangi nya, juga yang tak akan memaksa setiap orang untuk menyukai terik nya.
Tapi sekarang kau memaksa aku untuk menjadi layaknya kelabu itu sendiri.
Yang menghalangi cahaya matahari untuk menyinari hari, rasa bersalah itu menyakitkan, seolah segalanya yang sudah dibangun dan ditata sejak lama harus lenyap begitu saja.
Jangan paksa aku menjadi seperti itu, jika boleh, buat saja aku untuk memperbaikinya.

~Nayla Gymnastiar ~

Syifa menutup bukunya, mengambil nafas panjang lalu kemudian menatap matahari terbenam yang ada di depan sana. Ini bukan perkara mudah, bukan suatu hal yang akan bisa dengan cepat diselesaikan. Sebenarnya, apa yang salah? ini bagian dari ujian takdir, tapi apa boleh buat, kini semua menjadi rumit seolah tak ada lagi jalan keluar.

Gadis itu kembali terdiam, membiarkan angin membelai kulitnya yang langsat. Dingin. Tapi tetap saja gadis itu enggan untuk beranjak. Meskipun enggan, tapi tampaknya tak ada pilihan lain selain pulang. Langit sudah semakin gelap, matahari tak lagi memancarkan sinarnya. Gadis itu melangkah pelan, mengabaikan banyak hal yang sedang berkutat di pikirannya. Jika saja di dunia ini tak ada satupun manusia yang memiliki perasaan, mungkin takkan ada sebuah sesal, kecewa, atau bahkan sedih yang berkelanjutan. Tapi andaikan benar begitu, dunia pasti akan runyam. Tanpa perasaan, tak akan tercipta yang namanya cinta dan kasih, takkan ada lagi rasa saling mengasihi, rasa saling menyayangi, rasa saling mencinta, dan pastinya rasa untuk saling menerima satu sama lain. Ternyata benar kata orang, saat kita telah mendapatkan suatu kebahagiaan, jangan terlalu senang. sebab di belakangnya masih ada rentetan kesedihan juga penyesalan yang sudah mengantri mendapatkan giliran untuk mendekat. Mungkin itu yang sedang terjadi pada Nayla, Syifa, juga Zian. Tapi nyatanya, bahagia tak bisa disalahkan, semua orang suka akan hal itu. Tak ada satupun orang yang akan membenci kebahagiaan. Sebaliknya, justru banyak orang mengutuk rasa kecewa juga sedih yang terkadang sering menghampiri. Padahal, jika hidup hanya tentang bahagia saja, bahagia itu tak akan bisa disebut sebagai bahagia. Tanpa keduanya hidup akan terasa konstan dan monoton, tanpa ada sesuatu yang istimewa.

Dear Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang